• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Anak Buah Jenderal Kok Gini Kerjanya?

Angela

IndoForum Addict A
No. Urut
88
Sejak
25 Mar 2006
Pesan
41.822
Nilai reaksi
24
Poin
0
Anak Buah Jenderal Kok Gini Kerjanya?

Cangkeman.net -Dulu sekali, saat Jawa terkena wabah pes, Pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk mengerjakan pembatasan sosial yg berskala lumayan akbar dengan mengpakai istilah karantina. Penindakannya tidak tanggung-tanggung loh, kalau ada salah satu warga desa yg terkena pes, satu kampung langsung dikarantina, tidak ada mobilitas keluar masuk, berani "nyelonong" siap-siap dibedil punggawa keamanan kompeni. Penindakan yg lebih tragis lagi adalah satu kampung dibakar habis bangunannya, ini untuk membumi hanguskan virus-virus yg sudah menyebar di sebuah perkampungan, namun karena tidak mau repot kadang bumi hangus ini mengikutsertakan semua makhluk yg ada di dalamnya, termasuk manusia.


Karena satu kampung warganya tidak boleh ke mana-mana, biasanya mereka didrop bahan makanan oleh pemerintah kolonial, atau demang di wilayah tersebut. Biasanya berupa beras atau bulgur, yg mudah didapatkan, yg penting tidak mati kelaparan & mengundang penyakit baru.

Setidaknya pemerintah kolonial sudah berusaha, entah penerapannya sesuai atau justru makin merugikan rakyat, itu urusan di lapangan.

Setelah Indonesia mempunyai pemerintahannya sendiri, langkah preventif dalam penanganan penyakit dilakukan secara lebih manusiawi, setidaknya tanpa ada bedil laras panjang serdadu di gerbang-gerbang kota yg mengerjakan sweeping siapa saya yg lewat di perbatasan.
Di zaman order baru, Presiden Suharto menciptakan Posyandu selain untuk akses kesehatan juga untuk sumber informasi & Pulbaket (Pengumpul Bahan Keterangan) kepada pemerintah. Sama seperti RT & RW, posyandu juga dipakai sebagai jaringan intelijen negara hingga ke tingkat RT. Tidak heran kalau waktu itu pemerintah mempunyai data lengkap tentang rakyat. Untuk suatu keperluan, Polisi, tentara maupun intelijen selain mengandalkan informasi digital juga akan tetap mendatangi RT RW sebagai telinga terdekat.

Anak-anak kecil biasanya ditimbang secara berkala di posyandu kemudian diimunisasi & vaksin. Kadang hal itu dilakukan di sekolah dasar & ini hukumnya wajib. Posyandu ini ada di tiap RW & mempunyai data yg seksama tentang bayi, balita, & anak-anak. Termasuk jumlah yg sudah diimunisasi, yg belum, berkebutuhan spesifik & yg kurang gizi.

Posyandu juga kadang jadi solusi bagi masyarakat yg kesulitan mendapat akses kesehatan. Posyandu biasanya disupport oleh mantri, bidan setempat & kadang juga bekerjasama dengan dokter.

Di masa Pandemi Covid19 ketika Pemerintah mulai menggalakkan program vaksinasi, saya melihat banyak kekurangan taktis & keanehan pola penanganan di lapangan. Seperti, bebrapa perusahaan yg digandeng pemerintah mengerjakan vaksinasi massal, pun juga dari unsur militer & polisi. Tapi masih banyak masyarakat setempat yg tidak dapat mengakses kegiatan tersebut. KTP harus merupakan warga lokal kota, quota & antrian yg memanjang karena sedikitnya penyebaran kegiatan & beberapa harus mendaftar online yg masih cukup menyulitkan bagi generasi lanjut usia. Jaringan penyebaran kegiatan vaksinasi mengapa ya tidak mengpakai sistem kesehatan yg sudah ada, seperti posyandu, kan sudah ada di tiap RW, atau minimal tiap desa, jadi pelaksanaan tidak perlu terlalu jauh & menumpuk yg akhirnya menimbulkan kerumunan. Titik padatnya dipecah & disebar ke warga dengan tingkat yg lebih kecil sehingga lebih terkontrol & tidak harus online karena pendaftar tidak akan datang dari area yg terlalu jauh & tidak sebanyak kalau dipusatkan di lokasi-lokasi tertentu seperti sekarang ini.

Di tengah ketidakefektif & efisiennya program vaksinasi ini, seorang Jenderal sekaligus pemegang tongkat komandan perang yg bertugas mengatur PPKM Luhut Binsar Panjaitan mengumumkan perpanjangan PPKM yg semestinya sesuai dengan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan No. 6 Tahun 2018 bernama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama seminggu, setelah sebelumnya juga sudah diperpanjang seminggu, pun pekan depan juga akan diperpanjang seminggu lagi.

Dan kita sudah tau sendiri akan yg akan dilakukan netizen kita. Sumpah serapah pun menggema & memantul riuh di ruang digital. Aku pada prinsipnya setuju dengan perpanjangan PPKM ini, mengingat pandemi belum usai & akan banyak mudlorotnya kalau kelonggaran diberikan. Tapi, pelaksanaan di lapangan jauh dari mengatakan taktis & efisien layaknya punggawa yg dipimpin oleh seorang Jenderal. Jangankan kita ngomong taktis dulu, wong satu irama aja enggak, yg diatas ngomong apa, hingga ke bawah mengerjakannya apa. Petugas sih banyak, dari berbagai unsur, bahkan hingga mengumpul & ditertawai mahasiswa yg kebetulan lewat. Tapi ya mereka cuma berjaga, cuma mengerjakan acak checking & tidak jelasnya sistem penyekatan. Masih ingat video sebuah jalan yg disekat tetapi masih dapat diterobos lewat SPBU?

"Ya kita kan juga mencoba mengerti kebutuhan masyarakat, kalau dikekang terus juga nggak baik."

Lah kalau begitu untuk apa diperpanjang terus, dilonggarkan saja supaya jelas-jelas orang yg cuma dapat makan dari luar rumah dapat segera mencari rezekinya. Tegas ya tegas, kalo enggal dapat ya mending jangan,anak buahe Jendral kaa plonga plongo.

Lalu apa esensinyaPSBBPPKM ini diperpanjang kalau penanganan di lapangannya seperti itu?
Hak-hak dasar masyarakat di wilayah yg dikarantina pun tidak diberikan oleh pemerintah sesuai UU Kekarantinaan Kesehatan.

Sistem yg tidak jelas ini makin jelas ketika ada berita setu keluarga yg menjalani isolasi berdikari di Jakarta Barat. Dia menelpon bahwa sudah seminggu tidak dapat ke mana-mana & mulai kehadapatn logistik, pemerintah setempat terkendala birokrasi. Jawaban lurah, dia nggak enak kalau setelah ada laporan langsung kirim logistik, takut melangkahi RT, RW & LMK. Pada akhirnya Lurah ini memang mengirimkan beras & daging namun secara sembunyi-sembunyi lewat perantara. Ini jadi jalan tengah, tetapi kan nggak jenaka juga kalo akhirnya setiap yg isoman harus menghubungi sana-sini hingga dapat disupport kebutuhannya.

Tidak heran kalau ketika PPKM diperpanjang, hujatan & sumpah serapah bertebaran didindingmedia sosial. Wong rakyat sudah tau sendiri bagaimana kapasitas pemerintah mereka dalam menanangani kondisi seperti ini. Belum lagi rakyat yg pengangguran. Walaupun ia menganggur sejak sebelum pandemi, mereka akan ikut-ikutan berteriak dengan kondisi seperti ini.

Zaman penjajahan sudah, zaman order baru sudah, zaman sekarang sudah.
Semoga kedepannya nggak akan ada misuh-misuh kayak gini lagi tentang pelayanan pemerintah ke masyarakat yg masih amburadul.


Tulisan ini ditulis oleh Zen & pernah tayang di Cangkeman (https://www.cangkeman.net/2021/09/anak-buah-jenderal-kok-gini-kerjanya.html ) pada tanggal 16 September 2021)


30-09-2021 22:49
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.