• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

percakapan dengan orang yang mampu menembus alam niskala

maaf moderator saya posting lagi

tanya
maaf pak mengganggu lagi

1. kemaren bapak tulis bahwa bali kena tsunaminya ditunda, kira2 bapak tau gak kapan kira2 bali kena tsunami
2. kenapa bali yang akan kena tsunami?
3. bisa bapak ceritakan bagaimana awalnya bapak bisa bercapakap2 dengan mahluk penguhuni kayangan?
4. bagaimana awalnya bapak bisa kenal ibu saraswati?

makasi pak

jawab
1. memang benar bencana di Bali ditunda, sampai kapan belum ada pemberitahuan dari Khayangan

2. makna dari kata Bali adalah kembali, jadi kembalilah kepada ajaran Weda yang sebenarnya, bukan berdasarkan atas ajaran yang ditulis dalam lontar, yang mana penulisnya saja sudah turun lagi jadi orang untuk belajar mencari Tuhan. ketika pertama kali saya belajar kepada Tuhan, beliau bersabda, bahwa kesalahan saya yang paling tidak bisa diampuni adalah saya menduakan Tuhan, karena saya menyembah Tuhan, melalui para leluhur, bethare, dewa. disitu Tuhan sangat cemburu kepada umatnya yang menyembah selain Tuhan.
untuk itulah saya diturunkan lagi ke dunia untuk meluruskan ajaran weda yang sudah jauh melenceng dalam praktek keagamaan di Bali. pohon besar disembah, padahal penghuni gaibnya adalah roh yang nyasar tidak tahu jalan pulang ke niskala.

3. hal ini sangat terkait dengan misi yang saya akan jalankan sesuai dengan perintah dari Tuhan. dalam menyampaikan ajaran weda yang sebenarnya seperti yang dikehendaki oleh Tuhan, maka para Dewa juga diperintahkan untuk membimbing dan menemani saya.

4. awalnya ibu Saraswati yang datang kepada saya dan menjelaskan siapa saya sebenarnya dulu ketika saya baru pertama kali diturunkan sebagai manusia oleh Tuhan. dan saya adalah adik iparnya beliau.

saya khabarkan, bahwa saya dan geng gila Tuhan diperintahkan untuk mengunjungi pure-pure di Lombok Barat. saya akan ke Bali tanggal 18 juni dan tanggal 20 juni jam 5 pagi berangkat ke puncak Lempuyang untuk bertemu dengan Dewa Agni, malamnya langsung berangkat ke Lombok. balik dari lombok selasa malam tgl 23 Juni, tempat kampnya di panjer.
kalau Tuhan menghendaki kamu bisa ketemu saya secara langsung untuk berdialog tentang Tuhan.
nomor HP kamu silahkan di sms di xxxxxxx






bagi rekan2 yang ingin berdiskusi dengan beliau, tentunya akan dilaksanakan di BALI silakan PM saya, dan ingat cantumkan nama dan no hp yg bisa saya hubungi

kalo ada yg diluar rencana akan saya kabarkan
terimakasih

om cantih cantih cantih om
 
Pernyataan "kembali ke Weda" sebuah sikap formalisme agama. Dalam artian bisa jadi menganggap apa yang dilakukan masyarakat Hindu Bali selama ini seolah-olah bukan sebuah cermin dari agama Weda.

Padahal sesungguhnya agama Hindu Bali yang dilaksanakan masyarakat Bali jauh lebih tua daripada formalisme Weda itu sendiri.

''Dengan demikian, kita mestinya tak buru-buru mengatakan "kembalilah kepada ajaran Weda yang sebenarnya".

Karena sesungguhnya masyarakat Bali sudah melaksanakan intisari yang tersirat dalam Weda itu sendiri.

Weda dalam penerapannya akan selalu dibalut pula oleh budaya setempat.

Di Bali karena kreasinya demikian tinggi, jadilah Hindu Bali yang marak dengan upakara. Di Jawa, karena terbatas kreativitasnya, lebih mengutamanakan pada jnana. Sedangkan Hindu di Kalimantan lebih pada wujud pembangkitan kekuatan magis. Di situ justru konsep Tantris dan Bairawa yang lebih menonjol.

Tetapi terkadang mereka yang tidak paham dengan konsep ini, mengatakan itu bukan Hindu.

Perlu ditegaskan lagi bahwa upacara di Bali bersumber dari tattwa Weda.
Di luar itu bisa dihilangkan, seperti sama halnya pemakaian sarana upacara berdasarkan pawisik.

Setiap upacara harus berdasarkan tattwa. Artinya pahami dulu tattwa baru kemudian masuk jnana.
 
maaf moderator saya posting lagi

tanya
maaf pak mengganggu lagi

....

2. makna dari kata Bali adalah kembali, jadi kembalilah kepada ajaran Weda yang sebenarnya, bukan berdasarkan atas ajaran yang ditulis dalam lontar, yang mana penulisnya saja sudah turun lagi jadi orang untuk belajar mencari Tuhan. ketika pertama kali saya belajar kepada Tuhan, beliau bersabda, bahwa kesalahan saya yang paling tidak bisa diampuni adalah saya menduakan Tuhan, karena saya menyembah Tuhan, melalui para leluhur, bethare, dewa. disitu Tuhan sangat cemburu kepada umatnya yang menyembah selain Tuhan.
untuk itulah saya diturunkan lagi ke dunia untuk meluruskan ajaran weda yang sudah jauh melenceng dalam praktek keagamaan di Bali. pohon besar disembah, padahal penghuni gaibnya adalah roh yang nyasar tidak tahu jalan pulang ke niskala.

om cantih cantih cantih om[/B]

Emang iya Tuhan mempunyai sifat cemburu?? :-/
Karena gak masuk logika Tuhan itu mempunyai sifat cemburu, kalau saya ya... pastilah karena saya ini adalah kaum papa.
Sebelum Agama Hindu berkembang di Bali, para leluhur kita sudah mempercayai adanya Tuhan selain percaya adanya Atman, sehingga untuk menyatukan Agama Hindu yang dibawa ke Bali, Bhatara Empu Kuturan mengadakan pertemuan dengan para tokoh seluruh Bali yang diadakan di Pura Samuan Tiga Gianyar. Agama berkembang erat kaitannya dengan budaya masyarakat sekitar, para leluhur kita mau menerima Agama Hindu, itu tiada lain karena Agama Hindu sesuai dan tidak melupakan akar budaya Bali. Persis seperti apa yang dibilang oleh moderator, kita gak bisa menyamakan Agama Hindu yang di India, Bali, Jawa, Kalimantan harus didogma sama, hal ini karena budayanya itu sendiri coy..!!
Kenapa kita di Bali hampir setiap persimpangan jalan dan juga pada batu atau pohon besar kita menempatkan canang/ sesajen di sana, ini bukan kita mengistakan Tuhan di sana tapi untuk mensomiakan para roh yang nyasar tidak tahu jalan pulang ke niskala agar mereka tidak mengganggu manusia yang sedang berkativitas, kita dan para roh yang kasat mata adalah hidup bertetangga, sama seperti di tempat tinggal kita. Kita juga pasti ingin menjaga hubungan baik dengan para tetangga kita.:x


itu yg saya bold ada yg tau maksudnya ga?
@yunisaraf mending ajak diskusi aj orang misterius itu dsini..........jd penasaran

Saya pernah baca disebuah buku Hindu;
Sebelum Nabi Muhammad menerima wahyu Alquran lewat malaikat Djibril, disebutkan pada jaman itu adalah jaman jahililah atau jaman manusia melupakan dengan keberadaan Tuhan. Mereka beragama (sorry, saya lupa nama agamanya) tapi agama dijadikan kedok/ dalih untuk membenarkan perbuatan mereka. Mereka menyembah patung yang dihiasi dengan intan permata dan memberikan persembahan makanan dan minuman yang berlimpah.Maklum di sana adalah jaman jalur sutera, masyarakatnya hidup sangat makmur. Tapi mereka juga hidup tampa aturan, seenaknya dewe.... kalau mereka pingin mabuk, berkencan, berjudi, memperkosa dan hal-hal lain yang melanggar norma agama, mereka lakukan kapanpun dan dimanapun, termasuk (maaf) didalam Kabbah itu sendiri (waktu bangunannya belum ditembok seperti sekarang).
 
wah postingan terakihr dari Yunisaraf.. benar2 membuat saya bertanya. adakah bukti2 nyatanya, jujur saya benar2 tidak percaya akn jawaban "sang Misterius itu" klo tidak ada bukti yang konkrit. benar2 nyeleneh.

lagi saya bertanya "DIA" bisa bertemu Saraswati, berbincang dengan Tuhan, sungguh spesial kedudukannya di jaman Kali Yuga seperti ini. dulu saja Para Rsi Bertapa beribu2 tahun untuk bertemu Para Dewa. sungguh sesuatu yang menurut saya tidak masuk akal dan terlalu dibuat2.
 
Dalam ajaran Hindu, ada disebutkan bahwa agama itu ada yang dilakukan dalam kesendirian (ekanta). Ada cara beragama dalam kebersamaan (samikirtanam) atau memuja Tuhan dalam kebersamaan.

Apa yang disampaikan TS dari sumber "percakapan dengan orang yang mampu menembus alam niskala"
yang merupakan pengalaman kesendirian (ekanta) dan bila dipertentangkan dengan cara beragama dalam kebersamaan (samikirtanam) tentunya sangat bertentangan dengan intisari agama Hindu yang bersumber dari sabda Tuhan, yaitu bertujuan untuk membangun sikap hidup yang sejuk dan damai.

Keyakinan beragama tanpa nalar yang baik memang dapat menimbulkan "mabuk rohani". Apa yang dirasakan baik dalam melakukan suatu sistem beragama oleh seseorang belum tentu cocok bagi penganut yang lain. Karena, untuk menempuh jalan spiritual itu, agama menyiapkan banyak jalan/cara.

Beragama dalam kesendirian artinya jangan sampai mengganggu beragama dalam kebersamaan. Demikian juga dalam beragama dalam kebersamaan harus juga menyediakan ruang-ruang tertentu beragama dalam kesendirian. Beragama dalam kebersamaan jangan sampai terlalu jauh mengintervensi cara beragama secara individu, demikian juga sebaliknya.
 
di india orang yg kayak begini uda bejibun banyaknya........ :D:D
Pluralisme detected :D:D:D
 
Di jaman kaliyuga seperti sekarang ini >:) TS bisa bercakap-cakap dengan Ida Bhatari Saraswati, hueebaattt...pisan dia...:-/ Brahman (Tuhan) bersabda: di jaman KaliYuga sekarang ini Aku bisa turun ke dunia material kapanpun Aku mau dan Aku tahu kehidupan yang telah lampau, kehidupan sekarang dan apa yang terjadi dikehidupan yang akan datang tapi sebagian kecil dari ciptaanKu yaitu Atman yang bereingkarnasi untuk turun ke dunia material, mereka tidak akan pernah ingat/ tahu kehidupan mereka sebelumnya.O:)
 
di india orang yg kayak begini uda bejibun banyaknya........ :D:D
Pluralisme detected :D:D:D

Kalau saya menyebutnya bukan Pluralisme.... tetapi KESAMENISME!
NS "secara sadar" mencari kesamaan2 atau padanan antara Veda (Hindu) dgn agama lain. Kita harus sangat hati2 mencernanya jgn sampai terjadi "deviasi" dalam memaknai ajaran Veda.
 
2. makna dari kata Bali adalah kembali, jadi kembalilah kepada ajaran Weda yang sebenarnya, bukan berdasarkan atas ajaran yang ditulis dalam lontar, yang mana penulisnya saja sudah turun lagi jadi orang untuk belajar mencari Tuhan. ketika pertama kali saya belajar kepada Tuhan, beliau bersabda, bahwa kesalahan saya yang paling tidak bisa diampuni adalah saya menduakan Tuhan, karena saya menyembah Tuhan, melalui para leluhur, bethare, dewa. disitu Tuhan sangat cemburu kepada umatnya yang menyembah selain Tuhan.
untuk itulah saya diturunkan lagi ke dunia untuk meluruskan ajaran weda yang sudah jauh melenceng dalam praktek keagamaan di Bali. pohon besar disembah, padahal penghuni gaibnya adalah roh yang nyasar tidak tahu jalan pulang ke niskala.
maaf saya ikutan,...:)
ini seperti dalam kitab Yahudi dimana Tuhan digambarkan sebagai sosok yang 'pencemburu', please deh ah,....:(
alasan saya bangga menjadi "Hindu" adalah dalam Hindu menyebutkan bahwa Tuhan akan menerima 'bhakti' apapun yang dilakukan manusia jika memang benar-benar ingin menuju kepadaNya, dan bukannya menyebutkan ini salah dan itu benar, kok jadi aneh jika pemahamannya seperti itu padahal dalam Bhagawadgita sendiri menyebutkan banyak jalan menuju kepadaNya,....

akan menarik sekali jika bos Goesdun juga memberikan tanggapan yang kiranya 'menusuk' kepada pemahaman seperti itu agar tidak 'menyeleweng' terlalu jauh,.....:)

Eh btw trims banyak pada bos Goesdun karena banyak artikel anda disini yang memberikan masukan pemahaman yang lebih baik
 
^^
Tuhan sangat cemburu kepada umatnya yang menyembah selain Tuhan
"Tuhan sangat cemburu kepada umatnya yang menyembah selain Tuhan", saudara-saudara sedharma sudah menanggapi dengan bijak.



Mengenal nama Tuhan hanya berdasarkan ferbalisme yang diperoleh dari sabda yang diwahyukan sebagaimana kita jumpai di dalam kitab Suci pada umumnya yang diakui kebenarannya oleh agama itu, disebutkan sebagai SABDA PRAMANA (AGAMA PRAMANA), sedangkan pengetahuan tentang nama-nama yang diperoleh secara bebas dapat disebut sebagai PRATYAKSA dan dapat pula sebagai ANUMANA PRAMANA.

Hindu Dharma memandu umatNya menuju keharmonisan semesta “Vasudev Kutumbhkam” yaitu “Semesta adalah Satu Keluarga”.

Tuhan adalah sumber pertama dari semua ciptaan ini.
Tuhan yang menciptakan semua.
Tuhan yang menjadikannya. (R.Weda X.129).

Demikian pula dinyatakan secara difinitip di dalam kitab Brahma Sutra I. 1.2 : JANMADHYASYA YATAH (Tuhan ialah dari mana mula asal semua ini)

Antara pencipta (Tuhan) dengan Yang Diciptakan tidaklah sama kedudukannya. Artinya Tuhan tidak sama dengan yang tidak Tuhan.

Menurut R.Weda X.129, Dewa diciptakan olehNya setelah menjadikan semua alam semesta berikut isinya.

Jadi Dewa/Bhatara bukan Tuhan, karena Dewa/Bhatara diciptakan, Yang menciptakan ITU (TAT), yaitu Tuhan, karena Tuhan sebagai sebagai pencipta bukan lainnya. Dewa/Bhatara dijadikan dari “sinar” (Dev) yang arena itu menurut sifatnya mahluk Tuhan itu disebut DEWA/Bhatara.

Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk dewa-dewa dan lain-lainnya.

Tuhan merupakan primacausa yang adanya bersifat mutlak karena harus ada sebagai asal atau sumber atas semuanya yang ada.

Tanpa ada Tuhan tidak ada ciptaan ini.
Antara pencipta (Tuhan) dengan Yang Diciptakan tidaklah sama kedudukannya.
Artinya Tuhan tidak sama dengan yang tidak Tuhan.

Tuhan asal sebagai sumber yang memelihara dan mempralaya (melebur kembali) pada saatnya.

Tuhan yaitu “EKAMSAT” yang artinya TUHAN YANG ESA, merupakan singkatan dari satu kalimat lengkap sebagai berikut: EKAM SAD WIPRA BAHUDHA WADANTI AGNI YAMAM MATARISWANAM AHUH = Tuhan Yang Maha Esa, para arif bijaksana mengatakannya banyak nama, Agni Yama, Matariswa. (R.Weda I.164.46)

Brahman itulah sebagai sumber atau sebagai sebab dari adanya ciptaan ini, yang dalam berbagai kitab Weda disebut dengan berbagai gelar, seperti : Widhi, Iswara, dan lain-lain yang diterjemahkan dengan kata TUHAN, atau istilah-istilah lainnya yang maksud dan artinya sama dengan Tuhan itu.

Tuhan dalam manifestasi DEWATA (Dewa dari pada Dewa-Dewa)

Istilah Dewata sebagai pencipta dari Dewa-Dewa lainnya.
Dewa pencipta atas Dewa-Dewa itulah yang disebut dengan istilah DEWATA atau juga disebut ISTA DEWA yang kalau diperhatikan dari pengertian difinisi pengertian Tuhan, ISTA DEWA atau DEWATA adalah TUHAN. Karena dinyatakan TUHAN MAHA PENCIPTA dan ESA.

DEWATA sebagai istilah mempunyai arti ESA dan tidak pernah diartikan sebagai kata plural/jamak.

Yang jamak adalah Dewa bukan ISTA DEWA atau ISTA DEWATA.

ISTA DEWATA merupakan asal atau sumber dari semua ciptaan, baik alam semesta maupun Dewa-Dewa lainnya.


Di samping pengertian Tuhan dalam pengertian Transedental seperti di atas, untuk tujuan praktisnya terdapat pula gambaran Tuhan menurut pikiran manusia secara impirisis. Maka dari itu ada Eka Aksa/Akara Suci Tuhan.

Penggambaran Tuhan secara impirisis pada hakikatnya tidak sesuai dengan yang diberikan dalam Kitab Suci.
Tetapi untuk kepentingan manusia, penggambaran itu tidaklah dilarang asal benar dimengerti.

Penggambaran Tuhan sebagai yang dimengerti menyebabkan sifat Tuhan dibawa sifat-sifat manusiawi, diukur menurut takaran manusia sehingga menyebabkan timbul gambaran Tuhan sebagai Pantaistis, Tuhan seperti manusia (PURUSA) biasa dengan sifat lebih disebut dengan MAHA PURUSA.

Dengan penggambaran sebagai menusia, karena yang merupakan penggambaran yang paling mudah menurut menusia secara abstrak dilukiskannya Tuhan sebagai MAHA : MAHA MENDENGAR, MAHA MELIHAT, MAHA MENGETAHUI, MAHA KUASA, MAHA PENCIPTA, MAHA PENGASIH LAGI PENYAYANG dan lain-lainnya yang kesemuanya sifat-sifat itu adalah sifat didamba-dambakan oleh manusia.

Penggambaran seperti itu bukan merupakan hal yang baru, karena penggambaran seperti itu kita jumpai dalam Kita Weda.

Dalam hal ini perasaan manusia dan rasa serta hubungan manusia Tuhan mempengaruhi bentuk penggambaran yang diberikan.

Kita mengenal Tuhan sebagai Maha Pelindung (R.W.X.4.1), sebagai juru selamat (R.W.IV.47.11), sebagai pemberi petunjuk (R.W.X.32.7), sebagai Maha Ada (A.W.IV.16.2), sebagai Maha Melihat (A.W.IV.16.5), sebagai SATU-SATUNYA TUJUAN YANG HARUS DISEMBAH DALAM BENTUK DEWATA (R.W.III.55.1), dan sebagai MODEL WUJUD ALAM LAHIRIAH (R.W.II.12.9).

Di samping penggambaran Tuhan dalam bahasa manusia, Tuhan digambarkan pula secara simbolis dimana symbol (Nyasa) Tuhan dapat bermacam-macam pula bentuknya menurut pikiran manusia.
Jadi dengan demikian dapat dipahami kedudukan a
ntara pencipta (Tuhan) dengan Yang Diciptakan tidaklah sama kedudukannya.
Artinya Tuhan tidak sama dengan yang tidak Tuhan.

Guna keharmonisan semesta maka dilakukan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan penghormatan sesama ciptaanNya sebagai satu keluarga semesta.


“sarve janas sukhino bhavantu. loka samasta sukhino bhavantu. sarve badrani pasyantu, samasta sanmangalani santu"

Semoga semua orang berbahagia, semoga seluruh dunia berbahagia, semoga semuanya tumbuh dan berkembang, semoga segalanya mendapat kebaikan, semoga di mana-mana ada kedamaian.
 
Kalo pendapat saya mengenai "Tuhan yg Pencemburu" ini sebenarnya merujuk kepada Dewa(Personal God) yaitu Tuhan yg sudah terkena dualisme,ini mungkin hanya masalah kekayaan kosakata karena agama2 turunan Israel gak mengenal Dewa2 ato karena mereka trauma dengan yg namanya "Dewa" dan enggan menggunakan kata ini dlm agama mereka..
 
Kalo pendapat saya mengenai "Tuhan yg Pencemburu" ini sebenarnya merujuk kepada Dewa(Personal God) yaitu Tuhan yg sudah terkena dualisme, ini mungkin hanya masalah kekayaan kosakata karena agama2 turunan Israel gak mengenal Dewa2 ato karena mereka trauma dengan yg namanya "Dewa" dan enggan menggunakan kata ini dlm agama mereka..
Om Swastyastu bli,......:)
mungkin bli bisa memberikan penjelasan yang lebih detail tentang apa yang saya garis bawahi, karena pemahaman saya akan Dewa itu adalah sinar suci Tuhan dan merupakan 'simbolik' dari umat dalam pemujaan kepada Hyang Widhi.
Dari apa yang saya baca dalam komentar bli di Threads sebelah, mencerminkan bli sangat memahami akan keberadaan para Dewa dan saya sangat berharap bli bisa memberikan penjelasan akan itu,.......;)

Apa yang saya tau dalam cerita-cerita yang menceritakan para Dewa, jika menurut saya adalah sebuah simbolik dan mengandung makna terpendam yang perlu untuk diungkap dan bukannya ada istilah "TUHAN yang sudah terkena dualisme", nah mungkin bli JakaLoco bisa membantu saya dari cerita ini,

Brahma digambarkan sebagai dewa berkepala 4 asalnya 1 kemudian menjadi 5, ketika Brahma menciptakan wanita yang bernama Shatarupa (artinya wajah dengan 100 kecantikan) ia jatuh cinta birahi kepada ciptaannya sendiri, hingga tidak dapat melepaskan pandangannya dari Shatarupa yang luar biasa cantiknya. Shatarupa menjadi malu dan ia menghindari diri dari pandangan Brahma dengan berpindah-pindah tempat ke semua sisi. Untuk mengikuti kemana Shatarupa bergerak, Brahma menciptakan kepalanya menjadi 5. Shatarupa yang juga dikenal sebagai Savitri, Brahmi, Saraswati (Goddess of Knowledge), Gayatri (the triple hymn or the Gayatri Mantra), Sandhya. adalah isteri Brahma.
http://en.wikipedia.org/wiki/Shatarupa
http://religiongods.blogspot.com/2007/11/brahma-one-of-trinity.html
http://www.sanatansociety.org/hindu_gods_and_goddesses/brahma.htm
http://hinduism.about.com/od/godsgoddesses/p/brahma.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Brahma

nah ini ada cerita lain lagi,
Menurut Purana, suatu ketika dua dewa trimurti Hindu, Brahma dan Vishnu berkelahi dengan masing-masing kedigdayaan mereka untuk memperebutkan supremasi.
"Once Lord Brahma and Lord Vishnu were involved in a fight for supremacy. As the fight took a furious shape, it seemed like the universe was heading towards destruction. All the deities were worried and went to Lord Shiva. Only he could stop the war between Brahma and Vishnu."
http://www.vedicheritage.org/Arch More JanFeb 03.html
http://www.mahashivratri.org/legend-of-shiva-linga.htm

dimana pada kelanjutan ceritanya, giliran Shiva yang berkelahi dengan Brahma, ia berhasil memancung satu dari lima kepala Brahma dan mengalahkannya bahkan membunuhnya.

At that moment, Lord Shiva was passing by. “What is going on?” he asked. Vishnu summed up the whole story: “Brahma thinks that he is the greatest and I think that I am the greatest.”
Now it was Shiva’s turn. “Neither of you is the greatest and highest,” he said. “I am the greatest and highest.”
Vishnu surrendered. “I cannot go on arguing. I will gladly proclaim that you are the greatest,” he declared.
Shiva was highly pleased with Vishnu, but Brahma strongly opposed Shiva. He said, “I am undoubtedly the greatest. You deal only with ghosts and demons. You do not take care of your physical existence. You wear skulls around your neck. You do not believe in creation!”
“Enough!” shouted Shiva. “I am no longer going to tolerate your insults. I challenge you to a fight!”
As Shiva prepared to fight, a being came out of his body and said, “I will fight for you.” Brahma and this being struck each other very hard, but the being was finally able to cut off one of Brahma’s heads and Brahma fell down dead. Originally Brahma had five heads, but this being removed one of the five.
Seeing Brahma lying lifeless on the ground, Shiva felt sad. “After all,” he said, “Brahma was once upon a time my friend. What have I done? This being and I are responsible.” So Shiva revived Brahma, but Brahma now had only four heads. Brahma immediately cursed the being: “The head that you have out off will always remain on your hand.”

http://www.srichinmoylibrary.com/books/1068/1/9

nah menurut Bli JakaLoco apakah peristiwa ini memang benar terjadi,.....?:-/
karena pemahaman saya akan cerita ini adalah sebuah ceita yang memiliki makna tertentu,........
 
Om Swastyastu bli,......:)
mungkin bli bisa memberikan penjelasan yang lebih detail tentang apa yang saya garis bawahi, karena pemahaman saya akan Dewa itu adalah sinar suci Tuhan dan merupakan 'simbolik' dari umat dalam pemujaan kepada Hyang Widhi.
Dari apa yang saya baca dalam komentar bli di Threads sebelah, mencerminkan bli sangat memahami akan keberadaan para Dewa dan saya sangat berharap bli bisa memberikan penjelasan akan itu,.......;)

Apa yang saya tau dalam cerita-cerita yang menceritakan para Dewa, jika menurut saya adalah sebuah simbolik dan mengandung makna terpendam yang perlu untuk diungkap dan bukannya ada istilah "TUHAN yang sudah terkena dualisme", nah mungkin bli JakaLoco bisa membantu saya dari cerita ini,

Brahma digambarkan sebagai dewa berkepala 4 asalnya 1 kemudian menjadi 5, ketika Brahma menciptakan wanita yang bernama Shatarupa (artinya wajah dengan 100 kecantikan) ia jatuh cinta birahi kepada ciptaannya sendiri, hingga tidak dapat melepaskan pandangannya dari Shatarupa yang luar biasa cantiknya. Shatarupa menjadi malu dan ia menghindari diri dari pandangan Brahma dengan berpindah-pindah tempat ke semua sisi. Untuk mengikuti kemana Shatarupa bergerak, Brahma menciptakan kepalanya menjadi 5. Shatarupa yang juga dikenal sebagai Savitri, Brahmi, Saraswati (Goddess of Knowledge), Gayatri (the triple hymn or the Gayatri Mantra), Sandhya. adalah isteri Brahma.
http://en.wikipedia.org/wiki/Shatarupa
http://religiongods.blogspot.com/2007/11/brahma-one-of-trinity.html
http://www.sanatansociety.org/hindu_gods_and_goddesses/brahma.htm
http://hinduism.about.com/od/godsgoddesses/p/brahma.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Brahma

nah ini ada cerita lain lagi,
Menurut Purana, suatu ketika dua dewa trimurti Hindu, Brahma dan Vishnu berkelahi dengan masing-masing kedigdayaan mereka untuk memperebutkan supremasi.
"Once Lord Brahma and Lord Vishnu were involved in a fight for supremacy. As the fight took a furious shape, it seemed like the universe was heading towards destruction. All the deities were worried and went to Lord Shiva. Only he could stop the war between Brahma and Vishnu."
http://www.vedicheritage.org/Arch More JanFeb 03.html
http://www.mahashivratri.org/legend-of-shiva-linga.htm

dimana pada kelanjutan ceritanya, giliran Shiva yang berkelahi dengan Brahma, ia berhasil memancung satu dari lima kepala Brahma dan mengalahkannya bahkan membunuhnya.

At that moment, Lord Shiva was passing by. “What is going on?” he asked. Vishnu summed up the whole story: “Brahma thinks that he is the greatest and I think that I am the greatest.”
Now it was Shiva’s turn. “Neither of you is the greatest and highest,” he said. “I am the greatest and highest.”
Vishnu surrendered. “I cannot go on arguing. I will gladly proclaim that you are the greatest,” he declared.
Shiva was highly pleased with Vishnu, but Brahma strongly opposed Shiva. He said, “I am undoubtedly the greatest. You deal only with ghosts and demons. You do not take care of your physical existence. You wear skulls around your neck. You do not believe in creation!”
“Enough!” shouted Shiva. “I am no longer going to tolerate your insults. I challenge you to a fight!”
As Shiva prepared to fight, a being came out of his body and said, “I will fight for you.” Brahma and this being struck each other very hard, but the being was finally able to cut off one of Brahma’s heads and Brahma fell down dead. Originally Brahma had five heads, but this being removed one of the five.
Seeing Brahma lying lifeless on the ground, Shiva felt sad. “After all,” he said, “Brahma was once upon a time my friend. What have I done? This being and I are responsible.” So Shiva revived Brahma, but Brahma now had only four heads. Brahma immediately cursed the being: “The head that you have out off will always remain on your hand.”

http://www.srichinmoylibrary.com/books/1068/1/9

nah menurut Bli JakaLoco apakah peristiwa ini memang benar terjadi,.....?:-/
karena pemahaman saya akan cerita ini adalah sebuah ceita yang memiliki makna tertentu,........

Hehehe sudah saya katakan sastra punika durung kejanten,..
Perhatikan ini baik2 :
"Pernahkah anda membaca kisah duel antara Dewa Wisnu dan Dewa Brahma kemudian di antara mereka muncul Lingga dimana Dewa Brahma mencari ujungnya ke atas dan Dewa Wisnu mencari pangkalnya ke bawah?Apakah Dewa2 itu senang berduel?hehehehe..yg bisa menjelaskan maksud dari cerita ini adl yg mengarang sastra agama ini...saya sendiri berpendapat bahwa sebenarnya peristiwa duel antar Dewa ini sebenarnya tidak terjadi, melalui kisah ini sang brahmana yg jg sekaligus pujangga ingin menceritakan ttg fenomena alam dgn menggunakan tokoh para Dewa..kita ketahui Dewa Wisnu simbol Beliau adl air dan air selalu bergerak ke bawah karena itulah Dewa Wisnu disimbolkan turun ke bawah mencari dasar Lingga, kemudian Dewa Brahma simbolNya api dan api selalu bergerak dan menunjuk-nunjuk ke atas sesuai dgn kisah Dewa Brahma yg mencari ujung Lingga, Wisnu(air) dan Brahma(api) adl unsur2 alam yg saling bertentangan,..sedangkan Dewa Siwa memiliki simbol Angin(udara yg bergerak/udara), di seluruh bumi ini dari lapisan yg paling bawah hingga paling atas dari atmosfer bumi ini diselimuti udara/gas.." seperti yg saya bilang di thread saya "HATI-HATI DAN WASPADA" dlm menafsirkan sastra agama..

Tahukah anda bagaimana Sesuhunan memanggil umatNya di Bali?Beliau menyebut umat Beliau dgn sebutan "DAMUH",..damuh artinya "bagian"..
"Cening..cening..damuh-damuh Titiang makesami.." artinya "anak-anak..bagian-bagianKu semuanya....."
apakah anda dapat memahami itu?Mengapa Beliau menyebut kita bagian dari Beliau?Hehehe itu karena kita hidup dan yg menghidupi kita adalah atman, Atman itu pada dasarnya sama dengan Parama Atman yg membedakan adl tingkat kesuciannya..ada sebuah kalimat "Aham Brahma Asmi" yg artinya "Aku adl Brahman" CMIIW ada Tuhan dlm diri kita, tapi ingat walaupun kita telah menyadari bahwa kita ini berasal dari Brahman tetap saja kita gak boleh mengatakan diri kita adl Brahman kpd orang lain..mengapa?Karena kita masih berjazad dan jazad tdk mampu menjamah Brahman..ucapkanlah kalimat tersebut dlm hati saja..
Dari penjelasan saya bisa diambil kesimpulan bahwa Tuhan,Dewa,dan makhluk2 hidup dihidupkan oleh unsur non material yg sama yaitu Tuhan itu sendiri yg berbeda adl tingkat kesuciannya..
 
Hehehe sudah saya katakan sastra punika durung kejanten,..
Perhatikan ini baik2 :
"Pernahkah anda membaca kisah duel antara Dewa Wisnu dan Dewa Brahma kemudian di antara mereka muncul Lingga dimana Dewa Brahma mencari ujungnya ke atas dan Dewa Wisnu mencari pangkalnya ke bawah?Apakah Dewa2 itu senang berduel?hehehehe..yg bisa menjelaskan maksud dari cerita ini adl yg mengarang sastra agama ini...saya sendiri berpendapat bahwa sebenarnya peristiwa duel antar Dewa ini sebenarnya tidak terjadi, melalui kisah ini sang brahmana yg jg sekaligus pujangga ingin menceritakan ttg fenomena alam dgn menggunakan tokoh para Dewa..kita ketahui Dewa Wisnu simbol Beliau adl air dan air selalu bergerak ke bawah karena itulah Dewa Wisnu disimbolkan turun ke bawah mencari dasar Lingga, kemudian Dewa Brahma simbolNya api dan api selalu bergerak dan menunjuk-nunjuk ke atas sesuai dgn kisah Dewa Brahma yg mencari ujung Lingga, Wisnu(air) dan Brahma(api) adl unsur2 alam yg saling bertentangan,..sedangkan Dewa Siwa memiliki simbol Angin(udara yg bergerak/udara), di seluruh bumi ini dari lapisan yg paling bawah hingga paling atas dari atmosfer bumi ini diselimuti udara/gas.." seperti yg saya bilang di thread saya "HATI-HATI DAN WASPADA" dlm menafsirkan sastra agama..

Tahukah anda bagaimana Sesuhunan memanggil umatNya di Bali?Beliau menyebut umat Beliau dgn sebutan "DAMUH",..damuh artinya "bagian"..
"Cening..cening..damuh-damuh Titiang makesami.." artinya "anak-anak..bagian-bagianKu semuanya....."
apakah anda dapat memahami itu?Mengapa Beliau menyebut kita bagian dari Beliau?Hehehe itu karena kita hidup dan yg menghidupi kita adalah atman, Atman itu pada dasarnya sama dengan Parama Atman yg membedakan adl tingkat kesuciannya..ada sebuah kalimat "Aham Brahma Asmi" yg artinya "Aku adl Brahman" CMIIW ada Tuhan dlm diri kita, tapi ingat walaupun kita telah menyadari bahwa kita ini berasal dari Brahman tetap saja kita gak boleh mengatakan diri kita adl Brahman kpd orang lain..mengapa?Karena kita masih berjazad dan jazad tdk mampu menjamah Brahman..ucapkanlah kalimat tersebut dlm hati saja..
Matur suksma atas penjelasannya ini, saya juga sangat setuju dimana cerita-cerita tentang para Dewa ini dibuat dengan tujuan tertentu yang bagi saya memiliki makna yang harus diresapi,......:)
Dari penjelasan saya bisa diambil kesimpulan bahwa Tuhan, Dewa, dan makhluk2 hidup dihidupkan oleh unsur non material yg sama yaitu Tuhan itu sendiri yg berbeda adl tingkat kesuciannya..
ampura bli, jika begitu apa alasannya bentuk pemujaan kepada para Dewa jika para Dewa sendiri sudah terkena dualitas,.....?, mungkin sebaiknya jika langsung saja ke bentuk pemujaan pada Hyang Widhi, trus kenapa harus melalui para Dewa lagi, jika pemujaan pada para leluhur yang lazim dilakukan di Bali bisa saya pahami tapi jika para Dewa yang telah terkena dualitas,....?
saya kok bingung bli, mungkin bisa dijelaskan,......:)

Pemahaman saya akan para Dewa adalah seperti pengandaian akan sinar matahari dimana jika melihat tanpa bantuan teknologi modern maka sinar itu akan terlihat tunggal (monotheism) yaitu putih kekuning-kuningan tapi jika menggunakan ilmu pengetahuan modern (prisma/pengujian di lab) maka sinar matahari ini adalah terdiri dari bermacam-macam sinar yang berwarna lainnya bahkan dengan panjang gelombang tertentu.
Nah dari itu makanya saya mengandaikan teknologi modern itu adalah Veda dimana menjelaskan Hyang Widhi dengan sangat baik, dimana sinar matahari itu adalah Tuhan dalam bentuk Tunggal sedangkan sinar yang tersusun/terdapat dalam sinar matahari dengan pembagi (veda/prisma) menjadi baik sinar merah, biru, dll adalah para dewa sehingga dikatakan beragam bentuk,
bahkan dalam Bhagawadgita sendiri menyebutkan jika ingin melihat 'wujud' Tuhan, maka Arjuna harus diberikan mata 'khusus',
jadi inillah kenapa saya bangga menjadi umat Hindu dimana Tuhan dapat dijabarkan dengan baik dan bukannya seperti penganut paham monotheism fanatik yang hanya mati pada kata tidak bisa dipikirkan,

Nah bli, tolong koreksi pemahaman saya ini,......:)
 
ampura bli, jika begitu apa alasannya bentuk pemujaan kepada para Dewa jika para Dewa sendiri sudah terkena dualitas,.....?, mungkin sebaiknya jika langsung saja ke bentuk pemujaan pada Hyang Widhi, trus kenapa harus melalui para Dewa lagi, jika pemujaan pada para leluhur yang lazim dilakukan di Bali bisa saya pahami tapi jika para Dewa yang telah terkena dualitas,....?
saya kok bingung bli, mungkin bisa dijelaskan,......

Pemahaman saya akan para Dewa adalah seperti pengandaian akan sinar matahari dimana jika melihat tanpa bantuan teknologi modern maka sinar itu akan terlihat tunggal (monotheism) yaitu putih kekuning-kuningan tapi jika menggunakan ilmu pengetahuan modern (prisma/pengujian di lab) maka sinar matahari ini adalah terdiri dari bermacam-macam sinar yang berwarna lainnya bahkan dengan panjang gelombang tertentu.
Nah dari itu makanya saya mengandaikan teknologi modern itu adalah Veda dimana menjelaskan Hyang Widhi dengan sangat baik, dimana sinar matahari itu adalah Tuhan dalam bentuk Tunggal sedangkan sinar yang tersusun/terdapat dalam sinar matahari dengan pembagi (veda/prisma) menjadi baik sinar merah, biru, dll adalah para dewa sehingga dikatakan beragam bentuk,
bahkan dalam Bhagawadgita sendiri menyebutkan jika ingin melihat 'wujud' Tuhan, maka Arjuna harus diberikan mata 'khusus',
jadi inillah kenapa saya bangga menjadi umat Hindu dimana Tuhan dapat dijabarkan dengan baik dan bukannya seperti penganut paham monotheism fanatik yang hanya mati pada kata tidak bisa dipikirkan,

Nah bli, tolong koreksi pemahaman saya ini,......

Bisakah anda mencapai Tuhan yg tidak terkena dualisme??Tidak akan pernah bisa!Hyang Widhi benar2 terlepas dari unsur2 dualisme..dan hanya Hyang Widhi saja yg luput dari dualisme..jika saya ibaratkan Hyang Widhi adl bola matahari berikut sinar,api,panas,bola,dan semua bagian-bagiannya maka dewa adl sinarnya dan bhatara adl panasnya..lewat cahaya dan panasnya saja kita bisa hidup jika kita mencoba mendekat ke matahari sudah pasti kita terbakar habis!Mantra2 dlm persembahyangan maupun dlm japa selalu diawali dgn Pranava "OM" walaupun mantra2 tersebut dihaturkan kpd Dewa atau Dewi tertentu, itu artinya dgn memuja Dewa dan Dewi pun sesungguhnya kita telah memuja Hyang Widhi..Dang Hyang Dwijendra telah mewariskan kpd umat Hindu Bali sebuah warisan berupa bangunan suci utk memuja Hyang Widhi yaitu berupa Padmasana itu artinya walaupun kita memuja Dewa-Dewi sesungguhnya bakti kita pasti akan sampai kpd satu tujuan yaitu Hyang Widhi..seumur hidup pun kita gak akan pernah bisa menghubungkan diri kpd Tuhan, lalu buat apa kita menghabiskan waktu dan tenaga utk melakukan hal yg mustahil??Kita terhubung kpd Tuhan melalui sinar-sinar suciNya..
Analogi yg anda berikan sebenarnya sudah mewakili keberadaan Tuhan dan Dewa-dewi, sekarang tinggal anda yg mengambil maknanya..
 
Bisakah anda mencapai Tuhan yg tidak terkena dualisme??Tidak akan pernah bisa!Hyang Widhi benar2 terlepas dari unsur2 dualisme..dan hanya Hyang Widhi saja yg luput dari dualisme..jika saya ibaratkan Hyang Widhi adl bola matahari berikut sinar,api,panas,bola,dan semua bagian-bagiannya maka dewa adl sinarnya dan bhatara adl panasnya..lewat cahaya dan panasnya saja kita bisa hidup jika kita mencoba mendekat ke matahari sudah pasti kita terbakar habis!Mantra2 dlm persembahyangan maupun dlm japa selalu diawali dgn Pranava "OM" walaupun mantra2 tersebut dihaturkan kpd Dewa atau Dewi tertentu, itu artinya dgn memuja Dewa dan Dewi pun sesungguhnya kita telah memuja Hyang Widhi..Dang Hyang Dwijendra telah mewariskan kpd umat Hindu Bali sebuah warisan berupa bangunan suci utk memuja Hyang Widhi yaitu berupa Padmasana itu artinya walaupun kita memuja Dewa-Dewi sesungguhnya bakti kita pasti akan sampai kpd satu tujuan yaitu Hyang Widhi..seumur hidup pun kita gak akan pernah bisa menghubungkan diri kpd Tuhan, lalu buat apa kita menghabiskan waktu dan tenaga utk melakukan hal yg mustahil??Kita terhubung kpd Tuhan melalui sinar-sinar suciNya..
Analogi yg anda berikan sebenarnya sudah mewakili keberadaan Tuhan dan Dewa-dewi, sekarang tinggal anda yg mengambil maknanya..
Trims Bli atas commentnya, tapi dari yang saya garisbawahi apakah "moksa" itu hanya slogan saja,....?,
karena ujung-ujungnya akan lahir kembali,.....?
sedangkan pemahamn moksa itu adalah tidak terlahir kembali dan hal yang saya tau adalah jika kiamat maka alam surga dan neraka akan hancur lebur, jadi apakah atman ini akan hancur juga karena pemahaman atman itu adalah bagian kecil Tuhan jadi kapan atman ini akan "moksa",......?
 
Saya tambahkan dikit tentang moksa yang saya tau,
a. Salokya: Dapat Tinggal dialam rohani yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
b. Samipya: bisa tinggal di dekat Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
c. Sarupya: bisa mendapat bentuk yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
d. Sayujna: dapat bersatu dengan Brahma jyoti atau sinar dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.

Nah dari itu semua apakah menurut Bli JakaLoco hanya simbolik saja,....?
 
@bcak

Ttg Moksa saya sudah nge-post di forum ini tapi saya lupa di thread yg mana,..
saya akan ulangi penjelasan saya..Moksa bukan hal yg mustahil karena Moksa sendiri memiliki tingkat-tingkat vertikal yg menunjukkan perbedaan tingkat kesucian..saya merujuk kpd piteket Sesuhunan ttg "Genah Linggih" di niskala bagi mereka yg mencapai Moksa.."Genah Linggih" ini berupa bangunan suci, lain agama yg dipeluk oleh mereka yg mencapai Moksa maka lain pula wujud bangunan sucinya..bagi kita yg menganut agama Hindu Bali bangunan suci itu berwujud : Padmasana, Meru Tumpang Tiga, Tugu, dan Tajuk..Padmasana adl bangunan suci bagi mereka yg mencapai Moksa tingkat tertinggi dan sampai detik ini tidak ada yg mampu mencapai Moksa di tingkat ini,..kemudian Meru Tumpang Tiga, utk mencapai posisi ini di zaman Kali Yuga adl hal yg sangat sulit kecuali jika kita ngelungsur "Panugerahan Sesuhunan" dan melaksanakan ritual "Panglukatan Pasucian Pekramas" beserta ritual "Ekajati" kita bisa berpeluang utk mencapai Moksa ini, contoh paling nyata mereka yg telah mencapai posisi ini adl Mpu Kuturan, Dang Hyang Dwijendra...dua bangunan suci lainnya yaitu Tugu dan Tajuk ini masih sangat berpeluang utk dicapai oleh manusia biasa yg tdk ngelungsur "Panugerahan", mereka yg mencapai Moksa ini contohnya "Ratna Manggali (putri Mpu Kuturan)" yg sekarang didudukan sbg "Pelancah" ring Luhurin Dalem,..
semakin rendah tingkat Moksa-nya itu artinya semakin banyak tugas yg diemban..maksudnya apa sich?bukannya setelah Moksa kita gak ngapa-ngapain?hehehe..siapa bilang?jika kita mencapai "Padmasana" kita memang udah gak ngapa-ngapain karena gak ada yg bisa merintah kita tapi kalo kita Moksa di tingkat Meru Tumpang Tiga,Tugu,dan Tajuk kita masih harus "Tedun ke Sekala" karena ada manusia yg "mendakin" kita, sbg contoh Bathara Hyang Mpu Kuturan pun akan tedun jika Beliau "kapendak" oleh umat yg tangkil di Pura Silayukti,..apalagi jika kita mencapai tingkat Pelancah kita harus menuruti perintah Dewa yg kedudukannya lebih tinggi....yg jelas persamaan semua jenis Moksa ini adl "Tidak terlahir ke dunia" atau tidak terkena siklus "Punarbhawa"..

Utk mencapai Moksa tentu saja kita harus punya rumus, apa sich rumusnya?
Rumus dasar yg saya berikan adl :"Uning ring jati diri.." yaitu sadar kpd jati diri, kita adl Atman yg merupakan bagian dari Brahman(Parama Atman), jika kita mati maka badan kita kembali ke Panca Maha Butha sementara kita sendiri(atman) sbg roh tidak akan pernah mati karena roh tidak pernah lahir, dan yg tidak tercipta tidak akan pernah mati/musnah..
Rumus yg kedua adl:"Nyikiang sane kabaos Rwa Bhinneda" yaitu menyatukan "Rwa Bhinneda" yg ada dlm diri kita..maksudnya apa?>>Dewa kedadosnyane Dewa, Butha mulihnia ring sajeroning Sari..artinya yg jelek itu belum tentu jelek yang baik itu belum tentu baik, Dewa durung kejanten Dewa, Bhuta durung kejanten Bhuta...salah benar itu relatif tergantung dari situasi...agar anda bis lebih mengerti dgn penjelasan ini sebaiknya anda ikuti thread saya yg berjudul "PANCA SARINING DHARMA"..
 
@bcak
Utk mencapai Moksa tentu saja kita harus punya rumus, apa sich rumusnya?
Rumus dasar yg saya berikan adl :"Uning ring jati diri.." yaitu sadar kpd jati diri, kita adl Atman yg merupakan bagian dari Brahman(Parama Atman), jika kita mati maka badan kita kembali ke Panca Maha Butha sementara kita sendiri(atman) sbg roh tidak akan pernah mati karena roh tidak pernah lahir, dan yg tidak tercipta tidak akan pernah mati/musnah..
Rumus yg kedua adl:"Nyikiang sane kabaos Rwa Bhinneda" yaitu menyatukan "Rwa Bhinneda" yg ada dlm diri kita..maksudnya apa?>>Dewa kedadosnyane Dewa, Butha mulihnia ring sajeroning Sari..artinya yg jelek itu belum tentu jelek yang baik itu belum tentu baik, Dewa durung kejanten Dewa, Bhuta durung kejanten Bhuta...salah benar itu relatif tergantung dari situasi...agar anda bis lebih mengerti dgn penjelasan ini sebaiknya anda ikuti thread saya yg berjudul "PANCA SARINING DHARMA"..

Ok deh Bli, saya akan mencari Thread itu, mungkin saya akan fokus untuk diskusi masalah ini disana.........:)
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.