• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Anak Divonis Buta Permanen, Guru Olahraga Gugat RSUD Sidoarjo

yan raditya

IndoForum Addict E
No. Urut
163658
Sejak
31 Jan 2012
Pesan
24.461
Nilai reaksi
72
Poin
48
7t4uE.jpg
Raja Bartolomeus Esa Putra, bayi empat bulan anak pasangan Aryawana Esa Putra dan Dwi Novita divonis buta permanen. Diduga, kebutaan bayi dari pasangan warga Perum Citra Garden, Kota Sidoarjo ini akibat kesalahan penanganan saat lahir di RSUD Sidoarjo.

Keluarga inipun berniat menggugat pihak rumah sakit dan mereka sudah menggandeng pengacara untuk mencari keadilan atas kejadian ini.

Aryawana menggandeng pengacara Sunarno Edy Wibowo untuk mendampingi dalam persoalan ini.
Dikisahkan, bayi itu lahir prematur saat berusia tujuh bulan dalam kandungan. Anak keempat Dwi Novita itu lahir dengan cara operasi Caesar di IGD RSUD Sidoarjo pada 25 September 2014.
"Yang menangani dokter Zaenul, dia dokter spesialias anak," kata Dwi Novita, saat di kantor pengacara Wibowo and Patners, Jumat (30/1/2015) siang.
Raja lahir dengan berat 1,4 kilogram dalam keadaan sehat. Namun karena prematur, bayi laki-laki tersebut harus mendapat perawatan menggunakan inkubator dan diberi terapy oxigen.
Selama di inkubator, sang bayi juga diberi sejumlah obat sebagaimana resep yang diberikan dokter.

"Kami terus memantau perkembangan anak kami, beberapa kali juga konsultasi ke dokter yang menangani. Dan disampaikan bahwa anak kami kondisinya sehat serta baik-baik saja," sambung Aryawan mendampingi istrinya.
Pada 3 Oktober 2014, Dwi Novita diperbolehkan pulang. Sedangkan anaknya masih harus menjalani perawatan. Sampai tanggal 23 Oktober, baru diperbolehkan pulang.
"Saat itu akan saya bawa pulang, saya lihat badan anak saya ini berwarna kuning, dan bola matanya juga terlihat kekuning-kuningan. Saya coba tanya ke dokter, dan dijawab tidak apa-apa. Katanya, bisa diatasi dengan diberi ASI yang banyak serta sering dijemur saat pagi," kisah pria yang berprofesi sebagai guru olahraga tersebut.
Tanggal 27 Oktober, saat kontrol ke Poli Tumbuh Kembang Anak RSUD Sidoarjo, kondisi badan Raja sudah tidak kuning lagi. Hanya bola matanya yang masih menguning.
"Saya tanyakan ke dokter, katanya bisa hilang dengan sering dijemur saat pagi," lanjutnya.
Menuruti saran itu, Raja pun setiap pagi dijemur. Lama-kelamaan, Dwi Novita mulai heran, karena anaknya tidak silau meski matanya terkena sinar matahari.
Namun, keluarga ini belum curiga lantaran mengira bahwa Raja masih bayi sehingga belum berpengaruh terhadap sinar matahari.

Desember lalu, keluarga ini ke Jepara berkunjung ke rumah orangtuanya. Ketika itu, Raja terkena flu, kemudian dibawa ke dokter spesialis anak.
Saat bertemu dokter Gunadi, yang menangani, disampaikan pula tentang kondisi bola mata sang bayi yang masih menguning. Keluarga lantas diberi rujukan untuk memeriksakan ke dokter Tita Oktaviana, spesialis mata.
"Kami langsung shock, tahu hasil analisanya, dokter Tita menyebut bahwa retina anak kami terlepas dari akarnya, alias buta," timpal Dwi Novita.
Berupaya mencari kepastian, Dwi dan suaminya membawa Raha ke RS Candi Eye Center Semarang. Di sana, oleh dokter Liana Eko Wari, disampaikan bahwa bayi tersebut mengalami buta permanen (ROP Level V). Mendengar itu, Dwi Novita sampai pingsan.
Dari keterangan dokter Tita Oktavia dan beberapa pihak yang didatangi untuk berkonsultasi, untuk bayi yang lahir prematur dengan berat 1,4 kilogram dengan perawatan di inkubator dan diberi terapi Oxygen, SPO-nya harus diawasi dan dipantau detail tentang matanya. Karena itu menjadi hal yang rawan.
Aryawan lantas kecewa, karena saat di RSUD Sidoarjo, tidak pernah ada analisa atau pantauan di bidang mata sama sekali.
"Kalau di Jepara saja SOP-nya seperti itu, masak Sidoarjo yang levelnya lebih tinggi tidak. Ini jelas ada kesalahan dalam penanganan," keluhnya.

Dari hasil konsulatsi ke sejumlah pihak, diyakini bahwa jika sejak awal dilakukan pemantauan mata dan ditangani maka kondisi itu bisa teratasi.
Atas ketidaktepatan penanganan yang dilakukan dokter dan RSUD Sidoarjo, pihaknya pun berusaha mencari keadilan.
Usai lama berbincang dengan pasangan sumi istri tersebut, Sunarno Edi Wibowo kemudian menyiapkan somasinya. Direncanakan somasi untuk RSUD Sidoarjo dilayangkan pada Senin (2/2) mendatang.
"Jika somasi ini tidak membuahkan hasil, terpaksa kami menempuh jalur hukum," kata Bowo.
Menurutnya, dalam perkara ini jelas terlihat ada kelalaian dari pihak dokter dan rumah sakit.
Secara hukum, menurut Bowo, pelanggarannya masuk Undang-undang 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran dan Undang-undang nomor 36 tahun 2006 tentang kesehatan. "Pidananya juga masuk pasal 359 KUHP," tandasnya.
Dengan berbagai alasan itulah, jika somasi dirasa tidak bisa menyelesaikan persoalan ini, maka orangtua Raja melalui kuasa hukumnya akan menggugat secara perdata dan melaporkan pidana atas perkara ini. Bahkan, mereka juga berencana mengadu ke Kementerian Kesehatan.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.