cks2809
IndoForum Junior D
- No. Urut
- 7702
- Sejak
- 9 Okt 2006
- Pesan
- 2.030
- Nilai reaksi
- 104
- Poin
- 63
MENANGKAP, MENJUAL dan MEMELIHARA SATWA LIAR DILINDUNGI
Adalah TINDAKAN MELANGGAR HUKUM
Apabila kita mendengar kata pelanggar hukum, hal yang terbentik dalam benak kita adalah bajingan, perampok, pencuri, penipu, koruptor dan berbagai kriteria orang yang kesemuanya berkonotasi negatif dan memalukan.
Kita sering melihat dan mendengar adanya kejadian dimana orang tua yang tidak lagi mengakui anaknya yang terlibat kasus perampokan, keluarga yang matian-matian menyembunyikan anaknya yang terlibat dalam pemakaian narkoba, atau seorang pejabat yang kemudian dipecat dan dikucilkan karena melakukan atau terlibat kasus korupsi.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Alasannya jelas, karena orang-orang tersebut dianggap melakukan aib berupa pelanggaran terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Lalu kalau kita berbicara tentang hukum, sejak SD kita sudah mengetahui bahwa Undang-undang yang diberlakukan dan sudah dimasukkan dalam lembar negara merupakan produk hukum yang harus ditaati oleh siapapun tanpa kecuali dan tanpa alasan atau dalih apapun.
Lalu kalau kita berbicara tentang pemelihara satwa yang dilindungi? Sangat ironis, bahwa dalam pandangan beberapa orang, seseorang yang memelihara satwa bahkan dipandang sebagai pribadi terhormat, melambangkan kegagahan, menaikkan gengsi, dll. Adalah suatu hal yang langka bila orang merasa berbuat aib dengan memelihara satwa dilindungi. Padahal orang tersebut nyata-nyata telah melanggar produk hukum setingkat undang-undang yang berlaku di Negara Indonesia tercinta ini. Dalam Pasal 21 Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya secara jelas disebutkan bahwa setiap orang dilarang menangkap, membunuh, memelihara atau memperjual belikan satwa yang dilindungi. Dan pada pasal 40 secara rinci juga disebutkan sanksi bagi pelanggarnya yaitu berupa penjara maksimal 5 (lima) tahun dan denda maksimal 100 juta rupiah. Jadi merupakan suatu kejadian yang aneh bin ajaib bila terhadap penjual atau pemelihara satwa dilindungi tidak diberlakukan sanksi hukum seperti halnya terhadap pencuri, atau koruptor padahal mereka sama-sama melanggar Undang-undang.
Akibat pandangan masyarakat tersebut kita dapat melihat di berbagai sudut kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, dll. masih marak adanya perdagangan satwa dilindungi. Di setiap kota besar tersebut terdapat lebih dari satu lokasi perdagangan satwa, misalnya saja di Kota Bandung dan sekitarnya aktifitas ini dapat dijumpai di pasar burung Sukahaji, pelataran BIP, jalan Dr. Rivai, hingga toko-toko kecil penjual burung yang tersebar di kota Bandung. Sedikit di luar kota Bandung, yaitu di ruas jalan Bandung Sumedang, tepatnya di daerah Cadas Pangeran dikenal sebagai pusat penjualan jenis primata kukang. Di Jakarta lokasi yang terkenal dengan bisnis ini adalah pasar burung Jalan Barito dan Jalan Pramuka.
Hal yang menyedihkan adalah bahwa ternyata masyarakat sangat menaruh minat untuk memelihara satwa dilindungi di rumah mereka masing-masing. Besarnya minat masyarakat untuk membeli dan memelihara satwa liar langka/dilindungi dapat dilihat manakala kita melakukan pengamatan di pasar-pasar burung yang jarang sekali sepi pengunjung. Sebagai contoh apabila kita pergi ke pasar burung Sukahaji Bandung akan banyak dijumpai praktek tawar menawar dan jualbeli satwa liar langka/dilindung . Begitu pula dengan yang terjadi di pelataran muka gedung BIP Bandung, seringkali staf dan simpatisan KONUS melihat transaksi jual beli ilegal ini.
Lalu bagaimana tindakan aparat yang berwenang dalam menangani kasus ini? Adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahkan oleh aparat yang bersangkutan juga diakui (baca rangkaian Talkshow tentang konfiskasi) bahwa penegakan hukum untuk masalah yang satu ini memang belum segencar penegakan hukum untuk pelanggaran lainnya. Hal ini dapat dilihat dari minimnya penindakan terhadap pelaku pelanggaran dibandingkan dengan banyaknya kasus yang terjadi. Disamping itu sanksi yang diberikan juga relatif sangat ringan.
Masyarakat sampai saat ini masih banyak yang memberikan alasan bila dilakukan penyitaan terhadap satwa dilindungi yang dimilikinya. Berbagai alasan dijadikan sebagai dalih dan yang paling umum adalah bahwa mereka tidak tahu kalau satwa tersebut merupakan satwa dilindungi. Hal ini bisa saja hanya berupa dalih atau memang kenyataan sebenarnya. Pertimbangan inilah yang menjadikan pihak pemegang otoritas masih memberlakukan masa sosialisasi peraturan perundangan yang berkaitan dengan konservasi satwa dan tumbuhan dilindungi. Selama masa sosialisasi tersebut, masyarakat masih diberi kesempatan untuk menyerahkan satwa dilindungi yang dipeliharanya secara sukarela tanpa diberi sanksi hukum. Tetapi tentunya masa sosialisasi ini ada batas waktunya, setelah masa tersebut selesai, maka penegakan hukum harus diberlakukan kepada siapapun tanpa pandang bulu.
Kegiatan sosialisasi peraturan ini telah dan akan terus dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini Dephut/PHKA) bersama-sama dengan beberapa mitra kerjanya. KONUS yang merupakan salah satu lembaga mitra PHKA terus berupaya mensosialisasikan peraturan ini baik lewat media cetak maupun lewat aksi-aksi simpatik yang dilakukan di pusat kota Bandung dan sekitarnya.
Meskipun saat ini masih dalam masa sosialisasi tetapi terdapat juga perkecualian yang ditetapkan. Misalnya saja terhadap masyarakat yang memanfaatkan satwa liar dilindungi untuk bisnis (kebun binatang mini yang dikomersilkan) dan terhadap pedagang satwa liar yang jelas-jelas mengetahui satwa tersebut dilindungi. Untuk masyarakat yang termasuk kedua katagori diatas, telah dan akan terus dilakukan penegakan hukum yang lebih represif yaitu berupa penyitaan dan pemrosesan kasus secara hukum. Belum lama ini telah dilakukan tindakan penyitaan satwa liar dilindungi yang terdapat di kebun binatang mini milik pengusaha tempat rekreasi di Kawasan Bandung Utara. Penyitaan ini dilakukan oleh BKSDA dengan Kepolisian dengan bekerjasama dengan beberapa LSM (salah satunya KONUS).
Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam upaya menegakkan hukum yang berkaitan dengan Konservasi Satwa Liar. Itulah sebabnya judul tulisan ini sengaja kami buat demikian sebagai penegasan kembali bahwa memelihara dan memperdagangkan satwa liar dilindungi adalah pelanggaran hukum yang juga dapat diancam hukuman pidana. Hukum adalah ketentuan yang memaksa dan berlaku bagi semua orang tanpa kecuali. Semoga ini menjadikan kita faham dan mentaati hukum yang berlaku.
Adalah TINDAKAN MELANGGAR HUKUM
Apabila kita mendengar kata pelanggar hukum, hal yang terbentik dalam benak kita adalah bajingan, perampok, pencuri, penipu, koruptor dan berbagai kriteria orang yang kesemuanya berkonotasi negatif dan memalukan.
Kita sering melihat dan mendengar adanya kejadian dimana orang tua yang tidak lagi mengakui anaknya yang terlibat kasus perampokan, keluarga yang matian-matian menyembunyikan anaknya yang terlibat dalam pemakaian narkoba, atau seorang pejabat yang kemudian dipecat dan dikucilkan karena melakukan atau terlibat kasus korupsi.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Alasannya jelas, karena orang-orang tersebut dianggap melakukan aib berupa pelanggaran terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Lalu kalau kita berbicara tentang hukum, sejak SD kita sudah mengetahui bahwa Undang-undang yang diberlakukan dan sudah dimasukkan dalam lembar negara merupakan produk hukum yang harus ditaati oleh siapapun tanpa kecuali dan tanpa alasan atau dalih apapun.
Lalu kalau kita berbicara tentang pemelihara satwa yang dilindungi? Sangat ironis, bahwa dalam pandangan beberapa orang, seseorang yang memelihara satwa bahkan dipandang sebagai pribadi terhormat, melambangkan kegagahan, menaikkan gengsi, dll. Adalah suatu hal yang langka bila orang merasa berbuat aib dengan memelihara satwa dilindungi. Padahal orang tersebut nyata-nyata telah melanggar produk hukum setingkat undang-undang yang berlaku di Negara Indonesia tercinta ini. Dalam Pasal 21 Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya secara jelas disebutkan bahwa setiap orang dilarang menangkap, membunuh, memelihara atau memperjual belikan satwa yang dilindungi. Dan pada pasal 40 secara rinci juga disebutkan sanksi bagi pelanggarnya yaitu berupa penjara maksimal 5 (lima) tahun dan denda maksimal 100 juta rupiah. Jadi merupakan suatu kejadian yang aneh bin ajaib bila terhadap penjual atau pemelihara satwa dilindungi tidak diberlakukan sanksi hukum seperti halnya terhadap pencuri, atau koruptor padahal mereka sama-sama melanggar Undang-undang.
Akibat pandangan masyarakat tersebut kita dapat melihat di berbagai sudut kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, dll. masih marak adanya perdagangan satwa dilindungi. Di setiap kota besar tersebut terdapat lebih dari satu lokasi perdagangan satwa, misalnya saja di Kota Bandung dan sekitarnya aktifitas ini dapat dijumpai di pasar burung Sukahaji, pelataran BIP, jalan Dr. Rivai, hingga toko-toko kecil penjual burung yang tersebar di kota Bandung. Sedikit di luar kota Bandung, yaitu di ruas jalan Bandung Sumedang, tepatnya di daerah Cadas Pangeran dikenal sebagai pusat penjualan jenis primata kukang. Di Jakarta lokasi yang terkenal dengan bisnis ini adalah pasar burung Jalan Barito dan Jalan Pramuka.
Hal yang menyedihkan adalah bahwa ternyata masyarakat sangat menaruh minat untuk memelihara satwa dilindungi di rumah mereka masing-masing. Besarnya minat masyarakat untuk membeli dan memelihara satwa liar langka/dilindungi dapat dilihat manakala kita melakukan pengamatan di pasar-pasar burung yang jarang sekali sepi pengunjung. Sebagai contoh apabila kita pergi ke pasar burung Sukahaji Bandung akan banyak dijumpai praktek tawar menawar dan jualbeli satwa liar langka/dilindung . Begitu pula dengan yang terjadi di pelataran muka gedung BIP Bandung, seringkali staf dan simpatisan KONUS melihat transaksi jual beli ilegal ini.
Lalu bagaimana tindakan aparat yang berwenang dalam menangani kasus ini? Adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahkan oleh aparat yang bersangkutan juga diakui (baca rangkaian Talkshow tentang konfiskasi) bahwa penegakan hukum untuk masalah yang satu ini memang belum segencar penegakan hukum untuk pelanggaran lainnya. Hal ini dapat dilihat dari minimnya penindakan terhadap pelaku pelanggaran dibandingkan dengan banyaknya kasus yang terjadi. Disamping itu sanksi yang diberikan juga relatif sangat ringan.
Masyarakat sampai saat ini masih banyak yang memberikan alasan bila dilakukan penyitaan terhadap satwa dilindungi yang dimilikinya. Berbagai alasan dijadikan sebagai dalih dan yang paling umum adalah bahwa mereka tidak tahu kalau satwa tersebut merupakan satwa dilindungi. Hal ini bisa saja hanya berupa dalih atau memang kenyataan sebenarnya. Pertimbangan inilah yang menjadikan pihak pemegang otoritas masih memberlakukan masa sosialisasi peraturan perundangan yang berkaitan dengan konservasi satwa dan tumbuhan dilindungi. Selama masa sosialisasi tersebut, masyarakat masih diberi kesempatan untuk menyerahkan satwa dilindungi yang dipeliharanya secara sukarela tanpa diberi sanksi hukum. Tetapi tentunya masa sosialisasi ini ada batas waktunya, setelah masa tersebut selesai, maka penegakan hukum harus diberlakukan kepada siapapun tanpa pandang bulu.
Kegiatan sosialisasi peraturan ini telah dan akan terus dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini Dephut/PHKA) bersama-sama dengan beberapa mitra kerjanya. KONUS yang merupakan salah satu lembaga mitra PHKA terus berupaya mensosialisasikan peraturan ini baik lewat media cetak maupun lewat aksi-aksi simpatik yang dilakukan di pusat kota Bandung dan sekitarnya.
Meskipun saat ini masih dalam masa sosialisasi tetapi terdapat juga perkecualian yang ditetapkan. Misalnya saja terhadap masyarakat yang memanfaatkan satwa liar dilindungi untuk bisnis (kebun binatang mini yang dikomersilkan) dan terhadap pedagang satwa liar yang jelas-jelas mengetahui satwa tersebut dilindungi. Untuk masyarakat yang termasuk kedua katagori diatas, telah dan akan terus dilakukan penegakan hukum yang lebih represif yaitu berupa penyitaan dan pemrosesan kasus secara hukum. Belum lama ini telah dilakukan tindakan penyitaan satwa liar dilindungi yang terdapat di kebun binatang mini milik pengusaha tempat rekreasi di Kawasan Bandung Utara. Penyitaan ini dilakukan oleh BKSDA dengan Kepolisian dengan bekerjasama dengan beberapa LSM (salah satunya KONUS).
Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam upaya menegakkan hukum yang berkaitan dengan Konservasi Satwa Liar. Itulah sebabnya judul tulisan ini sengaja kami buat demikian sebagai penegasan kembali bahwa memelihara dan memperdagangkan satwa liar dilindungi adalah pelanggaran hukum yang juga dapat diancam hukuman pidana. Hukum adalah ketentuan yang memaksa dan berlaku bagi semua orang tanpa kecuali. Semoga ini menjadikan kita faham dan mentaati hukum yang berlaku.