• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Bagaimana Anda mengenal dan memeluk agama Buddha ?

ThirdEye

IndoForum Beginner E
No. Urut
44603
Sejak
27 Mei 2008
Pesan
478
Nilai reaksi
4
Poin
18
Mohon saudara di forum IF-Buddha untuk bisa berbagi dalam hal "Bagaimana Anda mengenal dan (sampai) memeluk agama Buddha"

Silahkan sharing pengalamannya.

Thanks
 
g sebenernya dari kecil udah mengenal agama buddha,
tapi karena dari sd sampe sma skul di katholik sempet mo pindah (pas smp)
siapa yang ga mao pindah kalo semua dosa2 bisa dihapuskan pada saat dibabtis dan pengampunan dosa? (sori yach bagi yang katholik kalo baca ini)
trus "kecelakaan" yang menguntungkan terjadi, suka ama cewe yang suka kebaktian (kata temen2 nya saat itu) trus akhirnya mulai deh ikut kebaktian... ternyata tuh cewe jarang banget nongol tapi malah dapet 1 kata dan 1 hukum yang membuat tetep di agama buddha sampe sekarang. kata2 tersebut adalah "EHIPASIKO" dan hukum tersebut adalah hukum karma tentunya, jadi dapet cewe gagal malah dapet dhamma....

jadi kesimpulannya, g beragama Buddha gara2 "cewe"...hehehe... boleh ga yach????
 
Saya akan bercerita:

Awalnya saya saya hanyalah pemeluk agama kong hu cu..
Kemudian setelah sma kelas 2, saya diajak saudara(paman) saya utuk masuk ke aliran sesat yaitu MLDD...(di daerah, bukan jakarta)
maksudnya sesat di sini... dapat dilihat dari pembabaran di bawah ini.

Setelah ritual sedikit, dan menuliskan nama serta data diri untuk di kirim ke surga... dan sedikit sumbangan... dan kata2 rahasia... jadilah saya anggota MLDD.
Setiap orang harus bertobat. itu kata awalnya.
Cara bertobatnya yaitu dgn cara nge-khui (pai2) sampe puluhan ribu kali, Memohon Maitreya untuk menyelamatkan kita dari jaman kekacauan.
Makin banyak nge-khui, makin baik.

Saya kira inilah ajaran buddha yg sesungguhnya... sebelumnya saya belum tahu ajaran Buddha Gautama.
Saya pernah bertanya, kok gambar/patung buddhanya beda dgn yg lain.
Mereka bilang seperti pemerintahan, pasti suatu kali terjadi pergantian presiden. Presiden Gautama sudah lengser dan di gantikan presiden Maitreya. Saya terima saja argumennya.

Kira2 4 tahun saya ikut MLDD... dan mulailah saya curiga...tidak ada ajaran yg bener2 memuaskan... Sebelumnya saya tidak tahu ajaran buddha dan meditasi.
Saya sangat bosan dgn cara yg ada di MLDD.

Kemudian saya ke jakarta.
Saya liat banyak sekali vihara2 buddha... dan setelah saya telaah.. ternyata tidak gambar/patung spt di MLDD.

Dan saya mulai ikut ritual2 di vihara2 buddha tsb.
Tapi mungkin lagi sial... yg saya ikuti itu juga ritual2 keagamaan.
Dan ini juga membuat saya bosan.

Dan saya juga berkunjung ke aliran2 spritual non-buddhist.
Saya tertarik meditasi... dan mempelajari filosi2nya.
dari aliran2 spritual itu, saya baru kenal apa dan siapa itu buddha.
Sebelumnya di MLDD, saya bahkan tidak kenal apa dan siapa itu buddha.
Dalam anggapan saya buddha hanya seorg pengajar agama atau mungkin dewa.

Ternyata di aliran2 spritual, mereka sangat menghormati buddha, mereka juga membahas ttg buddha. baru mata saya terbuka.
Tapi dipikiran saya, meditasi di buddhist hanya untuk bikhu.
Setelah saya cari2 informasi, barulah saya kemudian ikut meditasi buddhist dan kemudian memperdalam ajarannya serta di kombinasi dgn aliran2 spritual yg saya ikuti sampai sekarang.
Ternyata tidak ada perbedaan yg signifikan anatara ajaran buddha dan ajaran2 aliran spritual itu.
Dan saya bandingkan dgn ajaran di MLDD dgn aliran spritual yg saya pelajari.. ternyata tidak ada persamaan bahkan cenderung bertolak belakang secara prinsip.

Intinya saya kenal agama buddha dari aliran2 spritual non buddhist.... bukan dari MLDD, yg mengaku itu aliran buddha.
ironis banget ya..

sekian.
 
kalau saya...saya sudah cerita kan...hehehe...

sama saja dengan saya..dulu sebelum mengenal buddha gotama
se-waktu masih MLDD(sory yah user MLDD / IKT)...hanya berusaha menceritakan saja...tidak ada maksud menghina.
tapi sebelum MLDD saya sempat masuk kristen selama 3 tahun.
karena melihat adanya persamaan antara MLDD dengan kristen..makanya saya masuk MLDD coba-coba...yah kurang lebih 1 tahun.

saya bahkan tidak tahu kalau buddha itu lahir di india.
saya hanya tahu kalau buddha itu lahir di cina dan asal agama buddha adalah cina.
saya bahkan mengira seorang buddha adalah UTUSAN/NABI dari TUHAN...
terus...
dengan bangganya berani berdebat dengan seorang bikhu sangha....hasilnya...tahu sendiri kan...^^...malu cok.
anak TK ngajar profesor gitu loh...
 
marcedes;834478 saya bahkan tidak tahu kalau buddha itu lahir di india. saya hanya tahu kalau buddha itu lahir di cina dan asal agama buddha adalah cina. [/QUOTE berkata:
Sama dengan saya..
bahkan saya tidak terima, kalo buddha lahir di india...
 
Ternyata banyak juga temen2 kita yang "kecewa" dengan aliran MLDD/IKT....

Saya juga mau sharing...keluarga saya ada sebagian yang menjadi pemeluk IKT. Saya juga sebenarnya thn 1997 udah didaftarin di surga alias "khai kuang"....tapi karena dulu tidak mengerti sama sekali (yg paling tepatnya tidak diberi penjelasan oleh mereka) pernah saya ikut temen ke vihara maitreya yg lain yg saya pikir adalah sama, ternyata sampai disana ada upacara pendaftaran di surga atau "khai kuang". Saya ditanya oleh pengurus vihara tsb apakah saya sudah pernah khai kuang, lantas aja saya bilang udah wong emang kenyataannya udah kok. Trus mereka nanya dimana saya dulu khai kuang dan saya juga memberitahu nama dan tempat fo thangnya.
Dan kata mereka khai kuang di fothang tsb beda dengan disini, jadi saya harus di khai kuang lagi. Dengan culun dan begonya saya mau aja di khai kuang lagi.

Setelah upacara selesai maka kami pun diberi hidangan berupa makanan kecil dan buah2an serta dengan sopannya para umat disana mengajak kami berbincang2 sambil mengatakan kalo besok2 ke fothang disini aja karena beda dengan yang disana. Karena udah di khai kuang disini maka harus kesini gak boleh kesana lagi.......

???????????SORRY....OUT OF TOPIC....MODERATOR : boleh gak buka topic baru dengan judul : kisah nyata /sharing dengan orang2 yang pernah "kecewa" dengan MLDD/IKT

Thanks.....
 
Saya dibesarkan di dalam lingkungan kong Hu Cu/tradisi leluhur, saya mengenal agama Buddha sejak SD kelas V dan kebetulan disekolah mengajarkan pendidikan agama Buddha,pada waktu itu tidak mengerti apa itu agama Buddha ,cuma tahu dari orang tua,sembahyang pakai dupa, bakar kertas sembahyang ,Tang Ki ,tradisi-tradisi namun sejak SMP diajak teman ke Vihara baru mengerti mana yang Kong Hu Cu dan mana yang tradisi, image orang tua kalau kita ke vihara ,entar pasti jadi Bhikkhu( pandangan keliru sampai sekarang punya masih ada yang berpikir begitu). Dan divisudhi di Vihara setempat.
 
Ternyata banyak juga temen2 kita yang "kecewa" dengan aliran MLDD/IKT....

Saya juga mau sharing...keluarga saya ada sebagian yang menjadi pemeluk IKT. Saya juga sebenarnya thn 1997 udah didaftarin di surga alias "khai kuang"....tapi karena dulu tidak mengerti sama sekali (yg paling tepatnya tidak diberi penjelasan oleh mereka) pernah saya ikut temen ke vihara maitreya yg lain yg saya pikir adalah sama, ternyata sampai disana ada upacara pendaftaran di surga atau "khai kuang". Saya ditanya oleh pengurus vihara tsb apakah saya sudah pernah khai kuang, lantas aja saya bilang udah wong emang kenyataannya udah kok. Trus mereka nanya dimana saya dulu khai kuang dan saya juga memberitahu nama dan tempat fo thangnya.
Dan kata mereka khai kuang di fothang tsb beda dengan disini, jadi saya harus di khai kuang lagi. Dengan culun dan begonya saya mau aja di khai kuang lagi.

Setelah upacara selesai maka kami pun diberi hidangan berupa makanan kecil dan buah2an serta dengan sopannya para umat disana mengajak kami berbincang2 sambil mengatakan kalo besok2 ke fothang disini aja karena beda dengan yang disana. Karena udah di khai kuang disini maka harus kesini gak boleh kesana lagi.......

???????????SORRY....OUT OF TOPIC....MODERATOR : boleh gak buka topic baru dengan judul : kisah nyata /sharing dengan orang2 yang pernah "kecewa" dengan MLDD/IKT

Thanks.....

santai aje.. thread ini emang buat santai2 kok ...
 
Saya terlahir dengan latar belakang multi ras. Kakek-nenek saya bahkan Muslim yang menjadi juru kampanye partai Masyumi di masanya. Ibu bapak saya praktis pemeluk Khong Hu CU. Khusus Bapak, bahkan latar belakang sekolah beliau yang tinggi dalam kesusastraan Cina, di hari tuanya beliau di daulat penduduk di kotaku sebagai orang yang membaca buku thong su dan ciam sie di sebuah kelenteng (Pek Khong Huoi). Saya sering terperangah pada anggapan orang atas kemampuan baca dan agama bapak saya yang diceritakan orang lain, bahkan saat ketemu dengan orang-orang dari luar kota. Karena dalam keluarga, aku melihat bapakku biasa-biasa saja.

Ibu asli lahir dari Tiongkok. Demikian juga Akong dan Ama dari pihak ibu. Semuanya asli dari Cina Daratan. Hanya Ibu yang akhirnya mengurus SKBRI. Kakekku Batak dengan marga Lubis, nenekku seorang Jawa, dan ibuku adalah etnis Cina.

Sejak kecil, aku dididik dalam keagamaan Khong Hu Cu dan Taoisme. Sampai sekarang tradisi Khong Hu Cu dan Taoisme masih saya jalankan sementara saya merasa sebagai pemeluk Buddha.

Dari SD (saya di sekolah negri) sampai SMP, agama yang saya tekuni adalah Kristen. Tidak peduli Katolik atau Protestan, saya saat itu Kristen. Melakukan kebaktian tiap minggu di gereja yang pindah-pindah. Saya tidak mau terikat pada satu gereja. Dari HKBP, Methodist, GBKP dll... Di Sekolah Minggu, saya juga sudah capek dicekoki dengan berdosanya menjalankan tradisi-tradisi Khong Hu Cu dan Taoisme. Diantaranya membakar kertas, menyembah patung dan menyembah api. Itu berusaha didogmakan kepada saya. Namun, tahun 1990, agaknya saya memang mempunyai jodoh pada agama Buddha.

Saya masuk ke sekolah swasta yang mayoritas siswa-siswinya adalah etnis Cina. Di sini pluralitas saya rasakan. Di sini, entah apa yang menggerakkan saya untuk menuliskan Buddha sebagai agamaku. Dan, aku mulai mendapat pendidikan agama Buddha. Yang seakan menjungkir balikkan apa-apa yang kuketahui dari pelajaran agama yang sebelumnya banyak aku dapat (Islam maupun Kristen serta Khong Hu Cu dan Toisme). Ibu Sri Hartati, mungkin orang paling berjasa dalam memperkenalkan aku pada Buddha Dhamma. Kemudian aku juga teringat pada Romo Miskam yang (hahahaha saya tersenyum mengingat ini) justru sering 'berantem' dengan aku atas apa yang boleh dan tidak boleh.

Tahun pertama si SMA yang memberikan aku perkenalan dengan agama Buddha adalah tahun paling berat. Kenyataan dalam agama Buddha bahwa seperti Tuhan yang sudah terdogma dikepala ternyata tidak ada, sempat membuat aku bimbang. Apakah ini bukan ajaran Iblis? Apakah ini kedurjanaan dalam kedok malaikat? (aku terpengaruh religi Abrahamic waktu itu).

Hapalan dalam bahwa Sansekerta dan Pali, praktis menjadi bagian paling sulit aku ingat. Aku terbiasa dengan sebutan dalam bahasa latin ataupun Yunani, bahkan bagiku lebih mudah mengingat sebuah istilah dalam bahsa Arab atau Ibrani. Makanya, Thanks juga kepada Sinthung yang kutipan-kutipan dalam bahasa Pali atau Sansekertanya selalu diikuti dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia.

Selesai masalah keimanan dan bahasa, muncul sebuah fase saat aku merasa seperti dikelabuhi. Maksudku begini. Aku sangat tertarik pada ajaran agama lain yang baru pertama kali aku sadari ini, agama Buddha. Aku tertarik setengah mati. Lalu, suatu hari, aku diajak seorang teman ke Vihara Sila M. Sempat tidak tahu sama sekali ajaran apa yang saya dapat. Hanya perlahan, muncul kontradiksi antara apa yang saya dapat di bangku sekolah, dengan hal-hal yang diajarkan di Vihara ini. Terlebih yang tidak bisa saya terima adalah mengenai 5 kata yang tidak boleh diberitahukan kepada siapapun, termasuk orang tua, ibu bapak saya. Disitu saya putuskan. Ini tidak benar. Dan sepertinya bukan jodoh. Saat itu dan sampai sekarang, orang tua saya adalah Tuhan saya. Yang bisa saya ingat, yang bisa saya rasakan kasih dan cinta mereka, yang bisa saya raba, pegang, nyata, tidak berupa angan-angan, bahkan setelah mereka tidak lagi bersama saya di kehidupan saya sekarang.

Saya aktif di SMA, baik di Osis maupun di Vihara Buddha di kota saya. Oh, yah.... saya bergabung ke Vihara Buddha Buddhayana yang ada di kota saya setelah kejadian tidak mengenakkan itu. Disinilah saya aktif dalam banyak kegiatan yang brhubungan dengan Buddha Dharma. Romo Miskam, Thamrin, kemudian ada 2 orang lagi romo dari Sibolga yang kerap berkomunikasi dengan saya, boleh dibilang mereka ini orang-orang yang berjasa membuka pikiran saya akan Buddha Dhamma dengan cara debat, yang tidak jarang sampai terjadi debat kusir.... walau tidak sampai bunuh-bunuhan, hehehe....

Era SMA ini adalah era paling kuat saya dalam mencoba mengerti Buddha Dharma, baik Theravada, Mahayana maupun Tantrayana. Saya bahkan 2 periode terpilih menjadi Ketua Muda Mudi Vihara. Itu terjadi di kelas 2 dan 3. Tidak menjadi ketua umum. Tapi menjadi Tim Ketua. Dan terus terang, karena tidak begitu mengerti akan Buddha Dharma. Tidak begitu paham akan cerita-cerita Buddhis yang banyaknya tidak ketulungan. Tidak hapal istilah-istilah keagamaan dalam bahasa Sansekerta atau Pali, apalagi Mandarin. Pemahaman saya pada Buddha Dharma justru tumbuh seperti ini. Saya mengerti apa yang saya maksudkan, tapi kesulitan kalau mencari padanannya dalam bahasa Sankrit, Pali atau Mandarin. Bagi saya itu hanya istilah. Yang bisa jadi sebenarnya lebih komunikatif bila ada bahasa Indonesianya. Walau tidak semua istilah bisa di Indonesiakan. Misal kata 'SILA' yang bahkan oleh pendiri negri ini diartikan sebagai 'Dasar'. Dalam agama Buddha tentu pengertian 'Dasar' ini menjadi terlalu sempit. SIla memiliki arti yang lebih luas. Itu contoh dari apa yang saya maksudkan.

Era, kuliah. Saya di Medan. USU. Disini saya sempat berkenalan dengan Bhante Jinadammo kemudian berteman dengan almarhum Bhante Nanda yang sudah meninggal dunia saat dalam tugas kunjungan ke Aceh, karena mobilnya bertabrakan. Sempat juga mencoba untuk belajar meditasi dengan serius. Tapi terrible. Saya tidak sanggup. Pikiran saya masih terlalu liar. Imajinasi saya sangat-sangat susah dikendalikan. Mungkin ini karena saya orang yang kreatif, seniman gila yang punya banyak sekali rahula-rahula yang mengekang saya.

Lalu keyakinan saya bermetafora lagi. Saya berpegang pada Jalan Tengah yang diajarkan Sang Buddha. Saya memiliki kehidupan nyata. banyak sekali keterbatasan yang mau tidak mau saya harus sadari harus saya hadapi dalam menjalankan jalan tengah yang saya pilih. Kalau diingat-ingat, saya suka tersenyum sewaktu kenangan waktu saya masih kecil dulu ikutan belajar 'ngaji' dengan teman-teman Muslim. Atau menjadi salah seorang yang melakukan liturgi waktu perayaan Natal di sekolah maupun di gereja Methodist.

Dan, ini memang gambaran hidup. Tanpa itu semua, mungkin dangkalnya pengetahuan saya akan Buddha Dharma bisa menjadi goyah dengan gampang. Tapi, pengalaman hidup dengan latar belakang yang multi etnis, multi faith ini, akhirnya justru memperkuat keyakinan/sadda saya pada Buddha Dharma. Masih ingat pesan Bhante Jinadammo dulu pada saya waktu saya tamat kuliah dan mencari peruntungan kerja di Aceh. Bahwa saya akan kesulitan ke Vihara, bahwa saya akan mendapat curahan Dhamma justru dari pemikiran sendiri dan buku-buku yang saya baca. Tidak hanya buku-buku Buddha, tetapi juga buku dari aliran kepercayaan, agama apa saja yang saya baca.

Dan Bhante benar dalam hal ini. Saya merasa bahagia dengan keyakinan yang saya anut sekarang. Saya Buddhis. Saya tahu apa yang saya cari dalam agama Buddha. Saya tidak tahu banyak istilah. Saya tahu apa maksud dari istilah istilah tersebut ketika dijabarkan. Saya tidak fanatik. Saya menghargai pluralitas. Saya menghargai sains. Saya lebih suka menyadari perbedaan-perbedaan dari macam-macam agama dan keyakinan yang ada, dari pada membohongi logika dan nalar saya dengan bertekad menyatakan semua agama adalah sama. Dengan menyadari perbedaan, saya bisa memahami perbedaan tersebut. Bila saya terjebak pada ambisi persamaan. Mungkin saya akan protes bila melihat ternyata faktanya berbicara berbeda.

Rasanya sudah panjang banget yah.....

Makasih kalau tidak ngantuk saat membacanya, hehehe...
 
ikutan ah..

saya lahir di keluarga yg berlatar belakang kong hu cu..
Yg mempercayai dewa dewi, juga mempercayai Buddha sebagai dewa tertinggi dalam tingkatan tertinggi..dan juga hukum KARMA

Namun, semenjak smp karena saya sekolah di skolah Kristen, saya belajar banyak tentang Agama Kristen, dan mau tdk mau ke Gereja utk mendengarkan ceramah tiap minggunya..(demi nilai2 di sekolah)

Kebetulan saya sndiri tidak begitu tertarik dgn agama yg satu ini, karena tiap x mereka slalu saja berusaha menggembar gemborkan agama mereka dan merusaha memojokkan agama lain..

Kemudian di SMA saya mulai membaca tentang spiritual, dan ke universalan agama..saya tergugah membaca tulisan2 Anand Krishna..Darisana saya mendapat pemahaman kalo agama itu semuanya sama..mereka menunjuk pada Tuhan yg sama..namun cara2 yg berbeda..

Saya meyakini hal itu..

Kemudian mulai di bangku kuliah, saya membaca2 tentang Buddhisme, terutama Theravada..sangat menarik..
Karena apa yg saya baca tentang spiritual itu sangat sesuai dgn apa yg Buddha ajarkan. Namun saya begitu kaget begitu membaca tulisan tentang ANATTA..

Anatta ini yg sangat sulit saya pahami, bahkan membuat saya bingung sendiri..
rasanya smua yg saya terima..mulai dari kecil sampai SMA..dari aliran2 spritual, agama2..
Tidak pernah ada yg menulis begini..

Tidak ada yg menulis bahwa tidak adanya diri / roh dalam manusia..
Hanya Buddha yg mengatakan hal semacam itu..
saya mulai goyah..

Dalam benak..Jgn2 Theravada ini ajaran yg dikatakan orang Hinayana ? Sehingga tidak komplit / memaknai Dhamma dgn lebih sempit daripada aliran lain.. ?

Dalam kebingungan ini, saya berusaha mencari "penghubung" smua pengetahuan saya yg telah saya anggap benar dgn konsep ANATTA ini, saya sempat memaknai

Kalo Buddha menyebut ANATTA = tidak adanya diri pribadi (EGO), karena kita smua pada dasarnya adalah 1..tapi tetap saja kita memiliki Roh..

Tetapi setelah saya membaca tulisan Singthung ( thx ), bahwa ANATTA disni bukan hanya berati EGO, tapi juga roh / entity lain dalam diri manusia, saya mulai menghapus pandangan itu..

Hanya tetap saja, sampai saat ini..sangat sulit utk benar2 mempercayai itu...
Namun saya berpendapat daripada sekedar mendengar dan mempercayai, saya pikir ada baiknya saya membuktikan kebenaran itu sendiri... (yg entah bagaimana caranya) /hmm
 
Ibu Sri Hartati, mungkin orang paling berjasa dalam memperkenalkan aku pada Buddha Dhamma. Kemudian aku juga teringat pada Romo Miskam yang (hahahaha saya tersenyum mengingat ini) justru sering 'berantem' dengan aku atas apa yang boleh dan tidak boleh.
ibu Sri Hartati?....yang punya PRJ itu ya?
 
kalo aku sih emang keturunan cina jdnya agama konghucu udah melekat dr kecil ampe skr.
bahkan walaupun aku dah mengenal buddha tp ttp aja msh ikut tradisi2 sembahyang dirumah ya kyk sembayang buah wktu mau sincia :D
kalo mengenal agama Buddha yg sesunggunya pas SD kelas 3 deh kalo gak salah.
aku diajakin temen ke vihara ya udah aku ikut,ampe ikut sekolah minggu.
itu aliran buddha maitreya,skr mulai belajar aliran mahayana.

tp jujur aku jg gak gt terlalu mengerti ttg agama Buddha,msh perlu pencerahan /hmm
 
ikutan ah..

saya lahir di keluarga yg berlatar belakang kong hu cu..
Yg mempercayai dewa dewi, juga mempercayai Buddha sebagai dewa tertinggi dalam tingkatan tertinggi..dan juga hukum KARMA

Namun, semenjak smp karena saya sekolah di skolah Kristen, saya belajar banyak tentang Agama Kristen, dan mau tdk mau ke Gereja utk mendengarkan ceramah tiap minggunya..(demi nilai2 di sekolah)

Kebetulan saya sndiri tidak begitu tertarik dgn agama yg satu ini, karena tiap x mereka slalu saja berusaha menggembar gemborkan agama mereka dan merusaha memojokkan agama lain..

Kemudian di SMA saya mulai membaca tentang spiritual, dan ke universalan agama..saya tergugah membaca tulisan2 Anand Krishna..Darisana saya mendapat pemahaman kalo agama itu semuanya sama..mereka menunjuk pada Tuhan yg sama..namun cara2 yg berbeda..

Saya meyakini hal itu..

Kemudian mulai di bangku kuliah, saya membaca2 tentang Buddhisme, terutama Theravada..sangat menarik..
Karena apa yg saya baca tentang spiritual itu sangat sesuai dgn apa yg Buddha ajarkan. Namun saya begitu kaget begitu membaca tulisan tentang ANATTA..

Anatta ini yg sangat sulit saya pahami, bahkan membuat saya bingung sendiri..
rasanya smua yg saya terima..mulai dari kecil sampai SMA..dari aliran2 spritual, agama2..
Tidak pernah ada yg menulis begini..

Tidak ada yg menulis bahwa tidak adanya diri / roh dalam manusia..
Hanya Buddha yg mengatakan hal semacam itu..
saya mulai goyah..

Dalam benak..Jgn2 Theravada ini ajaran yg dikatakan orang Hinayana ? Sehingga tidak komplit / memaknai Dhamma dgn lebih sempit daripada aliran lain.. ?

Dalam kebingungan ini, saya berusaha mencari "penghubung" smua pengetahuan saya yg telah saya anggap benar dgn konsep ANATTA ini, saya sempat memaknai

Kalo Buddha menyebut ANATTA = tidak adanya diri pribadi (EGO), karena kita smua pada dasarnya adalah 1..tapi tetap saja kita memiliki Roh..

Tetapi setelah saya membaca tulisan Singthung ( thx ), bahwa ANATTA disni bukan hanya berati EGO, tapi juga roh / entity lain dalam diri manusia, saya mulai menghapus pandangan itu..

Hanya tetap saja, sampai saat ini..sangat sulit utk benar2 mempercayai itu...
Namun saya berpendapat daripada sekedar mendengar dan mempercayai, saya pikir ada baiknya saya membuktikan kebenaran itu sendiri... (yg entah bagaimana caranya) /hmm

caranya meditasi akan lebih memahami Anatta(tanpa inti/roh).
 
ibu Sri Hartati?....yang punya PRJ itu ya?

PRJ itu apa bro? saya hanya ingat dia ngajar saya pas kelas 1 SMA. kelas dua, beserta Romo Miskam dia sudah tidak mengajar di SMA saya lagi. Dan, maaf bukan untuk menyudutkan, hal ini terjadi karena di semester 3 sampai 6 yayasan sekolah (SMA) saya dikuasai oleh orang-orang dari Vihara M. Jadi, sampai guru-guru agamapun diganti. Romo Miskam bertahan di kotaku. Dia sempat sangat susah aku rasa, karena praktis hanya bergantung pada belas kasihan umat, serta melakukan pelamaran pekerjaan disana-sini dan tinggal di Vihara Buddhayana. Akhirnya beliau menjadi pegawai negri. Dan sampai sekarang saya tetap berhubungan baik dengan beliau.

Sementara Ibu Sri Hartati. Mulai semester 3 praktis sudah hilang kontak dengan kami murid-muridnya di sini. Jadi, kalau sdr. Merce kenal.... wah... saya senang sekali. Gak tahu, apa ibu Sri ingat dengan saya atau tidak. Dan, masih banyak kemungkinan kalau ini orang yang berbeda.... ciri-ciri beliauwati (hehehe... kan cewek) adalah (dulu yah) rambut sebahu, muka cenderung bulat oval, tubuh semampai, sekitar 150 cm, mata besar dan sedikit galak kalau ngajar, dengan bahasa Indonesia yang medok sekali Jawanya.
 
Siti Hartati Murdaya, Ketua Umum Walubi atau Hartati yang lain???.

Kalau itu, jelas beda orang, bukan Sri Hartati yang Walubi deh....
Kalau mau dibongkar-bongkar arsip-srsip photo lama, bisa ketemu, dan saya bisa scan. Cuman... apakah etis bila dimasukkan ke forum ini tanpa seizin beliau?

Untuk, momod.... maaf sekali kelihatannya jadi double post nih. Sewaktu saya jawab Mercedes, sepertinya Sinthung bersamaan waktu postingnya dengan saya. Jadi, pas Sinthung posting tentang ibu Sri Hartati, saya sedang menuliskan jawaban untuk Mercedes. Lalu, setelah saya selesai posting balasan untuk Mercedes, sudah muncul jawaban Sinthung.

Maaf sekali. Saya berusaha untuk menghapus postingan kepada Sinthung ini, dengan fasilitas Edit, tapi tidak bisa ternyata. Maksud saya, saya mau gabungkan jawaban ini ke dalam postingan yang saya tujukan untuk Mercedes.

salam
 
Saya terlahir dengan latar belakang multi ras. Kakek-nenek saya bahkan Muslim yang menjadi juru kampanye partai Masyumi di masanya. Ibu bapak saya praktis pemeluk Khong Hu CU. Khusus Bapak, bahkan latar belakang sekolah beliau yang tinggi dalam kesusastraan Cina, di hari tuanya beliau di daulat penduduk di kotaku sebagai orang yang membaca buku thong su dan ciam sie di sebuah kelenteng (Pek Khong Huoi). Saya sering terperangah pada anggapan orang atas kemampuan baca dan agama bapak saya yang diceritakan orang lain, bahkan saat ketemu dengan orang-orang dari luar kota. Karena dalam keluarga, aku melihat bapakku biasa-biasa saja.

Ibu asli lahir dari Tiongkok. Demikian juga Akong dan Ama dari pihak ibu. Semuanya asli dari Cina Daratan. Hanya Ibu yang akhirnya mengurus SKBRI. Kakekku Batak dengan marga Lubis, nenekku seorang Jawa, dan ibuku adalah etnis Cina.

Sejak kecil, aku dididik dalam keagamaan Khong Hu Cu dan Taoisme. Sampai sekarang tradisi Khong Hu Cu dan Taoisme masih saya jalankan sementara saya merasa sebagai pemeluk Buddha.

Dari SD (saya di sekolah negri) sampai SMP, agama yang saya tekuni adalah Kristen. Tidak peduli Katolik atau Protestan, saya saat itu Kristen. Melakukan kebaktian tiap minggu di gereja yang pindah-pindah. Saya tidak mau terikat pada satu gereja. Dari HKBP, Methodist, GBKP dll... Di Sekolah Minggu, saya juga sudah capek dicekoki dengan berdosanya menjalankan tradisi-tradisi Khong Hu Cu dan Taoisme. Diantaranya membakar kertas, menyembah patung dan menyembah api. Itu berusaha didogmakan kepada saya. Namun, tahun 1990, agaknya saya memang mempunyai jodoh pada agama Buddha.

Saya masuk ke sekolah swasta yang mayoritas siswa-siswinya adalah etnis Cina. Di sini pluralitas saya rasakan. Di sini, entah apa yang menggerakkan saya untuk menuliskan Buddha sebagai agamaku. Dan, aku mulai mendapat pendidikan agama Buddha. Yang seakan menjungkir balikkan apa-apa yang kuketahui dari pelajaran agama yang sebelumnya banyak aku dapat (Islam maupun Kristen serta Khong Hu Cu dan Toisme). Ibu Sri Hartati, mungkin orang paling berjasa dalam memperkenalkan aku pada Buddha Dhamma. Kemudian aku juga teringat pada Romo Miskam yang (hahahaha saya tersenyum mengingat ini) justru sering 'berantem' dengan aku atas apa yang boleh dan tidak boleh.

Tahun pertama si SMA yang memberikan aku perkenalan dengan agama Buddha adalah tahun paling berat. Kenyataan dalam agama Buddha bahwa seperti Tuhan yang sudah terdogma dikepala ternyata tidak ada, sempat membuat aku bimbang. Apakah ini bukan ajaran Iblis? Apakah ini kedurjanaan dalam kedok malaikat? (aku terpengaruh religi Abrahamic waktu itu).

Hapalan dalam bahwa Sansekerta dan Pali, praktis menjadi bagian paling sulit aku ingat. Aku terbiasa dengan sebutan dalam bahasa latin ataupun Yunani, bahkan bagiku lebih mudah mengingat sebuah istilah dalam bahsa Arab atau Ibrani. Makanya, Thanks juga kepada Sinthung yang kutipan-kutipan dalam bahasa Pali atau Sansekertanya selalu diikuti dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia.

Selesai masalah keimanan dan bahasa, muncul sebuah fase saat aku merasa seperti dikelabuhi. Maksudku begini. Aku sangat tertarik pada ajaran agama lain yang baru pertama kali aku sadari ini, agama Buddha. Aku tertarik setengah mati. Lalu, suatu hari, aku diajak seorang teman ke Vihara Sila M. Sempat tidak tahu sama sekali ajaran apa yang saya dapat. Hanya perlahan, muncul kontradiksi antara apa yang saya dapat di bangku sekolah, dengan hal-hal yang diajarkan di Vihara ini. Terlebih yang tidak bisa saya terima adalah mengenai 5 kata yang tidak boleh diberitahukan kepada siapapun, termasuk orang tua, ibu bapak saya. Disitu saya putuskan. Ini tidak benar. Dan sepertinya bukan jodoh. Saat itu dan sampai sekarang, orang tua saya adalah Tuhan saya. Yang bisa saya ingat, yang bisa saya rasakan kasih dan cinta mereka, yang bisa saya raba, pegang, nyata, tidak berupa angan-angan, bahkan setelah mereka tidak lagi bersama saya di kehidupan saya sekarang.

Saya aktif di SMA, baik di Osis maupun di Vihara Buddha di kota saya. Oh, yah.... saya bergabung ke Vihara Buddha Buddhayana yang ada di kota saya setelah kejadian tidak mengenakkan itu. Disinilah saya aktif dalam banyak kegiatan yang brhubungan dengan Buddha Dharma. Romo Miskam, Thamrin, kemudian ada 2 orang lagi romo dari Sibolga yang kerap berkomunikasi dengan saya, boleh dibilang mereka ini orang-orang yang berjasa membuka pikiran saya akan Buddha Dhamma dengan cara debat, yang tidak jarang sampai terjadi debat kusir.... walau tidak sampai bunuh-bunuhan, hehehe....

Era SMA ini adalah era paling kuat saya dalam mencoba mengerti Buddha Dharma, baik Theravada, Mahayana maupun Tantrayana. Saya bahkan 2 periode terpilih menjadi Ketua Muda Mudi Vihara. Itu terjadi di kelas 2 dan 3. Tidak menjadi ketua umum. Tapi menjadi Tim Ketua. Dan terus terang, karena tidak begitu mengerti akan Buddha Dharma. Tidak begitu paham akan cerita-cerita Buddhis yang banyaknya tidak ketulungan. Tidak hapal istilah-istilah keagamaan dalam bahasa Sansekerta atau Pali, apalagi Mandarin. Pemahaman saya pada Buddha Dharma justru tumbuh seperti ini. Saya mengerti apa yang saya maksudkan, tapi kesulitan kalau mencari padanannya dalam bahasa Sankrit, Pali atau Mandarin. Bagi saya itu hanya istilah. Yang bisa jadi sebenarnya lebih komunikatif bila ada bahasa Indonesianya. Walau tidak semua istilah bisa di Indonesiakan. Misal kata 'SILA' yang bahkan oleh pendiri negri ini diartikan sebagai 'Dasar'. Dalam agama Buddha tentu pengertian 'Dasar' ini menjadi terlalu sempit. SIla memiliki arti yang lebih luas. Itu contoh dari apa yang saya maksudkan.

Era, kuliah. Saya di Medan. USU. Disini saya sempat berkenalan dengan Bhante Jinadammo kemudian berteman dengan almarhum Bhante Nanda yang sudah meninggal dunia saat dalam tugas kunjungan ke Aceh, karena mobilnya bertabrakan. Sempat juga mencoba untuk belajar meditasi dengan serius. Tapi terrible. Saya tidak sanggup. Pikiran saya masih terlalu liar. Imajinasi saya sangat-sangat susah dikendalikan. Mungkin ini karena saya orang yang kreatif, seniman gila yang punya banyak sekali rahula-rahula yang mengekang saya.

Lalu keyakinan saya bermetafora lagi. Saya berpegang pada Jalan Tengah yang diajarkan Sang Buddha. Saya memiliki kehidupan nyata. banyak sekali keterbatasan yang mau tidak mau saya harus sadari harus saya hadapi dalam menjalankan jalan tengah yang saya pilih. Kalau diingat-ingat, saya suka tersenyum sewaktu kenangan waktu saya masih kecil dulu ikutan belajar 'ngaji' dengan teman-teman Muslim. Atau menjadi salah seorang yang melakukan liturgi waktu perayaan Natal di sekolah maupun di gereja Methodist.

Dan, ini memang gambaran hidup. Tanpa itu semua, mungkin dangkalnya pengetahuan saya akan Buddha Dharma bisa menjadi goyah dengan gampang. Tapi, pengalaman hidup dengan latar belakang yang multi etnis, multi faith ini, akhirnya justru memperkuat keyakinan/sadda saya pada Buddha Dharma. Masih ingat pesan Bhante Jinadammo dulu pada saya waktu saya tamat kuliah dan mencari peruntungan kerja di Aceh. Bahwa saya akan kesulitan ke Vihara, bahwa saya akan mendapat curahan Dhamma justru dari pemikiran sendiri dan buku-buku yang saya baca. Tidak hanya buku-buku Buddha, tetapi juga buku dari aliran kepercayaan, agama apa saja yang saya baca.

Dan Bhante benar dalam hal ini. Saya merasa bahagia dengan keyakinan yang saya anut sekarang. Saya Buddhis. Saya tahu apa yang saya cari dalam agama Buddha. Saya tidak tahu banyak istilah. Saya tahu apa maksud dari istilah istilah tersebut ketika dijabarkan. Saya tidak fanatik. Saya menghargai pluralitas. Saya menghargai sains. Saya lebih suka menyadari perbedaan-perbedaan dari macam-macam agama dan keyakinan yang ada, dari pada membohongi logika dan nalar saya dengan bertekad menyatakan semua agama adalah sama. Dengan menyadari perbedaan, saya bisa memahami perbedaan tersebut. Bila saya terjebak pada ambisi persamaan. Mungkin saya akan protes bila melihat ternyata faktanya berbicara berbeda.

Rasanya sudah panjang banget yah.....

Makasih kalau tidak ngantuk saat membacanya, hehehe...

Pak Thamrin itu biasa disapa dengan A-Tham ya ??
 
oh,cuma nama saja yang sama...orang beda ^^
ibu Hartati yang di maksud @ rough... itu ngajar waktu di SMA semasa rough

sedangkan yang saya maksud itu KETUA UMUM WALUBI.
Siti Hartati Murdaya,
PRJ (Pekan Raya Jakarta)
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.