kurakoro
IndoForum Newbie C
- No. Urut
- 58440
- Sejak
- 3 Des 2008
- Pesan
- 156
- Nilai reaksi
- 2
- Poin
- 18
ane perna baca informasi di sbuah blog gan
ane jadi mikir gan..
secara agama homosexual atau ghubungan sesama jenis kan memang dilarang karena dosa..
tapi sebenranya, apa sih kerugian yang kita dapat dari keberadaan para homo/lesbi eneh..
pendapatnya gan..
Siang hari ketika matahari sedang terik menyinari bumi, seorang mahasiswa bernama Loki sedang duduk menikmati lembar demi lembar dari buku yang ia pegang, kopi menemani keasikkan diri. Hiruk pikuk terjadi disekelilingnya, maklum ketika itu adalah saat makan siang di kantin kampus, walaupun tidak seramai biasanya karena sedang bulan puasa.
Dibelakang Loki duduk bapak-bapak, yang dari penampilannya tidak terlihat seperti mahasiswa, bapak tersebut bernama Antiq (yang secara tidak sengaja memiliki sikap negatif terhadap kaum homoseksual).
Dari jauh terlihat Gae sedang tergopoh-gopoh menuju tempat Loki.
Gae : ”Lok, lo harus ke labkom sekarang.”
Loki : ”Eitz, tenang. Ada apa neh?”
Gae masih mengambil nafas sebelum akhirnya melanjutkan kata-katanya.
Gae : ”Buka forum”
Loki : ”Ah, ga mau. Pasti ga penting deh, tentang perdebatan mengenai homoseksual khan?”
Gae : ”Lah, kok Lo tau?”
Loki : ”Iyalah, apalagi. Buat apa sih masih diperdebatkan lagi. Mau argumen sampai mulut berbusa pun, orang-orang yang anti homoseksual tetap saja tidak akan pernah menerima kalian-kalian ini (Gae adalah teman Loki yang kebetulan juga homoseksual).”
Gae : ”Iya sih. Tapi kan, gue kesel juga gara-gara dijelekin mereka sampai segitunya.”
Loki : ”Sampai sepeti apa memang? Dan apakah hal tersebut mempengaruhi jati diri lo sebagai seorang gay? Engga khan. Terus kenapa pendapat orang-orang itu harus lo pikirin?”
Gae terdiam.
Loki : ”Nih, gue kasih tau lo aja. Mereka semua ga pantas menghakimi lo atas apa yang lo lakukan! Mereka hanya iri. Tau ga, hampir seluruh mitologi di dunia ini menaruh kedudukan tinggi pada dewa yang memiliki sifat maskulin dan feminin seimbang. Bahkan kata Jung, si salah satu bapak psikoanalisa itu, setiap manusia memiliki ketidaksadaran gender yang bertolak belakang dengan yang ia miliki, jadi misalnya lo adalah seorang laki-laki, lo tuh memiliki ketidaksadaran wanita yang disebut anima. Orang-orang homoseksual adalah orang-orang yang telah berhasil mengeluarkan ketidaksadarannya tersebut dan menjadi manusia yang utuh! Well, see, you are better than me! You have the masculine and feminine aspect all over in you. Isn’t that a great thing?”
Loki berapi-api mencoba mengangkat harga diri temannya itu kembali, mencoba tetap menjadikan gae, yang seorang homoseksual itu, “manusia”. Dilain pihak, ternyata bapak Antiq yang sedang duduk dibelakang mereka mendengarkan dengan seksama percakapan Loki dan Gae tentang homoseksualitas.
Loki : ”Kenapa diam? Mereka itu hanyalah orang-orang yang dengan sangat percaya diri menunjuk orang lain sedangkan keempat jari yang ia gunakan untuk menunjuk sebenarnya menunjuk pada dirinya sendiri. Seperti kata Matius 7 ’Mengapakah engkau melihat selumbar dimata saudaramu, sedangkan balok didalam matamu sendiri tidak diketahui??’.”
Gae masih terlihat muram.
Loki : ”Kenapa lagi? Mereka tidak pernah merasakan menjadi dirimu, sehingga mereka tidak akan pernah mengerti. Mereka tidak bisa merasakan apa yang kau rasakan, sehingga dengan mudahnya mereka menghakimi kamu. Toh jelas-jelas dalam kitab suci dikatakan manusia tidak memiliki hak untuk menghakimi ’Matius 7:1 – Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.”
Ternyata Bapak Antiq yang daritadi mendengarkan sudah sangat panas untuk berpendapat, sampai akhirnya ia mendatangi kedua sobat yang sedang berbincang itu.
Antiq : ”Nak, kamu boleh mengatakan apapun juga. Tapi tetap saja kitab suci mengutuk perbuatan homoseksual. Dan jelas-jelas dikatakan bahwa homoseksual adalah ’dosa’”.
Bapak Antiq melihat Gae dengan pandangan kritis. Loki dan Gae dengan wajah terbingung-bingung dan dalam hati bertanya-tanya ’kenapa lagi neh orang ikut campur urusan orang aja’. Hahaha.
Loki : ”Oke. Kitab suci mengatakan demikian. Benarkah? Memang apa sih yang dilakukan oleh homoseksual??”
Antiq : ”Jelas-jelas melakukan hubungan sejenis!”
Masih panas Bapak Antiq ini menjawab karena sebenarnya sudah tidak tahan untuk mengungkapkan pendapatnya sejak awal percakapan ini.
Loki : ”Dosa? Apakah mereka menyakiti orang lain? Apakah mereka merugikan pihak lain? Yang saya lihat justru kaum gay mencinta. Dan apa salahnya dari mencinta? Tidak seperti saya atau Anda yang jelas2 sering mencuri dengan mengunduh dari internet, merugikan orang lain, nah itu baru dosa. Nyata lagi, ada yang dirugikan. Ayo sini, yang merasa dirugikan oleh keberadaan kaum gay, coba tuntut mereka. Ga ada yang rugi kayanya, tak ada yang tersakiti, coba bandingkan dengan penghakiman Bapak akan kaum gay yang menyakiti mereka, atau koruptor yang merugikan rakyat. Kenapa justru kaum gay yang selalu ditunjuk2 dosanya?? Karena ayat kitab sucikah?
Kenapa kita harus selalu menunjuk orang lain, mengapa tidak menunjuk diri sendiri? Ketika kita menggunakan satu ayat untuk menghakimi orang lain bahwa mereka berdosa, bukankah lebih baik kita merefleksi diri dengan beribu ayat lain yang mungkin menyatakan bahwa diri kitalah yang berdosa. Mengapa harus dimulai dengan menunjuk orang lain, dan bukan diri sendiri??
Bukankah juga kita melakukan dosa? Bukankah juga kita selalu menilai orang lain? Baik. Seperti ini. Aku mengalami banyak hal dalam hidupku sampai saat ini walaupun mungkin usiaku masih sangat hijau bagi kebanyakan orang, namun aku menyadari perubahan sikap-sikap yang membentuk aku dari hari ke hari, dan aku selalu merefleksi setiap nilai-nilai yang aku pegang. Ketika aku remaja aku memiliki sikap yang sangat negatif pada perilaku merokok. Aku selalu secara terang-terangan menyatakan kebencianku atas mereka yang ’bodoh’ karena merusak diri sendiri. Sampai aku sendiri jatuh pada lubang tersebut. Dan aku mulai menjustifikasi diriku. Aku mulai mencari pembenaran atas kesalahan yang aku lakukan. ’aku merokok karena stres banget nihh, perlu pelampiasan!’
Bukankah kita semua mengalami perubahan nilai? Dan ketika nilai itu berubah, bukankah kita juga selalu mencari pembenaran atas kesalahan yang kita lakukan. Saya rasa sangatlah munafik ketika orang lain melakukan yang buruk maka kita menghujat, tapi ketika diri sendiri melakukan hal buruk, maka mencari pembenaran. Saya malu dengan diri saya sendiri. Sejak saat itu saya mencoba seminim mungkin ’menunjuk’ dosa orang lain. Karena saya tidak pernah menjadi mereka, dan saya tidak pernah tahu pembenaran apa yang mereka miliki.”
Loki tersenyum, namun Bapak Antiq terlihat tidak mau kalah dengan pandangannya.
Antiq : ”Tidak juga. Saya merokok. Dan saya tahu itu dosa karena merusak diri sendiri.”
Loki : ”Ya. Dan yang menghakimi Anda pada akhirnya adalah......?”
Bapak Antiq terdiam.
Loki : ”Tuhan.” Loki mengucapkan kata tersebut dengan perlahan namun pasti.
”Apakah Anda akan merasa senang jika Anda ditunjuk orang lain dan dikatakan berdosa (bukan hanya merokok, tapi juga gosip, mengambil milik orang lain, tidak tepat janji, bohong, selingkuh, seks diluar nikah, batal puasa, dll)? Aku rasa Anda akan menjadi kesal, dan memulai segala bentuk pembenaran diri untuk mengatasi kekesalan Anda itu.”
Kita selalu membenarkan diri kita sendiri atas kesalahan yang kita lakukan. Namun ketika orang lain yang melakukan kesalahan (bahkan mungkin kesalahan yang sama seperti yang kita lakukan), kita dengan semangat menghakimi dan mencela mereka. Coba Anda ingat-ingat lagi terakhir Anda melakukan pembenaran diri, pasti you will pay your whole life for them to understand what you feel? Won’t you? Ketika itu Anda akan berharap dunia bisa mengerti yang Anda rasakan, mengerti dan dapat menerima pembenaran diri Anda. Anda akan berharap empati dari mereka (atau tidak perlu empati, at least menerima justifikasi dari ’dosa’ Anda).
Sekarang, ketika saya memberikan pembenaran diri saya. Kaum gay memberikan pembenaran dirinya. Ulama yang poligami memberikan pembenaran dirinya. Artis yang bercerai memberikan pembenaran dirinya. Remaja yang hamil diluar nikah memberikan pembenaran dirinya. Masakah kita tidak bisa menerimanya? Masakah kita menghakimi mereka, ketika kita pun sadar bahwa oknum terakhir yang berdiri adalah Tuhan sendiri.
Dibelakang Loki duduk bapak-bapak, yang dari penampilannya tidak terlihat seperti mahasiswa, bapak tersebut bernama Antiq (yang secara tidak sengaja memiliki sikap negatif terhadap kaum homoseksual).
Dari jauh terlihat Gae sedang tergopoh-gopoh menuju tempat Loki.
Gae : ”Lok, lo harus ke labkom sekarang.”
Loki : ”Eitz, tenang. Ada apa neh?”
Gae masih mengambil nafas sebelum akhirnya melanjutkan kata-katanya.
Gae : ”Buka forum”
Loki : ”Ah, ga mau. Pasti ga penting deh, tentang perdebatan mengenai homoseksual khan?”
Gae : ”Lah, kok Lo tau?”
Loki : ”Iyalah, apalagi. Buat apa sih masih diperdebatkan lagi. Mau argumen sampai mulut berbusa pun, orang-orang yang anti homoseksual tetap saja tidak akan pernah menerima kalian-kalian ini (Gae adalah teman Loki yang kebetulan juga homoseksual).”
Gae : ”Iya sih. Tapi kan, gue kesel juga gara-gara dijelekin mereka sampai segitunya.”
Loki : ”Sampai sepeti apa memang? Dan apakah hal tersebut mempengaruhi jati diri lo sebagai seorang gay? Engga khan. Terus kenapa pendapat orang-orang itu harus lo pikirin?”
Gae terdiam.
Loki : ”Nih, gue kasih tau lo aja. Mereka semua ga pantas menghakimi lo atas apa yang lo lakukan! Mereka hanya iri. Tau ga, hampir seluruh mitologi di dunia ini menaruh kedudukan tinggi pada dewa yang memiliki sifat maskulin dan feminin seimbang. Bahkan kata Jung, si salah satu bapak psikoanalisa itu, setiap manusia memiliki ketidaksadaran gender yang bertolak belakang dengan yang ia miliki, jadi misalnya lo adalah seorang laki-laki, lo tuh memiliki ketidaksadaran wanita yang disebut anima. Orang-orang homoseksual adalah orang-orang yang telah berhasil mengeluarkan ketidaksadarannya tersebut dan menjadi manusia yang utuh! Well, see, you are better than me! You have the masculine and feminine aspect all over in you. Isn’t that a great thing?”
Loki berapi-api mencoba mengangkat harga diri temannya itu kembali, mencoba tetap menjadikan gae, yang seorang homoseksual itu, “manusia”. Dilain pihak, ternyata bapak Antiq yang sedang duduk dibelakang mereka mendengarkan dengan seksama percakapan Loki dan Gae tentang homoseksualitas.
Loki : ”Kenapa diam? Mereka itu hanyalah orang-orang yang dengan sangat percaya diri menunjuk orang lain sedangkan keempat jari yang ia gunakan untuk menunjuk sebenarnya menunjuk pada dirinya sendiri. Seperti kata Matius 7 ’Mengapakah engkau melihat selumbar dimata saudaramu, sedangkan balok didalam matamu sendiri tidak diketahui??’.”
Gae masih terlihat muram.
Loki : ”Kenapa lagi? Mereka tidak pernah merasakan menjadi dirimu, sehingga mereka tidak akan pernah mengerti. Mereka tidak bisa merasakan apa yang kau rasakan, sehingga dengan mudahnya mereka menghakimi kamu. Toh jelas-jelas dalam kitab suci dikatakan manusia tidak memiliki hak untuk menghakimi ’Matius 7:1 – Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.”
Ternyata Bapak Antiq yang daritadi mendengarkan sudah sangat panas untuk berpendapat, sampai akhirnya ia mendatangi kedua sobat yang sedang berbincang itu.
Antiq : ”Nak, kamu boleh mengatakan apapun juga. Tapi tetap saja kitab suci mengutuk perbuatan homoseksual. Dan jelas-jelas dikatakan bahwa homoseksual adalah ’dosa’”.
Bapak Antiq melihat Gae dengan pandangan kritis. Loki dan Gae dengan wajah terbingung-bingung dan dalam hati bertanya-tanya ’kenapa lagi neh orang ikut campur urusan orang aja’. Hahaha.
Loki : ”Oke. Kitab suci mengatakan demikian. Benarkah? Memang apa sih yang dilakukan oleh homoseksual??”
Antiq : ”Jelas-jelas melakukan hubungan sejenis!”
Masih panas Bapak Antiq ini menjawab karena sebenarnya sudah tidak tahan untuk mengungkapkan pendapatnya sejak awal percakapan ini.
Loki : ”Dosa? Apakah mereka menyakiti orang lain? Apakah mereka merugikan pihak lain? Yang saya lihat justru kaum gay mencinta. Dan apa salahnya dari mencinta? Tidak seperti saya atau Anda yang jelas2 sering mencuri dengan mengunduh dari internet, merugikan orang lain, nah itu baru dosa. Nyata lagi, ada yang dirugikan. Ayo sini, yang merasa dirugikan oleh keberadaan kaum gay, coba tuntut mereka. Ga ada yang rugi kayanya, tak ada yang tersakiti, coba bandingkan dengan penghakiman Bapak akan kaum gay yang menyakiti mereka, atau koruptor yang merugikan rakyat. Kenapa justru kaum gay yang selalu ditunjuk2 dosanya?? Karena ayat kitab sucikah?
Kenapa kita harus selalu menunjuk orang lain, mengapa tidak menunjuk diri sendiri? Ketika kita menggunakan satu ayat untuk menghakimi orang lain bahwa mereka berdosa, bukankah lebih baik kita merefleksi diri dengan beribu ayat lain yang mungkin menyatakan bahwa diri kitalah yang berdosa. Mengapa harus dimulai dengan menunjuk orang lain, dan bukan diri sendiri??
Bukankah juga kita melakukan dosa? Bukankah juga kita selalu menilai orang lain? Baik. Seperti ini. Aku mengalami banyak hal dalam hidupku sampai saat ini walaupun mungkin usiaku masih sangat hijau bagi kebanyakan orang, namun aku menyadari perubahan sikap-sikap yang membentuk aku dari hari ke hari, dan aku selalu merefleksi setiap nilai-nilai yang aku pegang. Ketika aku remaja aku memiliki sikap yang sangat negatif pada perilaku merokok. Aku selalu secara terang-terangan menyatakan kebencianku atas mereka yang ’bodoh’ karena merusak diri sendiri. Sampai aku sendiri jatuh pada lubang tersebut. Dan aku mulai menjustifikasi diriku. Aku mulai mencari pembenaran atas kesalahan yang aku lakukan. ’aku merokok karena stres banget nihh, perlu pelampiasan!’
Bukankah kita semua mengalami perubahan nilai? Dan ketika nilai itu berubah, bukankah kita juga selalu mencari pembenaran atas kesalahan yang kita lakukan. Saya rasa sangatlah munafik ketika orang lain melakukan yang buruk maka kita menghujat, tapi ketika diri sendiri melakukan hal buruk, maka mencari pembenaran. Saya malu dengan diri saya sendiri. Sejak saat itu saya mencoba seminim mungkin ’menunjuk’ dosa orang lain. Karena saya tidak pernah menjadi mereka, dan saya tidak pernah tahu pembenaran apa yang mereka miliki.”
Loki tersenyum, namun Bapak Antiq terlihat tidak mau kalah dengan pandangannya.
Antiq : ”Tidak juga. Saya merokok. Dan saya tahu itu dosa karena merusak diri sendiri.”
Loki : ”Ya. Dan yang menghakimi Anda pada akhirnya adalah......?”
Bapak Antiq terdiam.
Loki : ”Tuhan.” Loki mengucapkan kata tersebut dengan perlahan namun pasti.
”Apakah Anda akan merasa senang jika Anda ditunjuk orang lain dan dikatakan berdosa (bukan hanya merokok, tapi juga gosip, mengambil milik orang lain, tidak tepat janji, bohong, selingkuh, seks diluar nikah, batal puasa, dll)? Aku rasa Anda akan menjadi kesal, dan memulai segala bentuk pembenaran diri untuk mengatasi kekesalan Anda itu.”
Kita selalu membenarkan diri kita sendiri atas kesalahan yang kita lakukan. Namun ketika orang lain yang melakukan kesalahan (bahkan mungkin kesalahan yang sama seperti yang kita lakukan), kita dengan semangat menghakimi dan mencela mereka. Coba Anda ingat-ingat lagi terakhir Anda melakukan pembenaran diri, pasti you will pay your whole life for them to understand what you feel? Won’t you? Ketika itu Anda akan berharap dunia bisa mengerti yang Anda rasakan, mengerti dan dapat menerima pembenaran diri Anda. Anda akan berharap empati dari mereka (atau tidak perlu empati, at least menerima justifikasi dari ’dosa’ Anda).
Sekarang, ketika saya memberikan pembenaran diri saya. Kaum gay memberikan pembenaran dirinya. Ulama yang poligami memberikan pembenaran dirinya. Artis yang bercerai memberikan pembenaran dirinya. Remaja yang hamil diluar nikah memberikan pembenaran dirinya. Masakah kita tidak bisa menerimanya? Masakah kita menghakimi mereka, ketika kita pun sadar bahwa oknum terakhir yang berdiri adalah Tuhan sendiri.
ane jadi mikir gan..
secara agama homosexual atau ghubungan sesama jenis kan memang dilarang karena dosa..
tapi sebenranya, apa sih kerugian yang kita dapat dari keberadaan para homo/lesbi eneh..
pendapatnya gan..