• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

SINAR ISLAM [UPDATE-InsyaAllah]

Dileep Kumar ,'Mozart of Madras' Sekeluarga masuk Islam setelah adiknya sembuh

Dileep Kumar ,'Mozart of Madras' Sekeluarga masuk Islam setelah adiknya sembuh

images

Di dunia musik, sebelum film Slumdog Millionaire dirilis, nama AR Rahman mungkin tidak pernah ada yang mengenalnya. Padahal laki-laki kelahiran Chennai, Tamil Nadu, India tanggal 6 Januari 1966 ini telah menjual lebih dari 100 juta rekaman. Rahman yang dijuluki "Mozart of Madras" oleh majalah Time itu setidaknya telah menjadi pengarah musik lebih dari 50 film produksi Bollywood.

Dan, ketika sutradara Slumdog Millionaire, Danny Boyle menyodori posisi penata musik, ia tidak berpikir dua kali. Dia mulai merencanakan musik itu beberapa bulan dan akhirnya film itu benar-benar meledak.

Seperti mayoritas penduduk India yang menganut agama Hindu, Rahman sejak lahir sudah memeluk Hindu. Nama pemberian orang tuanya adalah AS Dileep Kumar. Ia tumbuh dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga pemusik kaya raya. Ayahnya, RK Shekhar, dikenal luas sebagai komposer dan konduktor musik untuk film-film India berbahasa Malayalam.

Ketika usianya menginjak 9 tahun, sang ayah meninggal dunia dan peran sebagai kepala keluarga dipegang oleh ibunya Kareema (Kashturi). Sejak saat itu, kebutuhan hidup Rahman dan saudara-saudaranya ditutupi dari hasil menyewakan alat-alat musik peninggalan sang ayah. Kerasnya kehidupan yang harus ia lalui sepeninggal sang ayah telah membuatnya menjadi seorang atheis.

Berkat kecermelangannya dalam bermusik, ia pun mendapat tawaran beasiswa dari sebuah sekolah musik di Greewich, Inggris, Trinity College of Music. Rahman berhasil menyelesaikan pendidikan musiknya di sana dan lulus dengan gelar dalam bidang musik klasik Barat.

Persentuhan awal Rahman dengan agama Islam terbilang unik. Ketika itu sang adik tiba-tiba jatuh sakit. Berbagai upaya telah ditempuh dan dilakukan oleh keluarganya demi kesembuhan sang adik. Namun kesembuhan yang diharapkan tak kunjung tiba.

Di tengah keputusasaan yang melanda keluarga Rahman, salah seorang teman keluarganya, memberi saran agar mereka memanjatkan doa di sebuah masjid dan bersumpah untuk masuk Islam jika sang adik diberi kesembuhan kelak. Jadilah keluarga Rahman menjalankan saran tersebut.

Tak lama berselang sang adik pun diberi kesembuhan. Dan sesuai dengan sumpah yang telah mereka ucapkan, Rahman beserta seluruh anggota keluarganya menyatakan masuk Islam. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1989, saat usia Rahman baru menginjak 23 tahun. Sejak saat itu, dia pun mengubah namanya dari AS Dileep Kumar menjadi Allah Rakha (AR) Rahman.

Kepada majalah Time, suami dari Saira Banu ini mengungkapkan dirinya tertarik untuk memeluk Islam setelah mempelajari sufisme Islam. Mengenai identitas keislamannya ini ia tidak malu untuk menunjukkannya di hadapan publik.

Hal ini terlihat jelas manakala ia memberikan sambutan pada malam penganugerahan Academy Awards ke-81. Di hadapan para pelaku industri film dunia ia mengawali kata sambutannya dengan sebuah kalimat Tamil "Ella pughazhum iraivanukke", yang secara harfiah berarti "Semua pujian didedikasikan untuk Allah".

Kendati telah memeluk Islam, hal tersebut tidak membuat Rahman berhenti dari dunia seni musik. Dalam sebuah wawancara khusus dengan Majalah The Rolling Stone edisi 16 November 2008, Rahman mengungkapkan, pada tahun-tahun pertamanya menjadi seorang Muslim, bersama lima orang teman masa kecilnya ia membentuk sebuah band yang mereka beri nama Roots. Dalam band tersebut, ia ditempatkan sebagai pemain keyboard dan penggubah lagu.

Setelah band tersebut bubar, Rahman kemudian mendirikan sebuah grup musik beraliran rock. Band barunya ini ia beri nama Nemesis Avenue. Di Nemesis Avenue, ia memainkan beberapa alat musik, mulai dari keyboard, piano, synthesizer, harmonika hingga gitar. Namun dari kesemua perangkat alat musik ini, menurut Rahman, ia lebih tertarik dengan synthesizer. ''Alat ini merupakan kombinasi yang ideal antara musik dan teknologi,'' ungkap ayah dari Khadijah, Rahima dan Aameen ini kepada TFM Page Magazine edisi Januari 2006.

Karir profesionalnya di industri film baru mulai dirintis di tahun 1992, ketika ia mendirikan studio rekaman sendiri di rumahnya di Chennai. Studio musiknya yang diberinya nama Panchathan Record Inn tersebut saat ini bisa dibilang sebagai salah satu studio musik yang paling canggih dan memiliki teknologi tinggi di Asia.

Sepanjang karirnya sebagai musisi, Rahman telah memenangkan berbagai penghargaan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Antara lain empat belas piala Filmfare Awards, sebelas piala Filmfare Awards South, empat piala National Film Awards, dua piala Academy Awards, dua Grammy Awards, satu piala BAFTA Award dan satu piala Golden Globe. Atas pencapaian ini, pada tahun 2005 lalu oleh majalah TIME ia pernah dinobatkan sebagai penulis soundtrack film yang paling menonjol di India. Di tahun 2009 lalu, majalah TIME kembali memberi penghargaan kepada Rahman dengan menempatkannya dalam daftar 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia.[republika]
 
Dokter Gigi Angkatan Laut AS yang Memilih Agama Islam

ramaha.jpg

Heather Ramaha baru tiga bulan ditugaskan di basis militer AS Pearl Harbour, Hawai ketika serangan 11 September 2001 terjadi. Ia bersuamikan anggota pasukan Marinir AS, seorang muslim Palestina asal San Francisco. Meski suaminya muslim, Ramaha belum masuk Islam dan masih memeluk agama Kristen.
Peristiwa serangan 11 September 2001 membuat Islam dan Muslim menjadi pemberitaan dan pembicaraan masyarakat dunia, meski sebagian bersar pemberitaan itu bias dan mengandung kebencian terhadap kaum Muslimin dan Islam.Di sisi lain, peristiwa ini justru mendorong sebagian non-muslim untuk beralih memeluk agama Islam dan Ramaha adalah satu diantara mereka.

Kurang dari tiga minggu setelah serangan 11 September 2001 terjadi Kota New York dan Washington. Ramaha yang bertugas di bagian medis--sebagai dokter gigi--Angkatan Laut AS, datang ke masjid Manoa, Hawai. Disaksikan oleh beberapa muslimah yang juga hadir di masjid itu, Ramaha mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai syarat sah untuk menjadi seorang muslim. Sejak itu, Ramaha resmi menjadi seorang muslimah.

Ia mengungkapkan, ia masuk Islam atas kemauannya sendiri dan bukan karena suaminya, Mike, yang seorang muslim. "Mike tidak pernah sekalipun berusaha meminta saya untuk pindah agama. Dia bilang, jika saya ingin masuk Islam, saya harus mencari tahu tentang Islam sendiri," tutur Ramaha.

Setelah menjadi seorang muslimah, sang suami membantu Ramaha belajar salat terutama bacaan salat yang semuanya dalam bahasa Arab. Ramaha juga selalu mengenakan kerudung jika ke masjid, tapi belum bisa mengenakan jilbab di kantor karena ia terikat peraturan sebagai bagian dari Angkatan Laut AS.

Persoalan lain yang ia hadapi setelah bersyahadat adalah memberitahu keluarganya yang tinggal di California. "Saya tidak menemukan cara yang pas untuk memberitahu mereka agar mereka tidak syok. Pada ayah, saya cerita bahwa saya pergi ke masjid tapi tidak bilang bahwa saya sudah masuk Islam," kata Ramaha.

Ramaha mengungkapkan, dulu, keluarganya juga tidak menganut agama tertentu. Rahama adalah orang pertama di keluarganya yang pergi ke gereja. Pada usia 5 tahun, ia berteman dengan anak perempuan seorang Pastor. Ia kemudian menyatakan menganut agama Kristen. Setelah itu, kelurganya mengikutinya menjadi Kristiani. Sampai sekarang, ibunya Ramaha menjadi seorang aktivis gereja.

Ramaha mengakui, walau sudah menjadi seorang Kristiani, ketika itu ia masih meragukan soal konsep Trinitas dalam agamanya. Sampai suatu hari di bulan Maret, ia memutuskan untuk kuliah online Univeristas California yang mempelajari agama-agama di dunia. Selanjutnya, setelah peristiwa 11 September 2001, Ramaha mengambil kelas pengantar tentang agama Islam di Hawai. Ia pun mulai membaca isi Al-Quran dan merasakan ada hal yang "menyentak" hatinya. Ramaha merasa mendapat jawaban atas keraguannya selama ini terhadap ajaran Kristen yang pernah didapatnya, terutama konsep Trinitas yang membuatnya bingung.

"Saya sudah menjadi seorang Kristiani selama 18 tahun. Banyak sekali celah dalam ajaran agama itu yang membuat saya ragu. Tapi setelah mengenal Islam, agama ini membuka wawasan berpikir saya ... dalam hati saya merasa bahwa inilah agama yang tepat untuk saya," ujar Ramaha.

Ia juga mendapat banyak pertanyaan soal mengapa perempuan berpendidikan sepertinya dirinya memilih masuk agama Islam. Dua orang yang menanyakan hal itu padanya mengatakan bahwa Islam adalah agama yang menindas kaum perempuan. Ramaha merespon pertanyaan itu dengan jawaban bahwa banyak orang yang mencampuradukkan antara ajaran Islam dengan tradisi.

Sekedar informasi, menurut Presiden Asosiasi Muslim Hawai, Hakim Ouansafi, pascaserangan 11 September jumlah orang yang masuk Islam di Hawai meningkat tajam. "Rata-rata ada tiga orang yang masuk Islam setiap bulannya, dan kebanyakan mualaf adalah kaum perempuan,"
kata Ouansafi.

"Secara nasional, rasio orang yang masuk Islam adalah 4 banding 1. Empat mualaf perempuan, satu mualaf laki-laki," sambungnya. (ln/IFT/eramuslim)
 
Lee Woon-Jae , Kiper Muslim dari Negeri Gingseng

Lee_Woon-Jae.jpg

Nama Lee Woon-Jae mungkin terdengar asing di telinga kita. Tapi, tidak demikian bagi Penggemar sepakbola di Asia, terutama di negara asalnya Korea Selatan (Korsel). Lee merupakan penjaga gawang kesebelasan nasional Korsel yang pernah mengikuti beberapa kali Piala Dunia. Terakhir, dia ikut membela negaranya pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

Sebelumnya, Lee pernah mengikuti Piala Dunia 1994, 2002 dan 2006. Pria kelahiran Cheongju, Chungbuk, Korea Selatan tanggal 26 April 1973 ini memang selalu dipercaya menjadi kiper nomor satu di timnas Korsel.

Karir internasional Lee dimulai ketika ia dipercaya untuk memperkuat tim nasional Korsel pada ajang Olympiade 1992 di Barcelona. Karirnya makin meroket ketika dia berhasil mementahkan tendangan penalti pemain sayap Spanyol, Joaquin, di perempat final Piala Dunia 2002. Tendangan tersebut merupakan tendangan pinalti keempat Spanyol.

Keberhasilan Lee menahan bola yang dilayangkan Joaquin ini membuat Korea Selatan lolos ke semifinal, untuk pertama kalinya dalam sejarah sepakbola mereka. Kala itu, Korsel mengalahkan La Furia Roja 5-3 dalam drama adu pinalti, Namun, langkah tim nasional Korsel berhasil dihadang oleh Jerman di babak semifinal dengan skor 0-1.

Terpikat Islam

Namun tidak banyak yang tahu jika sosok kiper senior tim nasional Korsel yang mendapat julukan 'Si Tangan Laba-Laba' ini adalah seorang Muslim. Ya, dalam skuad tim negeri ginseng yang berlaga dalam Piala Dunia 2010 yang baru saja berakhir, Lee boleh dibilang satu-satunya pemain sepakbola Muslim.

Perihal keislaman Lee ini memang belum diketahui banyak pihak. Maklum, di Korsel mayoritas penduduknya beragama Buddha dan Kristen. Jadi, tak mengherankan, jika sosok Lee sebagai Muslim jarang diekspos. Meskipun begitu, di kalangan muslim pencinta sepakbola, Lee lumayan dikenal. Lee adalah seorang mualaf sejak tahun 2004. Jadi, ketika dia menyandang predikat Muslim sebagai pemain Korsel di Piala Dunia adalah sejak Piala Dunia 2006 di Jerman.

Perkenalan Lee dengan Islam terjadi di tahun 2004 silam. Sebelum memeluk Islam, Lee adalah penganut Kristen yang terbilang taat. Namun, perkembangan Islam yang cukup pesat di negaranya membuat dia tertarik dengan ajaran Islam. Lee pun akhirnya memutuskan menjadi Muslim. Dan, sejak saat itu ia taat menjalankan shalat dan puasa.

Saat Ramadhan tiba, Lee tetap berpuasa meski kompetisi sepakbola tengah berlangsung. Setiap harinya, Lee pun seperti biasa menjalankan shalat lima waktu dan sesekali ke masjid kalau pulang latihan atau menuju rumahnya. Lelaki berusia 37 tahun ini menikmati hari-harinya dengan tenang meskipun orang-orang di lingkungan sekitarnya kebanyakan non-Muslim.

Lee pun merasakan tolerasi beragama di tim nasional Korea Selatan dan di klubnya sehingga dia tidak merasa rikuh dengan predikat Muslim yang disandangnya.

Pensiun

Sepanjang karirnya, Lee tercatat sudah mengikuti empat Piala Dunia, dan ini membuat namanya masuk dalam dafrtar salah satu dari tujuh pemain Asia yang pernah bermain di empat Piala Dunia yang berbeda. Namun, pada ajang Piala Dunia 2010 lalu ia hanya menjadi pemain cadangan. Pelatih kepala Korsel Huh Jung-moo lebih memercayakan posisi kiper nomor satu kepada Jung Sung-ryong.

Posisinya yang hanya menjadi pemanas bangku cadangan selama Piala Dunia 2010 lalu ini agaknya yang membuat Lee akhirnya memutuskan untuk pensiun sebagai pemain nasional. Pertandingan persahabatan melawan Nigeria pada 11 Agustus 2010 lalu dengan kemenangan 2-1 menjadi penampilan Lee yang terakhir di tim nasional Korea Selatan. Lee telah menjadi bagian dari skuad Ksatria Taeguk dalam 130 pertandingan sejak 1994.[republika]
 
Benazir Bhutto Boxing Tournament. Menjadi awal perubahan Gbodo Ygor

tnj.jpg

Awal Januari 2010, Gbodo Ygor, petinju asal Republik Afrika Tengah datang ke Pakistan mengikuti ajang Benazir Bhutto Boxing Tournament. Turnamen ini ternyata menjadi titik awal perubahan hidupnya, karena saat mengikuti turnamen itulah Ygor memutuskan untuk menjadi seorang muslim dan saat kembali ke tanah airnya, ia sudah menyandang nama islami, Ali Akbar.
"Meski saya tidak mendapatkan gelar juara, saya mendapatkan sesuatu yang jauh lebih besar. Saya, dengan rahmat Allah, sekarang menjadi seorang muslim," kata Ali Akbar.

"Saya tidak bisa melupakan masa-masa itu. Saya merasa sudah sampai pada tujuan saya," kata petinju kelas welter ringan dengan mata berbinar.

Ali Akbar mengucapkan dua kalimat syahadat di Jamia Binoria International, sebuah tempat di pinggiran selatan kota Karachi. Ratusan orang yang hadir dalam acara itu satu persatu mengucapkan selamat dan memeluk Ali Akbar sebagai "saudara baru" mereka. Pekikan Allahu Akbar menggema dan makanan kecil semacam manisan khas Pakistan dibagikan untuk merayakan peristiwa itu.

"Saya menerima sambutan yang luar biasa. Saya tak menyangka akan diperlakukan seperti selebritis setelah masuk Islam," kata Akbar, anak tertua dari tujuh bersaudara.

Akbar mengakui butuh waktu lama untuk meyakinkan dirinya pada Islam, meski kedua orang tuanya sudah lama masuk Islam. Akbar menyebut nama pelatihnya, Muhammad Kalambaye, yang sudah membimbingnya untuk menjadi seorang muslim.

"Saya sebenarnya sudah merasa tertarik dengan Islam beberapa tahun belakangan ini, ketika Muhammad menjadi pelatih tim tinju kami. Dia tidak pernah memaksa kami untuk mempelajari Islam, tapi cara hidup dan karakternya yang baik yang membuat kami jadi tertarik pada Islam," tutur Akbar.

Ternyata bukan hanya Akbar yang menjadi tertarik pada Islam begitu melihat perilaku yang ditunjukkan Muhammad Kalambaye. Lima rekan Akbar lainnya juga mengalami hal yang sama. Dan kelimanya juga memutuskan masuk Islam saat bertanding di Pakistan.

"Pakistan adalah negara Muslim pertama yang pernah kami kunjungi," tukas Akbar.

"Dua rekan saya masih ragu memeluk Islam dengan alasan ingin mempelajari lebih banyak tentang Islam. Tapi begitu saya memberitahu bahwa kami di sini (Pakistan) besok akan mengucapkan syahadat, kami tidak menyangka mereka mengatakan akan masuk Islam juga," kisah Akbar.

Ia menilai Islam merupakan agama terbaik karena Islam mengajarkan bahwa derajat manusia sama di mata Tuhan, yang membedakan hanyalah amal ibadahnya dan mengajarkan untuk mendahulukan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi.

"Saya menyaksikan beragam orang Islam di lingkungan saya, yang tidak hanya saling menolong antar orang Islam sendiri tapi juga menolong orang-orang non-Muslim yang membutuhkan. Mereka bilang, menolong sesama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Islam. Tidak ada konsep superioritas dalam Islam. Saya sangat tersentuh dengan semangat dan komitmen ini," tukas Akbar.

Ia mengungkapkan, pelatih tinjunya, Muhammad Kalambaye, sering mengutip perkataan Rasulullah Muhammad saw yang menyatakan bahwa dalam Islam tidak ada ajaran bahwa orang Arab lebih superior dari non-Arab atau orang kulit putih lebih superior dari orang kulit hitam.

"Konsep kesetaraan itu membuat saya sangat tertarik pada Islam," ujar Akbar.

Lebih lanjut ia menceritakan, kedua orang tuanya menjerit karena gembira begitu ia mengabarkan telah masuk Islam lewat telepon. "Saya memang sudah memberi isyarat sebelum berangkat ke Pakistan bahwa saya akan membawa hadiah istimewa buat mereka. Tapi saya tidak menceritakan secara langsung apa rencana saya di Pakistan," tutur Akbar.

Sekarang, Akbar berharap bisa menuntun saudara-saudara kandungnya yang lain--empat adik perempuan dan tiga adik lelaki--yang masih memeluk agama Kristen agar menemukan jalan Islam. "Insya Allah, Allah akan segera melimpahkan rahmat pada mereka juga," harap Akbar.

Kisah Ali Akbar dan rekan satu timnya--semuanya sembilan orang--masuk Islam secara bersamaan, menjadi pemberitaan media massa di Pakistan. Selain mereka, juga ada tiga petinju asal Kamerun yang juga masuk Islam pada saat yang sama.


Presiden Asosiasi Tinju Republik Afrika Tengah, Lumande Kristin mengaku gembira dengan keputusan "anak-anak asuh"nya itu. "Saya bahagia mereka memeluk agama yang mengajarkan perdamaian dan persamaaan derajat manusia," ujar Kristin yang seorang nasrani.

"Mereka tidak akan menghadapi persoalan ketika kembali ke tanah air, baik dari sisi sosial maupun ekonomi. Mereka adalah para pahlawan kami dan akan tetap menjadi pahlawan kami apapun agama mereka yang anut," tandas Kristin. (ln/oi/eramuslim)
 
Alhamdulillah, Aktivis Yahudi Masuk Islam

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT--Seorang aktivis kemanusiaan Yahudi asal Maroko, Thali Fahima, Senin 7 Juni, mengumumkan keislamannya di kota Umm Al Fahm, setelah melalui berbagai perjalanan mencari kebenaran hakiki. Thali Fahima pun memilih untuk menyatakan keislamannya di kota Umm Al Fahm karena ia ingin menjelaskan bahwa yang mendorong ia masuk Islam adalah karena ia mengenal baik Asy Syaikh Raid Shalah, pemimpin gerakan Islam di Palestina 1948 yang sekarang diduduki Zionis.

Seperti yang dilansir sahabat al-Aqsha, Thali Fahima mengatakan ketika dirinya pertama kali bertemu Syaihk Raid Shalah, jiwanya merasa guncangan hebat kendati belum mengucapkan sepatah kata. Menurut Tali Fahima, pancaram raut wajah dan sikap endah hati Syeikh Raid Shalah mendorong dirinya masuk islam.

Pernyataan keislamannya di Masjid Al Malsa dan disaksikan oleh Asy Syaikh Dr Raid Fathi, Asy Syaikh Yusuf Al Bazz serta imam Masjid Malsa, Asy Syaikh Taufik Yusuf dan Asy Syaikh Mustafa Ridha. Setelah Asy Syaikh Raid Fathi menjelaskan pokok-pokok ajaran Islam kepada Thali Fahima, ia pun beranjak untuk menjenguk Asy Syaikh Raid Shalah yang sedang dalam tahanan rumah oleh 'pemerintah' Zionis.

Ia menjenguk pemimpin gerakan Islam itu untuk memberitahukan keislamannya sekaligus menyampaikan rasa terima kasih kepadanya. Thali juga mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah Ta’ala yang telah mentakdirkannya mengenal Asy Syaikh Raid Shalah sebagai jalan baginya untuk menjemput hidayah teragung, yaitu Islam yang lurus.
 
saya bantu menambahkan, buat sharing......;)

S.S Lai masuk Islam setelah bermimpi mendengar suara Adzan

masjid-di-cina.jpg

"Saya percaya bahwa setiap anak lahir dalam keadaan suci dan hanya orang tua merekalah yang menentukan kemana anak akan melangkah. Semoga Allah menuntun hati-hati mereka menuju Islam," doa Lai yang menjadi seorang muslim.
Kamis, 30 Desember 2010
S.S Lai masuk Islam setelah bermimpi mendengar suara Adzan

Terlahir dari keluarga berlatarbelakang etnis Cina, S.S Lai tumbuh di tengah budaya yang melakukan penyembahan berhala dan memuja nenek moyang mereka yang sudah meninggal. Sejak kecul ia sudah dididik untuk mempercayai banyak dewa-dewi dalam keyakinan agama Cina.

Setiap tahun, Lai selalu berharap dan antusias jika ayahnya mengajaknya ke kuil untuk melaksanakan peribadahan persembahan untuk para dewa-dewi. Sebagai anak-anak, kegembiraannya ketika itu bukan karena ia akan beribadah tapi karena setiap acara tahunan di kuil ia akan menikmati makanan yang banyak dan bervariasi.

Itulah sepenggal kenangan S.S Lai, seorang perempuan yang berasal dari etnis Cina yang tinggal di negeri muslim, Brunei Darussalam. Ia merasa bersyukur karena menghabiskan sebagian besar masa sekolahnya di sekolah yang mayoritas siswanya beragama Islam.

"Saya ingat, seorang teman pernah membawa buku komik bergambar tentang mereka yang dihukum di api neraka. Saya tidak begitu paham tentang apa itu neraka pada saat itu. Saya hanya tahu bahwa jangan pernah membuang sedikit pun permen atau keripik (makanan) atau kita akan dihukum di akhirat kelak," ujar Lai.

Ia paham, seorang muslim berpuasa pada bulan Ramadan dan dilarang makan daging babi. Ketika itu, Lai belum tertarik dengan Islam, meski banyak sahabatnya yang muslim. Tapi Lai mengakui, saat berusia 7 tahun, ia merasakan hal yang aneh bahwa suatu saat ia akan menjadi seorang muslim, seperti salah seorang pamannya.

"Namun saya tidak pernah bertanya pada siapa pun tentang Islam. Taku mereka ingin tahu, dan ini yang membuat saya takut dan malu," tutur Lai.

Perjalanan Lai menuju cahaya Islam bermula dari kebingungannya saat ia belajar geografi. Dirinya bertanya-tanya mengapa manusia bisa berdiri dan berjalan bumi dan tidak terlempar ke luar angkasa yang gelap. Pulang ke rumah, Lai menanyakan hal ini pada pamannya, namun sang paman malah menasehatinya agar jangan terlalu banyak bertanya "mengapa" pada semua hal. Sejak itu, Lai selalu menahan diri untuk tidak selalu menanyakan "mengapa" pada hal-hal yang menarik perhatiannya.

Tahun 1988, Lai mendapatkan beasiswa belajar ke Inggris. Sesuatu yang menjadi impiannya dan ia bekerja keras untuk bisa belajar ke luar negeri. "Saya menjadi orang yang berguna dan kaya, dan membuat kedua orang tua saya bangga. Satu-satunya yang saya tahu untuk mencapai ambisi saya itu adalah menjadi seorang dokter," ujar Lai.

Saat kuliah di Inggris, suatu malam Lai bermimpi mendengar suara azan dan ia berjalan menuju ke arah suara itu, lalu ia berdiri di sebuah pintu gerbang yang besar. Di pintu gerbang itu terlihat tulisan dalam bahasa Arab. Dalam mimpi itu, Lai merasakan kedamaian dan rasa aman. Ia masuk ke dalam sebuah ruangan yang bercahaya dan di sana ia melihat sosok yang sedang salat.

"Saya sulit menggambarkan bagaimana perasaan saya saat itu. Keesokan harinya saya memaksakan diri untuk menanyakan tentang mimpi saya itu pada teman saya, seorang mahasiswi dari Malaysia. Dia bilang, itu adalah 'hadassah' dari Allah," Lai mengisahkan perihal mimpinya itu.

Pembicaraan tentang mimpi itu mendorong Lai untuk lebih banyak bertanya tentang agama Islam. Selama ini, banyak orang mengatakan pada Lai bahwa kaum Muslimin adalah orang-orang yang jahat dan selalu menindas penganut agama lain.

Saat berkesempatan pulang kampun ke Brunei, Lai mengatakan pada keluarganya bahwa ia ingin menenangkan diri selama setahun ini dan melepaskan diri dari segala ambisinya. Ia merasa ada sesuatu yang lebih penting dari semua yang telah ia kejar selama bertahun-tahun. Sudah bisa dipastikan, keluarganya menolak permintaan Lai, yang membuat Lai hanya bisa menangis siang dan malam.

"Saya menangis karena yang terdengar di telinga saya adalah gema suara azan, sampai seorang teman saya menganggap saya sudah gila, dan saya pun mulai berpikir demikian," ungkap Lai.

Ia lalu ingat sahabat masa sekolahnya dulu, seorang muslim yang taat. Darinyalah, Lai mulai belajar tentang bagaimana menjadi seorang muslim. Akhirnya, hari bersejarah itu pun tiba. Tanggal 5 Oktober 1991, Lai mengucapkan dua kalimat syahadat dan resmi menjadi seorang muslimah.

"Saya percaya bahwa setiap anak lahir dalam keadaan suci dan hanya orang tua merekalah yang menentukan kemana anak akan melangkah. Semoga Allah menuntun hati-hati mereka menuju Islam," doa Lai menutup ceritanya menjadi seorang muslim.
sumber : ln/isc/eramuslim

Insya Allah memberi manfaat untuk kita.;)
 
Kisah Pemain NBA Mualaf Yang Anti Hormat Bendera

Tanggal 12 Maret 1996, seakan menjadi sejarah kelam dalam karir Chris Wayne Jackson sebagai seorang pebasket profesional. Pada tanggal tersebut hampir lima belas tahun lalu, Jackson mendapat sanksi larangan bertanding dari NBA, Asosiasi Bola Basket Amerika Serikat. Hukuman ini dikenakan kepada Jackson karena ia tidak bersedia untuk berdiri ketika lagu kebangsaan Amerika Serikat, The Star Spangled Banner dinyanyikan sesaat sebelum pertandingan dimulai. Ketika itu ia memperkuat Denver Nuggets.

chris_wayne_jackson.jpg

Saat itu Jackson beranggapan hal ini (berdiri, red) tidak pantas dilakukan, karena menurutnya bendera Amerika Serikat adalah simbol penindasan. Ia juga mengatakan bahwa Amerika Serikat sendiri mempunyai sejarah tirani yang panjang dan tidak sesuai dengan keyakinannya sebagai seorang muslim.

Sontak, tindakan Jackson yang dinilai kontroversial ini pun menuai protes dari publik Negeri Paman Sam yang berujung pada sanksi larangan bertanding dari NBA. Tapi hukuman skors tersebut hanya berlangsung satu pertandingan. Dua hari kemudian sanksi tersebut dicabut. NBA pun membuat kesepakatan dengan pebasket berdarah Afro-Amerika ini. Sesuai dengan isi kesepakatan tersebut, Jackson tetap harus berdiri pada saat lagu kebangsaan dinyanyikan, tetapi ia diperbolehkan untuk menundukkan kepala dan memejamkan matanya. Abdul-Rauf mengatakan pada saat seperti itu, ia memanjatkan doa.

Selang tiga belas tahun kemudian, dalam sebuah kesempatan saat tengah memberikan ceramah di sebuah masjid di Gulfport, Mississippi, dengan tegas Jackson mengungkapkan bahwa sikapnya tersebut adalah pengejewantahan dari agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. ''Saya memanfaatkan kontroversi itu sebagai alat untuk menjelaskan pada orang lain tentang agama saya,'' tukasnya.

Chris Wayne Jackson lahir di Gulfport pada tanggal 9 Maret 1969. Ia adalah pemain basket NBA di era 90-an. Di masa lalu, Jackson merupakan salah satu point guard paling jempolan. Ia lahir dan dibesarkan di tengah keluarga pemeluk Kristen. Ia mengganti namanya menjadi Mahmoud Abdul-Rauf pada saat ia pindah agama dan memeluk Islam pada tahun 1991.

Sebelum terjun ke NBA, Jackson memperkuat tim basket tempatnya berkuliah di Lousiana State University (LSU). Bersama tim basket kampusnya ini Jackson memiliki karir basket yang cemerlang. Hal ini pula lah yang kemudian mendorong Denver Nuggets, salah satu tim basket profesional NBA, merekrutnya pada tahun 1990. Sejak saat itu karirnya sebagai pemain basket profesional dimulai.

Abdul-Rauf bisa dikatakan sebagai pemain terbaik di klub bakset yang berbasis di Denver, Colorado ini. Ia memperkuat Denver Nuggets hingga musim kompetisi 1995-1996. Pada musim kompetisi 1992-1993, Abdul-Rauf menyabet gelar The Most Improved Player Award, sebuah penghargaan yang diberikan kepada pemain yang dianggap telah menunjukkan perkembangan yang lebih baik dari musim sebelumnya. Saat memperkuat Denver Nuggets ia juga pernah memimpin NBA dalam kategori persentase tembakan bebas (free-throw) terbaik dalam satu musim pada tahun 1994 dan 1996. Ia memiliki rekor 19.2 poin dan 6.8 assist per game pada musim 1995-1996.

Walau akhirnya hukuman larangan bermainnya tersebut dicabut dan hanya diganti dengan larangan bermain sebanyak satu kali pertandingan, tapi tak ayal ia kemudian menjadi pemain paling dibenci di AS. Karir basketnya di AS terancam. Terbukti, tak lama berselang setelah kontroversi lagu kebangsaan Amerika Serikat, Denver Nuggets pun mengakhiri kontraknya dengan Abdul-Rauf. Namun Abdul Rauf tak bergeming dengan keyakinan dan kebiasaannya tersebut.

Meninggalkan NBA

Setelah tidak lagi memperkuat Nuggets, ia sempat bermain untuk tim basket NBA lainnya, Sacramento Kings, sebelum akhirnya ia benar-benar meninggalkan ajang kompetisi bola basket profesional di Amerika Serikat ini. Ia memperkuat Sacramento hanya selama dua musim (1996 hingga 1998).

Selepas meninggalkan ajang kompetisi NBA, Abdul-Rauf melanglang buana dari satu klub ke klub basket lainnya. Ia pernah bermain untuk klub basket asal Turki, Fenerbahce selama satu musim (1998-1999). Setelah itu ia sempat vakum selama satu musim, baru kemudian ia bermain basket lagi bersama Vancouver Grizzlies, klub basket asal Kanada selama musim 2000-2001. Setelah kontraknya dengan Vancouver Grizzlies tidak diperpanjang, ia memilih untuk berhenti sejenak dari arena basket selama dua musim (2001-2003).

Pada tahun 2003 Abdul-Rauf mengikat kontrak dengan tim basket Rusia, Ural Great Perm, selama satu musim. Setelah itu kemudian ia berturut-turut bermain untuk klub basket asal Italia Sedima Roseto (2004-2005); klub basket Yunani Aris Thessaloniki (2006-2007); klub basket Arab Saudi Al-Ittihad (2008-2009); dan klub basket Jepang Kyoto Hannaryz (2009-2010).

Setelah malang melintang di berbagai ajang kompetisi basket dunia, Abdul-Rauf masih menyimpan keinginan untuk bisa kembali bermain di ajang kompetisi NBA. ''Mungkin saja saya dapat kembali tampil di Amerika Serikat. Pintu mungkin sudah tertutup tapi NBA tak hanya ada di kota dan saya ingin menggunakan talenta yang diberikan Tuhan meski saya hanya bermain di Timbuktu,'' ujar Abdul Rauf seperti dikutip yahoosports awal April 2010.

Keputusannya untuk meninggalkan kompetisi basket NBA, membawa perubahan besar dalam diri Mahmoud Abdul-Rauf. Secara perlahan, ia mulai berkecimpung dalam kegiatan dakwah. Ia membangun sebuah masjid di kota kelahirannya di Gulfport, Mississippi. Bahkan ia pun menjadi imam di masjid tersebut.

Abdul-Rauf berharap, keberadaan bangunan masjid ini akan membawa dampak positif pada generasi muda di Gulfport yang dikenal sangat dekat dengan obat-obatan dan tindak kriminal. Ia pun kerap menyelenggarakan acara yang melibatkan kaum remaja di Gulfport. ''Ilmu pengetahuan bisa membuat seorang budak menjadi raja,'' itulah nasehat yang kerap disampaikan Abdul-Rauf kepada para remaja muslim di lingkungannya.

Dalam setiap ceramahnya, ia juga berpesan pada generasi muda muslim ini untuk menegakkan Islam dimana pun mereka berada dan menuntut ilmu sebanyak mungkin. ''Kita senantiasa melihat pendidikan sebagai bekal untuk mencari kerja demi keamanan finansial. Tapi kita melupakan tujuan utama pendidikan yang seharusnya menjadi bekal bagi seseorang agar bisa bertahan dalam kehidupan,'' ujarnya.

Ia membandingkan pendidikan Barat yang berbasis sekularisme, memisahkan antara negara dengan agama. Menurutnya, pendidikan dalam Islam harus mencakup segala aspek kehidupan. ''Umat Islam tidak bisa menyingkirkan agamanya ke dalam 'kloset','' kata Abdul-Rauf.

Abdul-Rauf juga menguraikan hasil studi yang dilakukan oleh para profesor di Universitas Harvard dan Universitas Yale. Hasil studi itu menunjukkan bahwa anak-anak Afrika memiliki bakat lebih cepat menangkap pelajaran. ''Sejarah membuktikan bahwa orang-orang Afrika dan Muslim adalah para penemu disiplin ilmu modern seperti aljabar dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya,'' tuturnya
 
Betul betul betul,,,, memeluk islam bagus gan tapi lebih bagus lagi menjalankan islam itu sendiri....., hihihihi
 
mana lagi ni update terbarunya...^_^
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.