• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Perang Jenderal Bintang Tiga: Trunojoyo vs Kelapa Dua

Angela

IndoForum Addict A
No. Urut
88
Sejak
25 Mar 2006
Pesan
41.567
Nilai reaksi
23
Poin
0
Spoiler for Dankor Brimob:
Perang Jenderal Bintang Tiga: Trunojoyo vs Kelapa Dua




It is better to risk saving a guilty person than to condemn an innocent one. Voltaire

Mungkin bagi khalayak banyak, ucapan dari Voltaire ini membingungkan. Bagaimana mungkin lebih baik membela seseorang yg bersalah ketimbang menuduh mereka yg tidak bersalah? Bukankah hukum dibuat untuk membela yg benar & menghukum yg salah?

Guna menjawab pengaplikasian dari ucapan Voltaire tersebut, mari kita tengok peristiwa Boston Massacre (Pembantaian Boston). Pembantaian Boston merupakan sebuah peristiwa pada 5 Maret 1770 dimana 9 orang tentara Inggris menembak 5 orang dari 300-400 orang yg melecehkan para tentara tersebut secara verbal & melempari mereka dengan batu, kayu, hingga bola salju.

Pada akhirnya, seorang prajurit menembak, sehingga mendorong prajurit lainnya ikut menembak tanpa perintah dari atasan. Akibatnya 8 orang, 1 perwira, & 4 rakyat sipil ditangkap & dituntut dalam perkara pembunuhan. Namun, berkat pengacara yg bernama John Adams, 6 dari tentara dinyatakan tidak bersalah, sementara 2 orang divonis bersalah karena pembunuhan (unlawful killing).

Pertanyaannya, mengapa John Adams, seorang patriot yg nantinya jadi Presiden Amerika mau membela tentara Inggris? John Adams mengatakan bahwa lebih penting melindungi mereka yg tidak bersalah ketimbang menghukum yg bersalah. Sebab kejahatan amat sering terjadi di dunia, tak mungkin semuanya dapat dihukum.

Tapi ketika mereka yg tidak bersalah dihukum, maka si terhukum akan berkata tidak ada pengaruhnya bersikap baik atau jahat, sebab bersikap baik pun tidak menjamin keamanan diri.

Pemikiran seperti itu akan menyebabkan publik tidak percaya lagi dengan sistem hukum. Pemikiran yg akan jadi akhir dari ketertiban & keamanan.

Kasus seperti yg ditangani John Adams mirip dengan kasus yg terjadi di negeri ini. Yakni kasus polisi tembak polisi yg jadi perhatian publik bada Idul Adha Juli lalu. Seorang Bharada E dari Brimob menembak Brigadir J dari Reskrim yg dulunya juga berasal dari Brimob. Penembakan dipicu pelecehan seksual yg dilakukan si Brigadir kepada istri Jenderal Ferdy Sambo yg menjabat sebagai Kadiv Propam.

Namun kasus penembakan oleh sesama ajudan Kadiv Propam tersebut menyisakan pertanyaan di benak publik. Mulai dari pengungkapan adanya kejadian penembakan yg terjadi di hari Jumat pada Senin tanggal 10 Juli 2022 hingga soal CCTV yg rusak di TKP. Akibatnya kasus ini pun tidak cuma jadi perhatian Istana & parlemen, tetapi juga internal Kepolisian serta purnawirawan.

Presiden Jokowi lantas memerintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas kasus ini. Sehingga pada tanggal 12 Juli 2022, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk regu spesifik yg dipimpin Wakapolri & beranggotakan Irwasum, Kabareskrim, & Kabaintelkam untuk mengawal kasus Duren Tiga.

Sumber :Detik

TKP polisi tembak polisi sebenarnya tidak cuma soal penembakan, tetapi juga pelecehan. Seandainya kita cuma melihat kasus ini sebagai penembakan, maka Brigadir J jadi korban. Akan tetapi bila kita melihat kasus ini sebagai pelecehan, maka korbannya adalah Putri Candrawathi istri dari Ferdy Sambo & Bharada E yg hendak dikriminalisasi.

Adanya fakta dua kasus yg berbeda inilah yg menyebabkan polemik di internal Kepolisian, khususnya antar Jenderal Bintang 3, yakni antara Dankor Brimob kontra Kabareskrim.

Dankor Brimob yg merupakan jabatan baru dalam perebutan Kapolri mendatang, memasang badan pada tindakan Bharada E dalam tembak menembak dengan Brigadir J yg merupakan personel Bareskrim Polri.

Perhatikanlah pada pemeriksaan Bharada E oleh Komnas HAM, betapa ia dikawal banyak personel polisi bahkan perwira pun ikut mengawalnya. Hal itu disebabkan karena Dankor Brimob yg memerintahkan pengawalan ketat. Sebab Dankor Brimob menilai penembakan Bharada E kepada Brigadir J adalah pembelaan diri atau Noodweer.

Sumber :Viva

Yakni suatu tindakan kriminal yg dilakukan seseorang dalam upayanya mengerjakan suatu pembelaan diri dari ancaman seseorang yg menyangkut harta, benda maupun kesusilaan diri sendiri maupun orang lain pada waktu yg bersamaan & dalam keadaan yg sudah sangat terpaksa sehingga sudah tidak ada lagi opsi selain untuk mengerjakan tindakan yg termasuk dalam tindak pidana tersebut.

Sementara Kabareskrim mendapat bantuan dari Napoleon Bonaparte. Mantan Kadiv Hubinter tersebut memepertanyakan fungsi timsus yg dibentuk Kapolri. Baginya peristiwa baku tembak antar anggota Polri itu tidak memerlukan regu spesifik seperti yg sudah dibentuk Kapolri.

Sumber :CNN Indonesia

Komentar dari Napoleon tersebut bertujuan supaya kasus pelecehan seksual ditiadakan & cuma ada kasus penembakan antara Brimob E kepada Bareskrim J.

Pihak yg harap mengisolasi kasus polisi tembak polisi cuma pada peristiwa penembakan lantas menggoreng keresahan keluarga Brigadir J lewat isu perselingkuhan antara Putri & Brigadir J, supaya terbentuk skenario Overmacht. Yakni Bharada E sebagai bawahan dipaksa oleh Irjen Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.

Sementara pihak yg melihat adanya pelecehan seksual sebagai penyebab penembakan akan menempatkan Bharada E dalam posisi Noodweer dalam rangka melindungi istri atasannya.

Posisi Overmacht sebetulnya murni spekulasi karena cuma berdiri di atas keterbatasan bukti yg memadai dari kasus pelecehan. Keterbatasan bukti ini dikembangkan sehingga muncullah spekulasi adanya perselingkuhan. Posisi Noodweer Bharada E berubah jadi Overmacht.

Posisi Noodweer sebetulnya jauh lebih kuat, karena sudah ada pelaporan oleh korban pelecehan yg didukung kesaksian Bharada E, ART, & R (polisi lain yg ada di tempat). Sayangnya, kasus percobaan perkosaan memang sulit dibuktikan. Tengok saja kasus Bechi Jombang, Herry Wirawan, & kasus pelecehan lain yg sulit terungkap atau bahkan tersimpan rapat.

Namun ada penegasan dari Komnas Perempuan bahwa mereka mengidentifikasi ada indikasi kekerasan seksual yg dialami istri Ferdy Sambo yg berujung pada insiden penembakan Brigadir J.

Sumber :CNN Indonesia

Peliknya kasus menyebabkan Kapolri menarik semua kasus untuk diambil alih Timsus bentukannya. Akan tetapi, setelah berhari-hari peristiwa naas tersebut tidak menunjukkan titik terang mengakibatkan spekulasi yg berkembang di publik semakin liar.

Itulah mengapa Kapolri mengungkap penanganan kasus Brigadir J diambil alih Polda Metro Jaya. Pengambilalihan ini sebenarnya bukan dari Polres Metro Jakarta Selatan seperti yg diberitakan media, melainkan kasus tersebut sebelumnya sudah diambil alih Timsus Kapolri & ditangani oleh Dirtipidum. Namun karena lebih sepekan tak kunjung selesai, Kapolri pun mengalihkannya ke Polda Metro Jaya dengan pertimbangan pihak Polda Metro lebih berpengalaman dalam menyelesaikan suatu perkara.

Sumber :Tribunnews

Lamanya penuntasan kasus, sementara ruang spekulasi semakin berkembang, menyebabkan tanggal 18 Juli sekitar 10 hari setelah peristiwa berdarah itu, pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, melaporkan kasus kematian Brigadir J ke Bareskrim.

Kamaruddin mengatakan, laporan itu dibuat karena diduga Brigadir J jadi korban pembunuhan berencana. Ia menduga terjadi penganiayaan di sepanjang perjalanan Magelang Jakarta karena ada luka di bagian kepala belakang Brigadir J, dia menduga orang yg duduk di kursi tengah belakang yg mengerjakannya.

Sumber :Kompas

Kasus pembunuhan berencana yg dilaporkan keluarga J berkat usulan regu kuasa hukum sebenarnya memiliki dasar yg lemah. Menurut praktisi hukum Ricky Vinando banyak yg tidak logis dari pernyataan Kamaruddin. Seperti letak TKP matinya Brigadir J yg kemungkinan sepanjang perjalanan Magelang Jakarta atau di rumah dinas Kadiv Propam. Bagaimana mungkin letak kematian ada di dua tempat?

Lalu terkait penganiayaan sepanjang perjalanan Magelang Jakarta jadi sangat lemah karena hingga saat ini belum keluar hasil otopsi oleh dokter forensik, namun Kamaruddin justru sudah menciptakan kesimpulan sendiri seolah ada penganiayaan pada tubuh Brigadir J. Apalagi dari segi ilmu kedokteran forensik pada tubuh orang yg meninggal, memang ada livor mortis bahkan mata, kulit, suhu tubuh juga mengalami perubahan.

Sumber :Makassar Terkini

Selain itu, sudah dibuktikan pula lewat CCTV perjalanan antara Magelang Jakarta hingga masuk ke rumah dinas Kadiv Propam, Brigadir J masih hidup.

Namun, meski dugaan pembunuhan berencana itu lemah pondasinya, Bareskrim Polri lewat Dirtipidum Brigjen Andi Rian Djajadi meningkatkan kasus dugaan pembunuhan berencana dari penyelidikan jadi penyidikan pada 22 Juli 2022.

Sumber :Tribunnews

Dasar dari penyidikan pembunuhan berencana tersebut adalah rekaman pembicaraan (jejak elektronik) yg mengarah pada dugaan pembunuhan terencana kepada Brigadir J.

Ramos Simanjuntak, kuasa hukum keluarga Brigadir J selain Kamaruddin, kurang pede dalam menyimpulkan ancaman pembunuhan yg diklaim Kamaruddin. "Kalau untuk ceritanya itu (ancaman pembunuhan), jadi memang ada diceritakan, tetapi sejak kapannya itu ada sekitar satu minggu-an lah ada pembicaraan-pembicaraan yg memang mengarah ke sana," mengatakan Ramos.

Sumber :Detik

Perhatikanlah betapa Ramos tidak dengan gamblang menyatakan adanya ancaman pembunuhan. Artinya ia sendiri pun ragu apakah ancaman pembunuhan itu ada atau tidak.

Kamaruddin saat melaporkan dugaan pembunuhan berencana juga menyampaikan bahwa HP milik Brigadir J lenyap usai insiden baku tembak. "Handphone yg kita laporkan itu handphone-nya almarhum (Brigadir J) ada tiga atau empat, itu hingga sekarang belum ditemukan," terangnya, Senin, 18 Juli 2022.

Sumber :FIN

Fakta mengatakan justru HP Brigadir J tidak 3-4 seperti yg diceritakan Kamaruddin. Polisi menemukan cuma ada 2 HP milik Brigadir J di rumah dinas & bukan hilang tetapi disita penyidik untuk diteliti di laboratorium forensik. Kamaruddin sendiri mengatakan pihaknya belum memeriksa kebenaran kepemilikan HP tersebut.

"Saya belum periksa apakah itu handphone-nya atau yg lain karena harus kita periksa terlebih dahulu," mengatakan Kamaruddin.

Sumber :Detik

Kamaruddin pula yg sempat menuding Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan mengantarkan jenazah Brigadir J sehingga dinonaktifkan. Padahal fakta mengatakan bahwa yg mengantar jenazah Brigadir J adalah Pemeriksa Utama Divpropam Polri Kombes Leonardo Simatupang.

Sumber :JPNN

Artinya, pola gertak sambal dengan memainkan spekulasi untuk mengisi celah kekosongan di ruang penyelidikan & penyidikan memang tabiat dari Kamaruddin. Itulah mengapa, rekaman ancaman pembunuhan cuma gertakan dari Kamaruddin.

Hasil CCTV Magelang Jakarta justru memperlihatkan Brigadir J masih hidup di perjalanan, maka sebenarnya tidak ada pembunuhan berencana, melainkan pembunuhan yg disebabkan peristiwa spontanitas di rumah Kadiv Propam.

Sumber :Berita Satu

Setelah ada bukti CCTV perjalanan dimana Brigadir J masih hidup, mengapa pihak Bareskrim tetap mengerjakan penyidikan kasus pembunuhan berencana yg ber-TKP di rumah Kadiv Propam?

Pada bulan Maret 2022 lalu, Kapolri memastikan polisi tidak boleh jadi bagian dalam masalah. Anggota Polri dilarang menghambat investasi. Karena itu, para pengusaha diminta jangan takut untuk melapor kalau ada oknum polisi yg main-main.

Irjen Ferdy Sambo lantas ia perkenalkan ke pengusahan & meminta kepada Kadiv Propam itu supaya menyampaikan nomor HP nya ke pengusaha supaya para pengusaha dapat mengadu apabila ada jajaran kepolisian yg bermain.

Sumber :FIN

Artinya Ferdy Sambo itu cuma tukang pukulnya Kapolri untuk bersih-bersih Polri. Akan tetapi, cara Kapolri buka pengaduan langsung pengusaha kepada Kadiv Propam menciptakan ada jenderal polisi yg marah besar.

Oleh karena itu salah satu cara melengserkan Kapolri adalah dengan melengserkan Irjen Ferdy Sambo. Pertempuran bursa Kapolri ini pula yg akhirnya jadi medan tempur antara Dankor Brimob yg sudah dipimpin Jenderal Bintang Tiga melawan Kabareskrim dimana Bharada E yg berasal dari jajarannya menembak Brigadir J eks Brimob yg kini menjabat di Bareskrim.

Majalah TEMPO pernah menuliskan bahwa ada seorang petinggi Mabes Polri mengaku sempat menolak kronologi versi lembaganya yg menyertakan motif pelecehan seksual di balik penembakan Brigadir J. Ia sempat mengusulkan, kalau memang ada perundungan, lebih baik hal tersebut dibuktikan di pengadilan, jangan langsung di-publish. Tapi ia kalah suara.

Apabila skenario menolak melanjutkan kasus pelecehan seksual Brigadir J kepada istri Kadiv Propam seperti yg diharapkan petinggi Mabes Polri itu terwujud maka sudah dapat dipastikan Bharada E dinyatakan bersalah, yg jua menyeret Irjen Ferdy Sambo, Kapolri pun hilang pegangan, & bursa Kapolri tanpa Dankor Brimob.

Dankor Brimob yg memasang badan pada Bharada E dengan menerjunkan anggota Brimob mengawalnya menandakan ia mendukung penuh posisi Ferdy Sambo. Tujuannya untuk menolong Timsus bentukan Kapolri mengepung Jenderal bintang 3 yg suka main kasus untuk peras pengusaha.

Perang bintang itu makin alot dari adanya penarikan dua laporan dugaan tindak pidana terkait tewasnya Brigadir J dari Polda Metro Jaya ke Bareskrim Polri. Laporan polisi (LP) itu kini dijadikan satu dengan laporan dugaan pembunuhan berencana Brigadir J yg sudah sedari awal ditangani Bareskrim.

Pelimpahan itu dilakukan untuk efektivitas penyidikan, supaya proses penyidikan tidak mengulang dari awal setiap LP.

"Ya. Dijadikan satu supaya efektif & efisien dalam manajemen sidiknya (penyidikannya)," ujar Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Minggu, 31 Juli 2022.

Sumber :Kompas

Sehingga Bareskrim kini menangani tiga LP terkait kasus polisi tembak polisi. Kita pun dapat menebak LP apa saja yg diurus. Yakni LP soal pembunuhan berencana, & LP soal pelecehan seksual. Tapi bagaimana dengan LP ketiga? Memangnya masih ada kasus lagi?

LP ketiga adalah percobaan pembunuhan Brigadir J kepada Bharada E. Sebab ada saksi kunci yg mengetahui bahwa Brigadir J lah yg meletuskan timah panas terlebih dahulu.

Sumber :Sindonews

Sehingga kita simpulkan, ada 3 kasus yg tengah diusut:
1. LP pembunuhan berencana dimana Bharada E sebagai pelaku & Brigadir J sebagai korban.
2. LP percobaan pembunuhan dimana Brigadir J sebagai pelaku & Bharada E sebagai korban.
3. LP pelecehan seksual dimana Brigadir J sebagai pelaku & Putri Candrawathi sebagai korban.

Seandainya kita mau menganalisis lebih mendalam, kasus pembunuhan berencana memiliki posisi paling lemah.

Samuel Hutabarat, ayah dari Brigadir J menyatakan tidak pernah diceritakan soal ancaman pembunuhan oleh anaknya yg dihembuskan Kamaruddin berdasarkan kesaksian pacar Brigadir J.

"Selama ini, anak kami, Yosua ini, yg kami rasakan mulai dari kecil sudah jujur. Jadi selama almarhum anak kami bekerja sama Pak Ferdy Sambo, bahkan sejak dari Jambi, dia tidak pernah menceritakan apa yg dia alami dalam pekerjaan. Dia cuma cerita yg baik-baik saja," mengatakan Samuel di kawasan Jakarta Selatan, Jumat, 29 Juli 2022.

Sumber :Suara

Selain itu, Irjen Ferdy Sambo tidak ada di TKP saat baku tembak antara Bharada E & Brigadir J. Padahal Irjen Sambo & Bharada E adalah terlapor dalam kasus pembunuhan berencana.

Sumber :Suara

Hal itu pula yg menyebabkan Kamaruddin mengeluarkan spekulasi baru. Kamaruddin menyebut adanya ancaman pembunuhan yg datang dari skuad lama. "Pada Juni dia diancam untuk dibunuh. Terakhir (mendapatkan ancaman pembunuhan) 7 Juli 2022 atau sehari sebelum dia dibunuh," mengatakan Kamaruddin, 29 Juli 2022.

Sumber :Detik

Bisa dimaklumi, Kamaruddin tidak ada jalan lain dalam mempertahankan argumennya soal pembunuhan berencana, sehingga ia pun menajamkan konflik antara Bareskrim dengan Brimob. Konflik antara Brimob & Bareskrim di ambang muka.

Kondisi ini tentu akan berlarut-larut kalau terus dibiarkan. Maka dari itu, Mantan Kabareskrim Komjen Purn Susno Duadji menyebut semestinya Bharada E jadi tersangka atas kasus baku tembak sesama polisi. Menurutnya kasus ini sudah tidak jelas arahnya sehingga masyarakat bertanya-tanya.

Sumber :FIN

Bersambung..


Hari ini 19:13
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.