• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Berita Belum Selesai Dugaan Suap di Kejati DKI, Muncul Kasus di Kejati Jabar

yan raditya

IndoForum Addict E
No. Urut
163658
Sejak
31 Jan 2012
Pesan
24.461
Nilai reaksi
72
Poin
48
Independensi institusi Kejaksaan sedang mendapat sorotan cukup besar, khususnya terkait keseriusan dalam pemberantasan korupsi.

Setidaknya, dalam waktu kurang dari dua pekan, sejumlah oknum jaksa di Kejaksaan Tinggi Jakarta dan Bandung harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kasus pertama yang melibatkan oknum jaksa terjadi saat KPK melakukan operasi tangkap tangan, Kamis (31/3/2016). Kasus ini melibatkan pejabat perusaaan milik BUMN yang sedang berperkara dengan jaksa.

Tiga orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, yakni Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko, Senior Manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno, dan seorang pihak swasta bernama Marudut, diduga berencana menyuap oknum jaksa di Kejati Jakarta.

Dari operasi tangkap tangan, penyidik KPK menemukan uang sebesar 148.835 dollar AS atau senilai Rp 1,9 miliar dari Dandung dan Marudut.

Diduga uang itu akan diberikan kepada oknum di Kejati DKI Jakarta, untuk menghentikan penyelidikan kasus korupsi yang ditangani lembaga itu.

Ada pun, perkara yang dimaksud yaitu penyelidikan terkait dugaan penyalahgunaan anggaran untuk pembuatan iklan di PT Brantas Abipraya (BA).

Direktur Keuangan PT BA Sudi Wantoko yang dijerat kejaksaan, diduga tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran itu.

Beberapa jam setelah dilakukan operasi tangkap tangan, penyidik KPK segera memeriksa Kepala Kejati DKI Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI, Tomo Sitepu.

KPK menduga keduanya mengetahui adanya upaya penghentian perkara PT BA di Kejati melalui uang suap.

Meski demikian, hingga saat ini KPK belum juga menetapkan tersangka selaku penerima suap dalam kasus tersebut.

Kejati Jabar

Belum selesai kasus di Kejati DKI, kasus yang melibatkan jaksa lainnya juga terjadi saat KPK melakukan operasi tangkap tangan, Senin (11/4/2016).

Kali ini, selain pemberi suap, KPK juga menetapkan dua jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sebagai penerima suap.

Penangkapan lebih dulu dilakukan terhadap Lenih Marliani, yang merupakan istri dari terdakwa kasus korupsi anggaran BPJS di Kabupaten Subang, bernama Jajang Abdul Kholik.

Ia ditangkap seusai memberikan sejumlah uang kepada Deviyanti Rochaeni, seorang Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

Uang tersebut diberikan secara langsung di ruang kerja Devi yang berlokasi di Lantai 4 Kantor Kejati Jabar.

Saat dilakukan penangkapan terhadap Devi, petugas KPK menemukan uang yang diduga hasil pemberian Lenih sebesar Rp528 juta.

Diduga, uang sebesar Rp528 juta tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Lenih dan Fahri Nurmallo (FN). Fahri adalah salah satu jaksa yang sebelumnya bertugas di Kejati Jabar.

Selain itu, Fahri merupakan ketua tim Kejati Jabar yang menangani kasus Jajang, suami Lenih. Namun, seminggu sebelum operasi tangkap tangan, Fahri sudah dimutasi ke Jawa Tengah.

Kemudian, masih pada hari yang sama, yakni pada pukul 13.40 WIB, berlokasi di Subang, Jawa Barat, penyidik KPK menangkap Bupati Subang, Ojang Sohandi.

KPK mendapat informasi bahwa uang Rp528 juta itu berasal dari Ojang. (

Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, uang tersebut diduga ditujukan untuk meringankan tuntutan terhadap Jajang, dalam kasus korupsi anggaran BPJS yang akan disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jawa Barat.

Selain itu, uang tersebut untuk mengamankan agar Ojang tidak tersangkut kasus hukum yang sama.

Belum steril

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, dua operasi tangkap tangan KPK yang melibatkan oknum kejaksaan membuktikan bahwa institusi penegak hukum tersebut belum steril dari praktik korupsi atau mafia peradilan.

"Pada sisi lain ini harus dianggap sebagai fungsi pengawasan di internal kejaksaan yang belum berjalan secara optimal sehingga kecolongan dengan dua kasus OTT yang dilakukan oleh KPK," ujar Emerson melalui keterangan tertulis, Selasa.

Emerson menambahkan, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo seharusnya meminta maaf atas kejadian yang mencoreng institusinya ini.

Bahkan, Emerson juga meminta Prasetyo mengundurkan diri. Sebab, Prasetyo dinilai gagal membina jajaran di bawahnya dan melakukan bersih-bersih Kejaksaan dari korupsi.


Jika Prasetyo enggan mundur, lanjut dia, maka Presiden Joko Widodo layak menjadikan kedua kasus ini sebagai bahan evaluasi untuk mengganti Prasetyo dengan figur yang lebih tepat.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.