• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Bila Bernapas Tak Gratis Lagi

magnum

IndoForum Activist C
No. Urut
1320
Sejak
27 Mei 2006
Pesan
14.143
Nilai reaksi
417
Poin
83
9bded126.jpg


Oksigen sangat kita butuhkan untuk bernapas dan hidup. Di udara yang bersih dan sehat, oksigen bisa didapatkan secara gratis. Namun, bila lingkungan sudah tercemar beragam polutan, terapi oksigen mungkin perlu kita lirik.

Sejak oksigen ditemukan oleh Joseph Priestly, ilmuwan asal Inggris, pada tahun 1771, semua orang menjadi paham benar bahwa unsur gas inilah yang menjadi sumber hidup kita. Bagaikan mesin, tubuh kita perlu oksigen sebagai bahan bakarnya.

Kita membutuhkan unsur bersimbol 02 ini untuk mengubah glukosa menjadi energi, yang penting untuk beraktivitas. Lewat proses respirasi atau bernapas, tubuh menangkap zat tidak berwarna, berbau, dan berasa ini untuk banyak hal. Di antaranya, meningkatkan kekebalan, menyerap makanan, memulihkan kondisi tubuh, menghancurkan sisa metabolisme.

Kekurangan oksigen menyebabkan metabolisme tubuh tidak sempurna. Semakin rendah oksigen yang bisa diserap, semakin besar kemungkinan tubuh mengidap penyakit kronis. Kekurangan oksigen dalam tubuh menyebabkan penurunan stamina yang ditandai banyak gejala. Contohnya, mengantuk, kelelahan, pusing, mudah lupa, kejang otot, depresi, cepat marah. asam lambung meningkat, masalah sirkulasi, iritasi, pencernaan buruk, gangguan pernapasan, perilaku aneh, percepatan proses penuaan, dan penurunan kekebalan tubuh.

Gejala-gejala ini sering disertai rasa tidak nyaman. Bila berlangsung dalam waktu agak lama, bisa menimbulkan sakit kronis. Begitu pentingnya oksigen, sampai Dr. Otto Warburg, Direktur Institut Max Planck Bagan Fisiologi Sel di Jerman, menyebutkan bahwa kanker pada dasarnya tidak dapat hidup dalam lingkungan yang kaya oksigen.

Peraih dua kali Nobel bidang kedokteran (riset tentang kanker) ini menegaskan, “Kánker dan penyakit-penyakit lain memiliki banyak faktor penyebab. Satu hal yang menjadi sebab utama adalah tergantikannya oksigen dengan zat lain pada saat proses bernapas berlangsung.”

Dengan kata lain, saat oksigen berkurang, penyakit dan bakteri lebih mudah masuk karena kuman-kuman ini tidak membutuhkan oksigen (bakteri anaerob). Bahkan, bila ada oksigen, mereka akan mati.

Sebagai Obat

Tidak mengherankan bila kemudian banyak metode perawatan kesehatan menggunakan oksigen sebagai bahan terapi. Layaknya obat, oksigen dimasukkan ke dalam tubuh.

Terapi ini menjadi populer kala lingkungan tempat tinggal kita semakin tercemar oleh beragam polutan. Ada banyak gas dan racun yang beredar dan kita pasti kesulitan menyaringnya.

Beberapa waktu lalu teknik paling sederhana meningkatkan kada asupan oksigen dalam tubuh berupa senam pernapasan menjadi tren di kalangan masyarakat kita. Sebut saja kelompok Satria Nusantara, Mahatma, Prana Sakti Jayakarta, Yayasan Seni Kehidupan, dan lain-lain. Mereka mengajak masyarakat untuk memanfaatkan oksigen semaksimal mungkin dengan cara bernapas yang benar.

Sayangnya, banyak orang tidak tekun melakukan cara ini meski murah. Orang cenderung menyukai alat bantu yang bisa meningkatkan asupan oksigen, sehingga muncullah terapi oksigen.

Menurut Dr. Veronica N.K.D. Kalay, M. Biomed, sebenarnya sudah sejak 100 tahun lalu terapi oksigen murni dilakukan. Di akhir abad ke-19, terapi peroksida dilakukan oleh Neils Finsen. Pada tahun 1898, AL Cortelyou dari Marietta Georgia sukses mengobati difteria dengan peroksida nasal spray. Tahun 1919, TH Oliver dan D.U. Murphy menggunakan hidrogen peroksida secara intravena pada penyakit epidermik influenza sehingga mengurangi angka kematian akibat influenza.

Pada perang dunia pertama, ozon telah sukses digunakan untuk melawan infeksi. Sejak tahun 1924, Frederick Koch, MD, menggunakan hidrogen peroksida secara oral kepada pasien kanker di Amerika Serikat.

Di Indonesia, terapi oksigen menurut Dr Veronika telah dilakukan sejak tahun 1960, meski terbatas bagi kalangan penyelam Angkatan Laut yang mengalami dekompresi, akibat penurunan tekanan yang terlampau cepat dari bawah ke permukaan air. Gejala dekompresi antara lain nyeri di seluruh tubuh; pusing, kehilangan orientasi.

Dalam perkembangannya terapi oksigen dipakai untuk mengatasi penyakit seperti luka, gas gangren pada diabetes, sampai stroke. Saat ini, RSAL Mintoharjo memiliki fasilitas terapi oksigen dan melayani pasien dengan berbagai keluhan maupun orang yang ingin memelihara kondisi tubuh agar tetap prima, meski tanpa keluhan sedikit pun.

Terapi ini juga bisa diperoleh di beberapa klinik, antara lain Klinik Velda di Jakarta Utara yang khusus menangani stroke, dan Klinik Longlife di Depok Town Square. Namun, alat yang dipakai berbeda dengan yang ada di rumah sakit.

Alat OXI


Terapi oksigen bisa dilakukan dengan beberapa cara. Ada yang menggunakan terapi hidrogen peroksida. Ada yang berupa terapi oksigen hiperbarik atau memakai gas pada tekanan tinggi, sehingga meningkatkan jumlah total oksigen dalam tubuh. Ada juga yang menggunakan terapi ozon. Ini adalah gabungan terapi oksidasi dan oksigenasi.

Terapi oksigen yang pernah dilakukan dan masih berlangsung antara lain lewat makanan atau minuman. Ionisasi oksigen dengan kedua muatan positif dan negatif dilakukan dengan cara melarutkannya dalam minuman atau air biasa.

Ada juga yang menggunakan oksigen yang dihirup. Beberapa oksigen dalam kemasan tabung kecil dijual di apotek-apotek dan bisa digunakan di mana saja serta kapan saja Anda butuhkan.

Satu alat baru yang disebut OXI pun muncul. Alat yang disebut Oxygen Concentration 7f-3 ini merupakan produk yang dapat menghasilkan 93 persen oksigen murni di rumah kita.

Dengan memanfaatkan udara sekitar, alat ini mengubahnya menjadi oksigen murni yang dapat dihirup melalui dua macam selang. Selang pertama dilengkapi dengan masker. Selang kedua berupa pipa intranasal (dimasukkan ke lubang hidung).

Ada dua alat yang diperkenalkan, bervolume tiga liter dan lima liter. Penggunaan alat dengan kompresor kapasitas tekanan udara lima liter harus berada dalam pengawasan dokter. Alat ini dijual untuk klinik dan tidak untuk perorangan atau kebutuhan rumah tangga. Sementara yang isi tiga liter bisa digunakan oleh siapa saja.

Dilengkapi dengan selang untuk mereka yang menderita asma, alat ini bisa digunakan setidaknya 30 menit dengan total penggunaan sampai 15.000 jam. Setelah itu, kompresor dan filternya harus diganti. Alat seharga Rp 12,5juta ini mudah dipindah karena memakai roda.

Penggunaannya pun tidak sulit. Cukup menghidupkan mesin, pasang selang (pilih yang menggunakan masker atau pipa kecil yang dimasukkan lubang hidung), atur volume udara yang hendak dimasukkan, mulai dari nol sampai lima liter. Kemudian rasakan segarnya oksigen masuk ke hidung Anda.

Penggunaan alat volume tiga liter bisa sampai berjam-jam, sehingga saat Anda tidur pun bisa menggunakannya. Tentu saja Anda perlu mengeluarkan alat ini bila berada dalam ruangan supaya udara yang ada di sekitar bisa diserap oleh alat ini,” kata Eddy Susanto, Kepala Seksi Penjualan OXI.

Lalu, dalam beberapa hari, rasakan perubahan yang terjadi dalam diri Anda. Tentu lebih sehat, ‘kan?
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.