singthung
IndoForum Junior E
- No. Urut
- 7164
- Sejak
- 21 Sep 2006
- Pesan
- 1.634
- Nilai reaksi
- 27
- Poin
- 48
BRAHMAJALA SUTTA
Bagian I1. Demikian telah kudengar, pada suatu saat Sang Bhagava (Sang Buddha) sedang dalam perjalanan dari kota Rajagaha menuju Nalanda dengan diikuti oleh 500 orang bhikkhu (siswa Sang Buddha). Pada saat itu pula pertapa Suppiya bersama muridnya, seorang pemuda bernama Brahmadatta, juga sedang dalam perjalanan antara Rajagaha dan Nalanda. Ketika itu, pertapa Suppiya mengucapkan berbagai perkataan yang merendahkan Sang Buddha, Dhamma (ajaranNya) dan Sangha (para siswaNya). Tetapi sebaliknya, muridnya, Brahmadatta, memuji Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, dan keduanya sambil berjalan mengikuti rombongan Sang Bhagava.
2. Kemudian, Sang Bhagava bersama-sama dengan para bhikkhu berhenti dan bermalam di Ambalatthika (suatu tempat peristirahatan raja). Demikian pula pertapa Suppiya dan muridnya, Brahmadatta, berhenti di Ambalatthika. Di tempat itu, mereka berdua melanjutkan perbincangan mereka tadi.
3. Pagi harinya, sekelompok bhikkhu berkumpul di Mandalamale (semacam pavilyun) sambil membincangkan kata-kata berikut: “Sahabat, sungguh mengherankan, bukankah Sang Bhagava sebagai seorang Arahat (seseorang yang memiliki kesucian tertinggi), Sammasambuddha (Buddha yang maha sempurna), telah melihat dan menyadari dengan jelas kecenderungan yang berlainan yang ada pada setiap manusia. Bukankah Beliau mengetahui bagaimana pertapa Suppiya merendahkan Sang Buddha, Dhamma, dan Sangha. Demikian pula bukankah Sang Bhagava mengetahui pandangan yang berbeda antara guru dan murid yang berjalan mengikuti rombongan Beliau?”
4. Ketika Sang Bhagava mengetahui masalah yang sedang mereka bicarakan, Beliau lalu pergi ke Mandalamale dan duduk di tempat yang telah disediakan. Setelah duduk, Beliau bertanya, “Apakah yang sedang kalian bicarakan? Apa pula yang akan menjadi pokok pembicaraan dalam pertemuan ini?” Mereka lalu menceritakan permasalahan yang mereka bicarakan tadi.
5. Sang Buddha bersabda, “Para bhikkhu, seandainya ada orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, janganlah lalu kamu membenci, dendam, atau memusuhinya. Seandainya karena hal tersebut kalian menjadi marah atau merasa tersinggung, maka hal itu hanyalah akan menghalangi jalan Pembebasan kalian, dan mengakibatkan kalian menjadi marah dan tidak senang. Apakah kalian dapat merenungkan ucapan mereka itu baik atau tidak baik?”
“Tidak baik, Bhante “
“Karena itulah seandainya ada orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, maka kalian harus menyatakan mana yang salah dan menunjukkan kesalahannya, dengan mengatakan bahwa berdasarkan hal ini atau itu, ini tidak benar, atau itu bukan begitu, hal demikian tidak ada pada kami, dan bukan pada kami.”
6. “Tetapi, para bhikkhu, seandainya ada orang lain memuji Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, janganlah karena hal tersebut kamu merasa bangga, gembira dan senang hati. Seandainya kamu bersikap demikian, maka hal itu akan menghalangi jalan Pembebasan kalian. Maka itulah, seandainya ada orang lain memuji Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, maka kamu harus menyatakan mana yang benar dan menunjukkan faktanya dengan mengatakan bahwa berdasarkan hal ini atau itu, ini benar, itu memang begitu, hal demikian ada pada kami, dan benar pada kami.”
7. “Walaupun oleh hal-hal kecil, hal-hal yang kurang berharga, ataupun karena sila (disiplin moral), maka dapat menyebabkan orang-orang memuji Tathagata (Sang Buddha). Apakah hal-hal kecil yang kurang berharga ataupun sila, yang menyebabkan orang-orang memuji Tathagata?”
SILA-SILA YANG DIMILIKI SANG BUDDHA SEHINGGA BELIAU MENDAPAT PUJIAN DAN PENGHORMATAN
Cula Sila (Sila Kecil)
8. “Tidak membunuh makhluk yang memiliki kehidupan, Samana Gotama (Sang Buddha) menjauhkan diri dari membunuh dan menyakiti makhluk hidup. Beliau telah membuang alat pemukul dan senjata. Beliau malu untuk melakukan kekerasan, karena Beliau memiliki cinta kasih, kasih sayang dan kebaikan hati yang dicurahkan kepada semua makhluk. Itulah yang menyebabkan orang-orang memuji Sang Tathagata.”
“Tidak mengambil sesuatu yang tidak diberikan, Samana Gotama tidak mau memiliki atau mengambil sesuatu yang bukan milikNya. Beliau hanya akan mengambil hasil pemberian dan memiliki segala yang diberikan. Beliau menjalani hidup jujur dan suci hati.”
“Tidak melakukan hubungan kelamin, Samana Gotama menempuh hidup suci. Beliau menjauhkan diri dari perbuatan yang ternoda dan tidak melakukan hubungan kelamin.”
9. “Tidak berdusta, Samana Gotama telah menjauhkan diri dari berbohong. Beliau berbicara benar, tidak menyimpang dari kebenaran; jujur, dapat dipercaya, dan tidak mengingkari segala perkataanNya di dunia.”
“Tidak memfitnah, Samana Gotama menjauhkan diri dari fitnah. Segala hal yang Beliau dengar di sini tidak akan diceritakan di tempat lain, yang dapat menyebabkan timbulnya pertentangan dengan orang di tempat ini. Segala hal yang Beliau dengar dari tempat lain tidak akan diceritakan di sini, sehingga tidak menyebabkan timbulnya pertentangan dengan orang di tempat lain. Dalam hidupnya, Beliau mendamaikan mereka yang bertentangan, mengembangkan persahabatan di antara mereka, pemersatu, mencintai persatuan, senang akan persatuan, membicarakan persatuan.”
“Tidak mengucapkan kata-kata kasar atau kotor, Samana Gotama menjauhkan diri dari ucapan-ucapan tercela. Beliau hanya mengucapkan kata-kata yang tidak tercela, menyenangkan, menarik, mengenakan hati, sopan, menggembirakan dan disukai orang. “
“Tidak menghabiskan waktu dengan cerita yang tidak berguna, Samana Gotama menjauhkan diri dari obrolan tentang hal-hal yang tidak berguna. Beliau berbicara pada saat yang tepat dan pantas, sesuai dengan kenyataan, bermanfaat, yang berhubungan dengan Dhamma (kebenaran) dan Vinaya (kesusilaan). Beliau berbicara pada saat yang tepat dengan kata-kata yang bermanfaat bagi pendengar, serta dengan gambaran atau ungkapan yang benar untuk memberikan uraian yang jelas dan tepat.”
10. “Samana Gotama tidak merusak biji-bijian yang masih dapat tumbuh dan tidak merusak tumbuh-tumbuhan. Beliau makan sekali sehari, tidak makan setelah tengah hari atau tidak makan di malam hari. Beliau tidak menyaksikan pertunjukan-pertunjukan, tari-tarian, nyanyian dan musik. Beliau tidak menggunakan alat-alat kecantikan, bunga-bunga, wangi-wangian dan perhiasan. Beliau tidak menggunakan tempat tidur yang megah dan mewah. Beliau tidak menerima emas, perak, padi, daging, wanita (penghibur), budak, ternak maupun unggas. Beliau tidak bertani. Beliau tidak melakukan perdagangan, penipuan dengan timbangan atau ukuran, penyogokan, penipuan atau pemalsuan, melukai, membunuh, memperbudak, merampok, memaksa maupun menganiaya.”
“Demikianlah para bhikkhu, yang menyebabkan orang-orang memuji Sang Tathagata.”
Majjhima Sila (Sila Menengah)
11. “Sementara beberapa pertapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat berbakti, namun mereka masih tetap merusak biji-bijian yang masih dapat tumbuh, akar yang masih dapat tumbuh, potongan, ruas, tunas yang masih dapat tumbuh.
12. Mereka masih tetap melakukan penimbunan makanan, minuman, jubah, perkakas tidur, alat-alat lainnya, wangi-wangian, dan penyedap makanan.
13. Mereka masih tetap mengunjungi pertunjukan-pertunjukan seperti tari-tarian, nyanyi-nyanyian, musik, tontonan, pelantunan syair, permainan tambur, drama, akrobat yang dimainkan oleh orang-orang mengadu gajah, kerbau, sapi, kambing, domba, kuda, ayam dan burung; pertandingan dengan menggunakan pemukul, tinju, gulat; perang-perangan, pawai maupun parade.
14. Mereka masih tetap melakukan permainan-permainan atau hiburan seperti permainan dengan papan yang berpetak-petak delapan atau sepuluh, permainan dengan melangkah pada diagram yang digariskan di tanah dengan cara hanya melangkah sekali, permainan dengan cara memindahkan benda atau orang dari satu tempat ke tempat yang lain dengan tanpa melepaskan benda atau orang tersebut, main dadu, kayu pendek dipukul dengan kayu panjang, mencelupkan tangan ke dalam air berwarna dan menempelkan telapak tangan ke dinding, main bola, meniup pipa yang dibuat dari daun, menggali dengan alat mainan, bersalto, main kincir angin yang dibuat dari daun palem, main kereta-keretaan atau panah-panahan, menebak tulisan di udara atau di punggung seseorang, menebak pikiran orang lain, maupun bertingkah laku seperti orang cacat.
15. Mereka masih tetap menggunakan tempat tidur yang megah dan mewah, yaitu dengan dipan yang tinggi, panjang enam kaki, dapat dipindah-pindahkan, tiang-tiangnya diukir dengan motif binatang; menggunakan selimut yang berwarna-warni dan cerah, menggunakan seprai disulam dengan motif aneka bunga, menggunakan seprai dari wol dan kapas, menggunakan seprai yang disulam dengan gambar singa atau harimau, menggunakan seprai dengan bulu binatang di kedua tepi atau salah satu tepinya, menggunakan seprai dari sutera, menggunakan selimut yang dapat digunakan oleh enam belas orang, menggunakan selimut gajah, kuda atau kereta; menggunakan selimut antelope yang dijahit, menggunakan selimut dari kulit sebangsa kijang, menggunakan permadani yang ada penutup di atasnya, maupun menggunakan tempat duduk dengan bantal merah untuk kepala dan kaki.
16. Mereka masih tetap menggunakan perhiasan dan mempercantik diri dengan cara menggunakan bedak harum, shampoo, mandi dengan bunga-bungaan, tubuh dipukul-pukul secara perlahan dengan tongkat seperti tukang gulat, bercermin dan memoles diri dengan minyak untuk kecantikan, menggunakan bunga-bungaan, pemerah pipi, kosmetik, gelang, kalung, tongkat, penahan sinar matahari, sandal bersulam, turban, perhiasan di dahi, alat mengkebut dibuat dari ekor yak, jubah putih berumbai.
17. Mereka masih tetap membicarakan hal-hal yang kurang berguna seperti cerita tentang politik, pemerintahan, kriminal, peperangan, teror, makanan dan minuman, pakaian, tempat tidur, perhiasan, wangi-wangian, keluarga, kendaraan, desa, kampung, kota, negara, kemiliteran, gosip di jalanan, di tepi sungai, setan, hal yang tidak berujung-pangkal, spekulasi tentang terciptanya daratan dan lautan, maupun hal eksistensi dan non-eksistensi.
18. Mereka masih tetap menggunakan kata-kata bantahan seperti, ”Kamu tidak mengerti dhamma-vinaya ini seperti yang saya ketahui, bagaimana kamu dapat mengetahui dhamma-vinaya ini? Kamu berpandangan salah sedangkan saya benar”, ”Saya bicara langsung ke pokok persoalan sedangkan kamu tidak”, ”Kamu membicarakan bagian akhir lebih dahulu, bukan bagian awalnya”, ”Segala yang telah kamu persiapkan untuk dibicarakan itu tiada berguna lagi”, ”Kata-kata bantahanmu ditanggapi”, ”Kamu terbukti bersalah”, ”Bebaskanlah dirimu seandainya kau sanggup”.
19. Mereka masih tetap berlaku sebagai pembawa berita, pesuruh; sebagai perantara raja-raja, menteri, ksatria, brahmana atau pemuda, dengan berkata, ”pergilah ke sana, ke situ, bawalah ini, dan bawalah itu dari tempat tersebut.”
20. Mereka masih tetap melakukan penipuan dengan cara berkomat-kamit dengan kata-kata tertentu berlaku seperti orang suci, mengusir setan atau kesialan, dan kehausan untuk menambah keuntungan karena serakah.
Maha Sila (Sila Besar)
21. Mereka masih tetap mencari penghasilan dengan penghidupan yang keliru, dengan cara yang rendah, seperti meramal nasib orang dengan melihat garis-garis telapak tangan untuk mengetahui umur, kebahagiaan, dan seterusnya; meramal dengan melihat untuk mengetahui keadaan yang akan datang, meramalkan tanda-tanda baik dengan mendengarkan halilintar, meramal mimpi, meramal tanda-tanda pada bagian tubuh, meramal tanda-tanda yang diakibatkan oleh gigitan tikus; melakukan persembahan dengan sekam, bekatul, beras, mentega dan minyak untuk dewa; mempersembahkan biji wijen dengan cara menyemburkannya dari mulut ke api, mengeluarkan darah dari lutut untuk dipersembahkan kepada dewa, melihat pada ruas jari-jari dan lain-lain sesudah itu membaca mantra dan meramalkan orang itu sedang mujur atau sial, menentukan lokasi rumah supaya baik, menasehati cara-cara untuk mengerjakan ladang, mengusir hantu atau setan di kuburan, mantra untuk menempati rumah yang dibuat dari tanah, mantra ular, mantra tikus, mantra burung, mantra gagak, meramal untuk panjang umur, mantra melepaskan panah, maupun membicarakan kehidupan rusa.
22. Mereka masih tetap mencari penghasilan dengan penghidupan yang keliru, dengan cara yang rendah, seperti membicarakan tanda-tanda baik atau buruk dengan benda-benda, serta tanda-tanda yang berkenaan dengan kesehatan atau keberuntungan bagi mereka yang memiliki batu-batu permata, tongkat, pedang, panah, gendewa, senjata-senjata lainnya; atau wanita, pria, anak laki-laki, anak perempuan, budak pria atau wanita, gajah, kuda, kerbau, sapi jantan atau betina, biri-biri, biawak, kura-kura, itik, burung dan binatang-binatang lainnya, ataupun anting-anting.
23. Mereka masih tetap mencari penghasilan dengan penghidupan yang keliru, dengan cara yang rendah, seperti meramalkan akibat dari keberangkatan pemimpin, akan tibanya pemimpin, rumah pemimpin akan diserang dan musuh akan mundur; pemimpin musuh akan menyerang dan kita akan mundur; pemimpin kita akan menang, musuh kalah; pemimpin kita akan kalah, musuh menang; salah satu pihak akan menang dan pihak lain kalah.
24. Mereka masih tetap mencari penghasilan dengan penghidupan yang keliru, dengan cara yang rendah, seperti meramalkan adanya gerhana bulan, gerhana matahari, gerhana bintang, matahari dan bulan akan menyimpang dari orbitnya, matahari dan bulan akan kembali pada orbitnya, bintang-bintang akan menyimpang dari orbitnya, bintang-bintang akan kembali pada orbitnya, benda-benda langit akan jatuh, hutan akan terbakar, akan terjadi gempa bumi, dewa akan membuat halilintar; matahari, bulan dan bintang-bintang akan terbit; atau terbenam; bersinar; atau redup; atau meramalkan lima-belas hal tersebut akan terjadi, dan akan mengakibatkan sesuatu.
25. Mereka masih tetap mencari penghasilan dengan penghidupan yang keliru, dengan cara yang rendah, seperti meramalkan akan ada hujan yang lebat, kemarau, panen akan baik, atau akan buruk, akan ada kedamaian, atau akan terjadi kekacauan, akan ada penyakit sampar, akan ada musim yang baik, meramal dengan menghitung-hitung jari, meramal tanpa cara menjumlah dengan cepat, menyusun lagu sanjak, atau mengaburkan masalah.
26. Mereka masih tetap mencari penghasilan dengan penghidupan yang keliru, dengan cara yang rendah, seperti menentukan hari baik untuk perkawinan, menentukan hari baik bagi mempelai pria atau wanita untuk keluar, menentukan hari baik untuk keharmonisan, menentukan hari baik untuk berpisah, menentukan hari baik untuk menagih hutang, menentukan hari baik untuk memberikan pinjaman, menggunakan mantra untuk keberuntungan, menggunakan mantra untuk kesialan, menggunakan mantra untuk menggugurkan kandungan, menggunakan mantra untuk menyebabkan orang lain menjadi bisu, menggunakan mantra untuk menghentikan gerak rahang orang lain, menggunakan mantra untuk menggerakkan lengan orang lain, menggunakan mantra untuk menyebabkan orang lain menjadi tuli, mencari inspirasi dengan melihat cermin atau bayangan, mencari inspirasi dengan melihat gadis, mencari jawaban dari dewa, memuja matahari, memuja maha ibu (siri-avhayanam), mengeluarkan api dari mulut, memohon keberuntungan pada dewa atau dewi.
27. Mereka masih tetap mencari penghasilan dengan penghidupan yang keliru, dengan cara yang rendah, seperti berjanji akan beramal seandainya keinginannya terkabul, melaksanakan janji itu, mengucapkan mantra dalam rumah yang dibuat dari tanah, mengucapkan mantra untuk menambah kejantanan laki-laki, mengucapkan mantra untuk membuat laki-laki menjadi impoten, menentukan lokasi yang tepat untuk dijadikan tempat tinggal, menyucikan tempat, melakukan upacara suci mulut, melakukan upacara pemandian, mempersembahkan kurban, melakukan suatu cara untuk menyebabkan orang muntah-muntah, melakukan suatu cara untuk mengurangi sakit kepala, meminyaki telinga orang, merawat mata orang lain, memberikan obat ke hidung orang lain, memberikan tetes mata pada mata orang lain, memberikan obat pada mata orang lain, berpraktek seperti ocultis, berpraktek seperti dokter bedah, berpraktek seperti dokter anak-anak, meramu obat-obatan dari akar-akaran, maupun membuat obat-obatan. Tetapi, Samana Gotama tidak melakukan hal-hal tersebut.”
“Para bhikkhu, inilah hal-hal kecil yang diuraikan dengan terperinci, yang berkenaan dengan sila, yang menyebabkan orang-orang memuji Tathagata.”
AJARAN SANG BUDDHA MENGENAI 62 SPEKULASI DUNIA YANG KELIRU
28. “Para bhikkhu, ada “hal-hal lain” (anna dhamma), yang sangat dalam, sangat sulit dimengerti, sangat sulit dipahami, sangat luhur dan mulia, tidak terjangkau pikiran, sangat halus, dan hanya dapat dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah dimengerti, telah dilihat dengan jelas, dan telah ditinggalkan oleh Tathagata. Berdasarkan pada sikap itulah dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata. Apakah yang dimaksudkan dengan “hal-hal lain” itu, para bhikkhu?”
18 PANDANGAN YANG BERPEDOMAN PADA HAL-HAL LAMPAU
29. “Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang ajarannya berpedoman pada “hal-hal yang telah lampau”, mendasarkan pandangan atau spekulasi mereka pada hal-hal yang lampau dalam 18 pandangan.”
4 PANDANGAN ETERNALIS (JIWA DAN DUNIA ADALAH KEKAL)
30. “Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan “Eternalis” dengan menyatakan bahwa “atta” (jiwa) dan “loka” (dunia) adalah kekal, dalam 4 pandangan. Apakah asal mula dan dasarnya maka mereka berpandangan demikian?”
31. “Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang disebabkan oleh semangat, tekad, kesungguhan dan kewaspadaan dalam bermeditasi, ia dapat memusatkan pikirannya, batinnya menjadi tenang,
Pandangan Pertama
ia dapat mengingat kembali alam-alam kehidupannya yang lampau pada 1, 2, 3, 4, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 100, 1000, beberapa ribu, hingga puluhan ribu kehidupannya yang lampau,
Pandangan Kedua
ia dapat mengingat kembali alam-alam kehidupannya yang lampau pada 1, 2, 3, 4, 5, 10 kali masa “bumi ber-evolusi” (evolusi tentang terjadi dan hancurnya bumi, dan seterusnya),
Pandangan Ketiga
ia dapat mengingat kembali alam-alam kehidupannya yang lampau pada 10, 20, 30, sampai 40 kali masa “bumi ber-evolusi”,
dan mengetahui bahwa, “pada kehidupan itu, saya mempunyai nama, keluarga, keturunan, hidup dengan makanan tertentu, mengalami kesenangan dan penderitaan, hidup dalam usia sepanjang sekian tahun. Kemudian, saya meninggal di alam itu dan terlahir kembali di sini.” Demikianlah, ia dapat mengetahui kembali dengan jelas kondisi dan situasi dari berbagai alam kehidupannya yang lampau. Dan ia berkesimpulan, bahwa jiwa adalah kekal dan dunia tidak membentuk suatu jiwa yang baru, dan hal itu tetap bagaikan puncak gunung karang atau bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun makhluk-makhluk berpindah-pindah, mati dan terlahir kembali dari satu kehidupan ke kehidupan yang lain, namun demikian mereka itu tetap, kekal selamanya. Mengapa begitu? Karena, dengan usaha, semangat, tekad, kesungguhan dan kewaspadaan dalam bermeditasi, maka saya dapat memusatkan pikiran, pikiran menjadi tenang, sehingga saya dapat mengingat dengan jelas kondisi dan situasi dari berbagai tempat kehidupanku yang lampau. Berdasarkan pada hal itulah, maka saya mengetahui bahwa jiwa adalah kekal dan dunia tidak membentuk suatu jiwa yang baru, dan hal itu tetap bagaikan puncak gunung karang atau bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun makhluk-makhluk berpindah-pindah, mati dan terlahir kembali dari satu kehidupan ke kehidupan yang lain, namun demikian mereka itu tetap, kekal selamanya.”
Pandangan Keempat
32. “Selanjutnya para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang mendasarkan pandangannya pada pikiran dan logika saja. Ia menyatakan pandangannya yang didasarkan pada kemampuannya saja, dan menyatakan bahwa jiwa adalah kekal dan dunia tidak membentuk suatu jiwa yang baru, dan hal itu tetap bagaikan puncak gunung karang atau bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun makhluk-makhluk berpindah-pindah, mati dan terlahir kembali dari satu kehidupan ke kehidupan yang lain, namun demikian mereka itu tetap, kekal selamanya.”
bersambung...